Fiksimini: Pertemuan di sela malam

Tidur malamku terganggu oleh satu suara.

-krubuk – krubuk-krubuk

Aku pun membuka mata. Melihat gelembung – gelembung di dalam galon. Seperti pembiasan udara saat air keluar. Tapi aku tidak melihat air bercucuran di keran. Aku pun segera menyalakan lampu. Pemandangan gelembung galon masih aku lihat. Dan lebih mengagetkan lagi tepat di pinggir galon ada seorang perempuan yang duduk memunggungiku. Aku segera mendekati perempuan itu. Menyentuh bahunya, terasa sangat dingin. Aku pun merasakan keringat dingin keluar dari tubuhku, dan bulukudukku meremang.

Perempuan itu menoleh. Memperlihatkan wajahnya.

“Astaga!” Aku memekik ketakutan melihat wajah perempuan itu yang hancur dan bersimbah darah.

Related Posts:

Fiksimini: Cinta Terlarang

Chiko mengintip di sela-sela pagar rumah besar dengan hiasan lampion merah di terasnya. Ia berharap bisa menemui kekasihnya, Happy. Atau sekadar mencium aroma tubuhnya dari jauh.

Tiba-tiba sesosok tubuh membuka pintu rumah.

"Dasar Anjing Lu! Udah berapa kali dikasih tahu jangan deketin Hepi, masih bandel juga! Pergi lu!" teriak seorang wanita paruh baya sambil mengacung-acungkan gagang sapu.

Chiko meradang. Ingin sekali menerjang. Lalu membawa kekasihnya pergi dari kungkungan.

Happy hanya bisa menitikkan air mata dari balik jeruji. Sejak orang rumah tahu ia pacaran dengan Chiko, mereka mengurungnya di kamar. Kata mereka, kekasihnya itu tidak jelas keturunannya. Setiap ia datang selalu diusir bak anjing kurap.

Haruskah kisah cintaku berakhir seperti Romeo dan Juliet? Batin remaja itu sambil menyusut air mata.

Chiko mendengking pelan. Dengan langkah gontai ditinggalkannya rumah majikan Happy. Lalu ia melolong. Lolongan yang panjang dan menyayat.

"Selamat tinggal Hepi... Aku akan selalu mencintaimu!"

Related Posts:

Fiksimini: Cinta Pernah Salah

"Tolong jangan ganggu suami saya!" bentak seorang wanita yang ternyata istri Andri, sahabatku waktu kuliah.

"Lho, kok Mbak ngomong begitu? Kan sudah puluhan tahun kami nggak pernah ketemu," sahutku bingung.

"Saya menemukan foto situ di dompetnya. Situ mantan pacarnya, kan? Sekarang sudah saya bakar! Jangan jadi perusak rumah tangga orang, ya!"

Perusak rumah tangga orang? Sadis banget kedengarannya.

Rahangku terasa mengeras. Cairan merah di tubuhku mulai menggelegak. Berkejaran mendaki ubun-ubun.

"Saya tidak pernah mencintainya, apalagi pacaran! Kalau dia mencintai saya, itu kan bukan salah saya!" teriakku kesal. Aku harus memberinya pelajaran!

Tanpa pikir panjang kukeluarkan amunisi terakhir. "Yang salah itu Anda, kenapa suaminya dibiarkan tetap mencintai saya, padahal sudah sepuluh tahun menikah?"

Tiba-tiba hening menyergap. Hanya isak tangis yang lirih terdengar di ujung telepon.

Related Posts:

Fiksimini: Cinta Kedaluwarsa

"Kamu harus tahu, Lastri, kalau aku sangat mencintaimu. Bahkan sejak hari pertama mengajar di kelas lima," ujar Jono berusaha meyakinkan Lastri.

"Saya juga dulu mencintai Bapak," bisik Lastri. Ia takut anak semata wayangnya mendengarkan pembicaraan mereka.

"Bagaimana kalau kita tebus waktu tiga puluh tahun yang telah hilang?"

"Maksud Bapak?"

