CUACA TAK MENENTU

Cuaca yang kadang berubah memang sungguh tidak menyenangkan. Saat kau terserang penyakit karena kebuasan cuaca, orang lain akan merasakan yang lebih menderita dari itu. Aku, aku merasakannya. Saat langit cerah, kita bisa menari dengan gembira. Ketika langit murung, kita tersudut dalam kesepian. Namun apakah kau mengerti arti sesungguhnya dari cuaca? Biarkan kukatakan padamu, bahwa pujangga picisan sering mengibaratkan hati seseorang seperti juga cuaca.

"Cuaca hatiku sedang galau, seperti langit senja yang tertindih mendung," begitu katamu. Lalu sambil menerawang langit kau pun berkata, "langit sangat cerah. Seperti wajahmu yang penuh kebahagiaan."

Aku katakan padamu, jika metamorfosamu itu sangat menjijikan. "Pandanglah aku! Dalam cuaca apa pun aku tetap berdiri! Cuaca itu adalah saat yang tidak bisa kau kendalikan."

Rupanya kau mulai membandingkan cuaca dengan keadaan. Kau pun berbisik padaku, "kau tidak bisa mengendalikan cuaca, dan keadaan. Saat cuaca ramah, saat itulah keadaanmu diliputi kebahagiaan. Kau menatap hari-hari penuh semangat. Setiap langkahmu memperlihatkan keyakinan akan keberhasilan. Lalu saat cuaca tidak ramah, keadaanmu terpuruk. Hari-harimu diliputi keresahan. Dan kau menanti untuk melihat kehancuran.

Majalaya, 21 Februari 2015

Related Posts:

Fiksiminiku : SEBUAH PILIHAN

Berulang kali Rinda hadir dalam kehidupan asmaraku. Dia datang dan pergi dengan sesuka hati. Tak sedikit pun perasaan bersalah tergambar di wajah cantiknya. Senyum maut, kerling binal bola mata, dijadikan senjata untuk memikat setiap pria berkantung tebal. Tak heran jika diriku hanya dijadikan sebagai cadangan. Meski dada terasa sesak, hati tercabik, aku tahan dan diam atas nama cinta.
Seiring berjalannya waktu, kesabaran mulai goyah. Kepedihan yang bertubi-tubi, menumbuhkan kembali nalar yang pernah hilang. Dia tak pantas dimiliki. Aku bukan pungguk yang merindukan bulan. Rinda, hanyalah sebuah fatamorgana. Indah, namun tak tersentuh.
Aku mulai menjauhinya. Tak dipungkiri, perasaan rindu yang menyakitkan, terkadang muncul juga.
"Mas, kemana saja? aku rindu!" ucap Rinda, saat tak sengaja bertemu di kampus. Aku hanya melirik dengan mulut terkatup. Lalu membalikkan badan dan mengayunkan langkah secepat mungkin. Dengan bersusah-payah, kututup telinga dan hati, agar tidak terpengaruh oleh teriakan Rinda yang terus-terusan memanggil namaku....

Related Posts: