Sibuk di Sawah

Beberapa hari tidak online, banyak orang bertanya. Ke mana saja saya?
Sibuk di sawah, itu jawaban singkatnya.
Mulanya, saat saya duduk di kantor, biasa sedang online, handphone berbunyi. Istri dari kampung:

"Aa, tadi siang saya ke sawah, mengusir burung. Banyak sekali, cape rasanya. Sedangkan di rumah, anak tidak terurus, saya titipkan kepada bibinya. Kata para tetangga, anak kita nangis terus. Kasihan. Kalau bisa, Aa pulang saja!"

"Pulang bagaimana, saya kan di sini kerja. Lagi pula, saya punya domba yang harus saya urus." 

Pemirsa, ya beginilah saya. Sehari-hari di kantor, menyelesaikan tugas administrasi. Keuangan dan administrasi sekolah, dan di samping itu, buat hiburan, saya pun memelihara domba. Namun sekarang, istri minta saya pulang ke rumah, menunggui sawah.

"Pulang saja pagi, menunggui sawah, dan sorenya, berangkat lagi ke sana. Rumput biar nyabit dari sini saja."

Sejenak saya terdiam. Itu sangat melelahkan. Namun bagaimana, kasihan sawah. Beberapa hari kemarin saya lihat, memang kasihan sawah. Padi-padi yang mulai berisi itu nyaris tinggal sapunya. Dimakan burung. Entah kenapa, sudah dua musim ini populasi burung pipit meningkat. Dan orang-orang, sibuk menunggui padi di sawah, mereka sibuk mengusir burung. Jika sawah saya sendiri tidak ditungui, itu menyedihkan sekali. Sementara nanti orang lain Panen, dapat hasil banyak, sawah saya sendiri gagal, habis dicuri burung. Maka, inilah jawaban saya akhirnya:

"Ya ok!" dengan lesu.

Lesu karena, saya akan bergulat dengan kelelahan yang bukan lumayan. Pagi, harus melawan dingin. Dari kantor ke rumah, pulang, dan itu bukan jarak dekat. Jauh, melewati beberapa kecamatan, jalan membelah hutan, beberapa jembatan, sungai, lalu naik mendaki pegunungan. Dan sore, harus berangkat lagi, dan sore, biasanya sedang lebat-lebatnya turun hujan.

Paginya, saya pulang. Dini hari. Subuh di jalan. Maksud saya, subuh di mesjid yang saya singgahi di perjalanan. Sampai ke kampung hari mulai remang, dan di rumah, istri langsung menyiapkan makanan. Si Nanai anak saya, yang umurnya masih 3 tahun kurang, ribut lari sana-sini, gembira melihat saya datang. Dia menyambut di pintu, saya ke dalam ikut ke dalam, saya ke kamar ikut ke kamar. Dan ketika saya hendak ke sawah, dia mau ikut juga. Tentu saja tak bisa. Masih terlalu kecil. Si Nanai pun menangis, menjerit-jerit. Tidak tahu kenapa, dia lekat sekali dengan saya. Setiap kali pulang, ke mana saja saya pergi, ke kamar mandi, ke pasar, ke mana saja, seperti kini ke sawah, dia mau ikut juga.

Sawah saya bertangga-tangga. Maka mengusir burung, harus turun naik. Dari petakan atas ke petakan bawah. Dari petakan bawah ke petakan atas. Lari ke petakan atas, burung pindah ke petakan bawah. Lari ke petakan bawah, burung pindah ke petakan atas. Kadang iri sama burung-burung itu. Mereka mempunyai sayap, sedangkan saya tidak.

(Bersambung)

Related Posts:

0 Response to "Sibuk di Sawah"

Post a Comment