"Kita rajut kembali kisah cinta kita."

Lastri menghela nafas. Kalau saja ucapan itu didengarnya tiga puluh tahun lalu, pasti ia akan sangat bahagia.

Laki-laki itu, Pak Jono, guru muda yang membuat dadanya berdesir untuk pertama kalinya. Dia juga yang telah menorehkan luka menganga di ulang tahunnya yang kesebelas.

"Maaf, Pak. Cinta kita sudah kedaluwarsa. Saya takut keracunan!" sahut Lastri buru-buru menutup telpon. Ia menarik nafas dalam. Beban berjuta-juta ton yang selama ini menindih dadanya terlepas sudah. Plong!

Related Posts:

Fiksimini Bagus Itu Seperti Apa?

Fiksimini bagus itu
Fokus kepada satu masalah
Bukan merupakan gumaman, tapi kisah
Ada tokohnya, jelas jalan ceritanya, jelas waktu dan tempatnya
Mengandung dan mengundang renungan, dan
Mempunyai twist ending

Tahu twist ending?
Twist ending itu kejutan akhir.
Dan kejutan itu, benar-benar harus ada di akhir, bagusnya dengan satu kalimat
Lebih bagus lagi dengan satu kata.

Bisa?

Dengan terus berlatih, insya Allah Anda bisa,
Dan mau membaca berbagai fiksimini yang bagus, yang twist

Dengan membiasakan membaca fiksimini twist
Pikiran akan terbiasa dengan jalan cerita yang twist
Lama-lama pikiran akan menemukan caranya sendiri merangkai kisah twist
Dengan twist ending yang mungkin, bakal lebih heboh dari twist-twist yang Anda baca.....

Begitulah cara sebagian besar orang belajar menulis
Mereka memulainya dengan banyak membaca, semakin banyak membaca semakin mereka cinta
Yang kemudian dengan begitu, mereka tertarik ingin juga coba menulis, kemudian sering menulis akhirnya jadilah mereka gila menulis.

Saya baca sebagian besar karya yang masuk situs ini
Datang dari orang yang sudah terbiasa menulis. Terbukti dari kelancaran bahasanya yang enak dibaca
Nah, jika mereka terus berlatih membuat cerita penuh kejutan
Dengan berbagai jalan cerita tak terduga
Maka dengan sendirinya
Mereka akan menghasilkan tulisan-tulisan super hebat
Dengan twist ending MENGGEGERKAN

Related Posts:

Bagaimana Cara Membuat Label di Fiksiminiku?

Supaya Fiksimini Anda langsung bisa dikelompokkan,
Maka, setelah Anda menulis,
Tulisan Anda harus dipasang label.

Bagaimana caranya?

Lihatlah, saat Anda memposting, di bagian samping, ada tulisan "Label"


Silakan klik tulisan itu. Akan muncul kolom. Tulislah nama label di sana. Kemudian klik "Selesai"
Jika postingan berikutnya satu jenis dengan tulisan itu, berilah label yang sama.
Misalnya di Fiksiminiku.com ini, setiap postingan Fiksimini diberi label sesuai nama masing-masing penulis.
Maka, lakukanlah itu setiap kali Anda memposting fiksimini.

Akan tetapi
Jika misalnya Anda mengirim tulisan berupa CERPEN, maka berilah label cerpen
Jika tulisan Anda berupa Curhat, berilah label CURCOL
Jika tulisan Anda berupa Esai Sastra, berilah label ESAI SASTRA

Related Posts:

Fiksimini : Pintaku

Foto Koleksi Kayla Mubara




Aku baru saja lima menit bersama anak laki-laki berusia roda becak kayuh. Dia memelukku erat seolah tak ingin kehilangan.


"Ayah ayo ke sini!" teriak anak berkaus tanpa lengan dengan gambar kartun wortel yang tersenyum.

Laki-laki berjenggot itu menarik tangan anaknya mendekati ombak yang  berdebum.

"Em-emoh, Ayah! Aku takut," rengeknya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan ayahnya.

"Enggak apa-apa, ayo!" pinta laki-laki berpeci putih sambil tersenyum.

Anak berkepala gundul meronta, tanpa dia sadari, akupun ikut terhempas.

"Jangan dikejar, Biyu!" cegah laki-laki berbaju putih pada anaknya.

Aku bergulung bersama ombak, mengapung, menari sambil menangis. Betapa pedih berpisah dari anak lucu itu. Bila boleh aku meminta, betapa ingin diri ini mengikut ombak yang kembali ke pantai untuk bersama Biyu. Aku ingin ditendangnya, menggelinding di pasir tepi pantai sambil menikmati angin serta belai cahaya surya.

Yogyakarta-30112014

@Personifikasi

Related Posts:

Fiksimini: Roncean Bunga Muti

Ada berita dukacita dari tetangga rumah Muti, seorang ibu telah meninggal dunia. Sebagai tetangga yang baik, Muti dan ibunya membantu di sana. Muti bersama ibu-ibu tetangga lain membantu meronce bunga. Sedangkan ibunya melayani para pelayat.

"Nanti ronceannya, bunga-bunga ini, ya!" seorang ibu memberitahu Muti dan lainnya.

Muti memperhatikan sambil mangut. Dia tidak kenal semua nama bunga yang akan dironce itu, selain melati, kenanga, daun pandan, kamboja dan mawar. Kemudian dia pun langsung meronce dengan senyum keikhlasan.

Tim pemandi jenazah pun tiba, mereka langsung mengurusi jenazah almarhumah tersebut. Mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya.

Kini jenazah sudah siap diberangkatkan ke masjid untuk disalatkan. Keranda sudah didatangkan dari inventaris masjid.

"Bunga roncenya mana?" tanya Pak RT.

"Ini, Pak RT!" jawab Muti.

Ada tujuh roncean bunga buat penghias keranda. Tapi satu roncean bunga tidak seperti biasanya. Daun pandannya dibiarkan menjuntai, sedangkan yang lain dilipat-lipat.

Ibu Muti mencubit paha anaknya dari belakang.

"Aduh!" teriak Muti.

Related Posts:

Fiksimini: Sangkar Udin

Hari Minggu ini, Udin sibuk garap sangkar burung. Sangkarnya sudah ada. Bekas Karto, pencinta burung juga. Tinggal pasang pintunya.

Pintu pun Udin siapkan. Namun, dari jam lima pagi hingga sebelas siang, Udin terus dibuat pusing. Pintunya susah dipasang. 

Segala cara Udin lakukan. Mulai bertanya ke Pak Ustadz, ke Pak RT, ke Pak RW, Pak Kadus, sampai Pak Camat, semua menyerah, hingga istrinya kesal mendamprat, "Udin, kamu punya otak tidak? Bertanya itu kepada ahlinya. Tanya cara pasang pintu burung ya ke pembuat sangkar. Atau minimal, nanya gih kepada penyuka burung!

Udin pun menelfon Karto, "To, bagaimana sih cara pasang pintunya?"

"Pintu apa?"

"Ini pintu sangkar burung pemberianmu."

"Ya, pasang saja!"

"Iya bagaimana caranya? Kamu saja yang ke sini ya To!"

"Ya, tapi nanti bakda Isya!"

"Sip."

Bakda Isya Karto datang, dan langsung kaget, "Udin..Udin! Pantesan susah dipasang. Ini pintu buat WC."

Related Posts:

Fiksimini: Karena (Bukan) Aku

Diam. Tak mampu kugunakan semua indra tuk melawan. Bagaimanapun perkataan mereka tak bisa dianggap salah. Semua akan musnah. Di antara luasnya pengetahuan, tak terdapat lagi masa depan. Harapan, hilang.

Tatapan mata tajam. Menitikkan setiap inci pada makhluk bermakna istimewa. Aku membenci semuanya. Duniaku yang dulu bersinar, kini hitam tenggelam malam.

"Dev, benarkah?" Dino membenarkan posisi duduknya.

Aku menggelengkan kepala. Hanya padanya, aku merasa tak akan dianggap serendah perkataan mereka.

"Mengapa tak katakan yang sebenarnya?" Dino memasang muka tak karuan.

"Kurasa tidak bisa."

"Aku yakin bisa, Dev."

"Kau tahu, bisa saja kujelaskan dari awal bahwa aku bukanlah seperti yang mereka katakan. Namun bagaimana dengan kakakku, yang memang melakukan pekerjaan itu?"

Dino tak bersuara. Mataku lebam, perlahan terpejam. Tak bisa kujaga lagi rahasia ini. Aku tak tahan, dihina sebagai wanita murahan.

Related Posts:

Fiksimini : ASMARA BERUJUNG MAUT


Dengan langkah berirama, sedikit genit, Si Cantik berjalan mendekatiku.
"Apa kabar, Sayang?" Dia menatapku, mesra.
"Kabar baik, Cantik! Mau ke mana?" tanyaku.
"Menemui pujaan hati. Kangeen sekali!" Tersenyum manja sambil mengerling. Berr, jantungku berdebar, bertalu-talu.
"Oh...!" hanya kata itu yang mampu kuucapkan. Lidahku kelu, nafas memburu. Keringat mengucur deras dari seluruh tubuh. Aku terperangkap dalam gelora asmara.
"Sini, Cantik!" Kuberanikan diri menggenggam kedua tangannya. Dia tertunduk dan tersipu. Kepalanya direbahkan di bahuku. Tercium aroma bunga melati yang memabukkan dari sekujur tubuhnya. Badanku gemetar, nafas tersengal, darah mengental, membakar sekujur tubuh. Tanpa berpikir panjang, Si Cantik dipeluk, dikecup setiap inci bagian tubuhnya. Berdua mengarungi lautan kasih, menuju samudera asmara, melepas gelora hasrat yang sudah lama terpendam.
Tak lama berselang, seekor kupu-kupu putih terbang menjauh. Wajahnya sumringah, penuh kepuasan. Sementara seekor kupu-kupu hitam, tergeletak, tak bergerak, di bawah pohon melati. Tubuhnya mengering. Raga berpisah dengan nyawanya.



Related Posts:

Fiksimini: Mimpi Bertemu Andrea Hirata

Sudah kuduga. Bila sebelum tidur membayangkan rupa kakanda Andrea Hirata, pasti aku selalu bermimpi dia. Seperti semalam, ia hadir dengan suaranya yang lembut sambil tertawa. Menemuiku di sebuah tempat yang sangat asing, entah apa namanya? aku hanya ingat tengah berada dI perdanauan sebesar dua puluh petakan sawah. Sekeliling tampak hamparan hijau nan luas. Agaknya seperti perkebunan teh.

Di sana, di danau itu. Aku sedang menyiapkan bab terakhir dalam karya tulis pertama yang berbentuk sebuah novel, tentu mengikuti jejak laki-laki berambut ikal dengan novel insfiratifnya.

Ibu aku rindu
Ibu aku sungguh rindu
Ibu aku ingin bercerita banyak tentang hidup ini
Ibu aku sayang padamu

Itu kalimat terakhir dalam karyaku. Setelah berakhirnya sajak itu.Tiba-tiba kakanda Andrea hadir menepuk pundakku. Alangkah senang tak terbilang. Di sana aku seperti anak usia tujuh tahun yang mendapatkan baju lebaran dari sang Ibunda. Berjingkat-jingkat dan langsung kupeluk sastrawan itu. Tanpa terasa airmata tak bisa terbendung. Bertemu dengannya membuat dada sesak. Bagaimana pun, aku sangat menganguminya.

"Tak usah kau bersedih. Kau hebat. Semangatlah berkaya. perlihatkan pada dunia, bahwa kau bisa," katanya lembut sembari membalas pelukanku
"Tapi, aku malu Kakanda. Malu pada karyaku. Aku tak yakin karyaku akan diterima."
"Jangan risau. Kau sudah hebat. Buktinya kau mampu menyelesaikan karya yang hampir 180 halaman A4 ini. Jangan pikirkan terima atau tidak. Yang jelas kau sangat hebat mampu menyelesaikan karya itu," jawabnya menenangkan hati. Sambil melirik naskahku yang tergeletak pasrah di tepian danau.

Setelah perbincangan tadi. Ia melihat judul naskahku lebih dulu. Lalu, ia menunduk dalam-dalam. Menghela nafas dan mengarah pandang padaku. Entah apa yang tersirat dari tatapan sahdu itu. Tanpa aba-aba, ia kembali tersenyum. senyumnya bukan main, macam senyuman pegawai supermarket pada pelanggannya.

"Kau hebat," katanya tiba-tiba. Sekarang bergantian, ia memelukku erat-erat. Sampai-sampai membuatku susah bernafas.

Pukul 05.00 subuh aku terjaga. Oh, ternyata ini hanya mimpi. Namun, bahagianya hati ini sungguh tak bisa terlukis. Detik itu juga, aku segera ambil air Wudu untuk segera menunaikan shalat subuh. Tak lupa berdoa: semoga karyaku ini bisa diterima oleh redaksi penerbit. Amin.

Related Posts:

FIKSIMINI: Candik Ala

Yuda dan teman-temannya sedang bermain di luar rumah. Senja mulai tiba. Tapi mereka masih bermain di sana, seolah-olah sang waktu itu tak ada gunanya menurut dia. Aku masih bermain bola dengan dirinya dan anak-anak lainnya sampai kemudian aku dipanggil oleh orang tuaku.

"Heri, pulang nak! Sudah mau maghrib!" seru ibuku dari kejauhan.

"Aku pulang dulu ya Yud!?" kataku.

"Ho-oh, aku juga," katanya.

Akhirnya seluruh anak-anak di lapangan itu bubar semua. Aku berjalan di samping ibuku. Rumahku tak jauh dari lapangan, sehingga ibuku bisa tahu kalau aku ada di lapangan. Rumah Yuda ada di sebelah rumahku jadi kami pulang bersama-sama.

"Memangnya kenapa sih bu, kalau anak-anak kecil nggak boleh keluar waktu maghrib?" tanyaku.

"Kamu tahu legenda Candik Ala?" tanya ibuku.

"Apa itu?" tanyaku.

"Candik Ala itu datang setiap senja ketika matahari tenggelam. Dan dia sangat suka dengan jiwa anak-anak. Biasanya mereka akan mengambil mata dan mulut mereka," ujar ibu menakutiku.

"Itu cuma mitos kan?" tanyaku.

"Mau coba ketemu ama dia?" tantang ibuku.

"Nggak ah," kataku sambil begidik.

Akhirnya kami pun pulang ke rumah. Aku dan Yuda berpisah. Setelah mandi dan mengaji kemudian aku belajar. Setelah adzan Isya' barulah kami boleh main keluar lagi. Siapa juga yang masih percaya kepada mitos seperti ini?

Aku pun jadi penasaran. Apa benar sih? Akhirnya esok harinya aku nekad bermain ke sebuah pekarangan yang agak jauh dari rumahku. Dan aku mengajak Yuda.

"Kamu yakin? Nggak takut?" tanya Yuda.

"Aku penasaran Yud, masa' kamu nggak penasaran?" tanyaku.

"Iya juga sih," katanya setuju.

Kami pun menunggu hingga senja tiba. Hingga saat maghrib tiba kami masih tak melihat yang namanya Candik Ala tersebut. Kami duduk-duduk saja hingga melihat matahari tenggelam dan warna merah menghiasi langit sebelah timur.

"Nah, nggak ada kan yang namanya Candik Ala," kataku. "Orang-orang tua itu memang ngasih cerita bohong biar anak-anak mereka ada di rumah."

Yuda diam saja.

"Yud, koq diem?" tanyaku.

Aku lalu berdiri dan menatap wajahnya yang sudah tidak mempunyai mata dan mulut. Saat itulah sebuah tangan kasar dan jarinya panjang mendekapku dari belakang, hingga kemudian semuanya gelap yang tersisa. Aku berdiri di lapangan itu, tak bisa melihat tak bisa bicara. Aku bahkan tak bisa merasakan apapun.

Related Posts:

Fiksimini: Gua pun Percaya

Kisah ini dibicarakan dari mulut ke mulut.Tanpa pikir panjang Gua percaya.
Malam itu gelap.Edo ,sahabatku berjanji akan menemuiku jam delapan malam tepat.Dasar, sampai lewat lima belas menit batang hidungnya belum juga muncul.
"Duarrr!!" Aku terkejut reflek memegang dada.
"Sori brow gua telat!"sembari memukul pundakku.
"Haduuuuhhhh..." kalau  belum kenal watak anak ini sudah Gua hajar dari tadi.
"Gua punya cerita"
"Ga nanya" jawabku cepat.
"Sebenarnya Gua mau cancel,buat ke sini""Kenaaapa?"Niru iklan .
"Ditempat tinggal Gua ada yang bunuh diri"
"Cewek?"
"Yoyoy..  Nah jarak seminggu arwahnya gentayangan"
"Bentar dulu siapa tuh namanya?Gua Kenal ga?"
"Loe ga bakal kenal!"
"Masa?Terus?"
"Gua takut ke sini sebenarnya"
"Halah...loe kayak banci aja"
"Yeee.. ini bukan sinetron beneran ini.. yang ronda juga pada ga ada tuh.. "
"Terus ga ada yang jaga gitu? Ada maling dong?"
 "Justru itu ,malam kemarin ada yang kecolongan motor,sama sepiring ayam goreng"
"Ini yang maling orang,hantu apa kucing sih?"
"Ga tau..."
"Gua percaya kalau yang sebenarnya yang jadi hantu itu maling.Buat nakutin warga .Lalu ngambil kesempatan deh!"
"Bisa jadi brow"
Gua percaya itu.






Related Posts:

Fiksimini: Cari Kerja

Sudah dua bulan ini Reina menganggur. Bukan karena malas bekerja, tapi belum dapat yang cocok.
Sebenarnya bukan nganggur yang membuat dia pusing tujuh keliling, tapi omelan Mama.

"Reina, kamu mau sampai kapan begini terus? cari kerja kek sana! enggak malu ya tiap hari kerjaannya cuma makan, tidur, main terus? mending kalau udah nikah!" begitulah tiap hari yang diucapkan Mama, seperti kast yang diputar setiap hari.

Akhirnya, karena bosan mendengar ocehan mamanya yang itu-itu saja, Reina memutuskan cari kerja. Kerja apa saja. Rang penting bekerja!

Dua minggu sudah cari kerja. Akhirnya ada juga yang nelpon.

"Halo Mbak Reina?"

"Ya saya sendiri, maaf ini dengan siapa ya?" jawab Reina pada si penelepon.

"Saya dari PD. Usaha bersama. Setelah melihat profil Mbak, saya putuskan untuk menerima Mbak sebagai pegawai di sini. Bisakah besok datang ke kantor setelah jam makan siang?" lanjut orang yang ternyata pimpinan langsung perusahaan tersebut.

"Oh benarkah? Alhamdulillah! Baik Mbak, saya pasti datang. terimakasih atas kerja samanya Mbak." Reina menjawab kembali dengan antusias.

"Iya sama-sama, ditunggu besok ya Mbak? selamat siang." tutup penelepon tersebut.

Reina teriak gembira sekali, Mama yang sedang masak di dapur terkeut hingga ikut berteriak, "Reina kamu udah gila ya?Mama sampai kaget."

Teriakan mama tidak membuat pusing kali ini, dan Reina langsung memeluk mamanya sambil berkata "Ma, Reina diterima, besok udah mulai kerja!"

Awalnya mama ikut senang mendengarnya, namun entah kenapa setelah mendengar cerita Reina tentang perusahaan tersebut alis mama berkerut dan berkata, "tapi Re ... perasaan Mama kok enggak enak ya?"

Reina yang sudah mengetahui tabiat mamanya yang selalu khawatir berlebihan, tidak menanggapinya. Dia hanya berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi hal yang buruk padanya besok.

Tapi ternyata firasat mamanya benar. Tepat setelah jam makan siang dia datang ke kantor tersebut, ternyata di luar kantor banyak polisi berkumpul. Terlihat beberapa wanita berpenampilan sexy digiring masuk ke dalam mobil polisi. Reina memaksakan diri untuk bertanya pada salah satu polisi di dekatnya, "maaf Pak, ini ada apa ya?"

Dan jawaban polisi bagai petir di siang bolong: "Ini perusahaan jual beli wanita muda."

Bekasi, 301114

Related Posts:

Fiksiminiku: Bergegas

Rencananya Doni dan ibunya akan berkebun. Tapi sebelum berangkat ada yang terlupakan.

 "Astagfirullah....,kalau lagi buru-buru begini kemana gembok?.Disimpan dimana sih Don ? Kemarin kamu yang pulang duluan kan Don?" bertubi-tubi seorang ibu bertanya.

Sang anak tidak menjawab, tahu bahwa sang ibu akan terus bicara jika yang dicari tidak ditemukan.

"Ayo cari! ini sudah jam berapa?" ibunya kembali bertanya.

Doni tak menjawab, hanya garuk-garuk kepala.

 Bingung menyerang kepalanya, merasa yakin kemarin gembok ia simpan di tempatnya. Mencari gembok adalah jawaban atas pertanyaan ibunya.

"Kalau nyimpan gembok itu ditempatnya! Kan ibu sudah katakan gantungan di pojok itu buat nyimpan gembok. Gimana sih? Sudah berkali-kali ibu bilang". Ibunya berbicara dan bolak balik ruangan.

"Disebelah sana sudah Doni cari Bu. Gak ada". Teriak Doni ketika ibunya kembali ke ruang keluarga.

"Terus disimpan di mana? Ibu sudah mencari kemana-mana." teriak ibunya lebih keras.

"Minum dulu Bu!" Doni menyodorkan segelas air hangat.

"Coba ingat-ingat kemarin naruhnya di mana?"

"Ibu apa yang ada di tangan Ibu?" Doni berbicara dengan sangat tenang.

"Wah..sejak kapan gembok ini ada di tangan Ibu nak?"akhirnya Ibunya tertawa renyah. Doni hanya geleng-geleng kepala.

Related Posts:

Fiksimini: Janji

Aku berfirasat, malam terakhir perjamuan pascawisuda hari ini adalah malam terakhir pula aku dapat melihat wajahnya. Wajah yang kuyakin akan kurindukan setiap pagi dan malamnya. Ah.. harus bagaimana ini? Rasanya, aku tak sanggup lagi untuk bertemu atau bahkan beradu pandang dengannya.

“Kau menungguku lama?” tanyanya tiba-tiba, mengagetkanku yang sedang melamun.

Aku menoleh, ku lihat seorang laki-laki sedang menatapku dengan senyum simpul di wajahnya. Ku amati sosoknya yang entah bagaimana pun sukses membuatku jatuh hati padanya. Sekejap, ketika aku menyadari bahwa aku terlalu lama menyelami arus matanya yang teduh, aku memalingkan muka kecewa.

“Tidak. Hanya saja, kesabaranku mulai menipis.”

“Maafkan a—“

“Tolong, jangan pergi..”

“Aku akan terbang menuju Jerman, dan aku tahu-kau pun tahu-itu adalah takdir. Tolong, jangan pupuskan harapanku.. Baik-baiklah disini, Tuhan akan memberkatimu. Katakan, apa yang kau inginkan dari—“

“Cukup!” bentakku dengan linangan air mata. “Cukup.. aku hanya ingin janjimu.. janji yang akan kau bawa sampai mati.. ka, katakan bahwa k, kau—”

“Demi apa pun aku berjanji. Kau akan selalu berada di hatiku sampai ajal menjemputku.” []

Related Posts:

FIKSIMINI: Petaka Mangga Muda

"Bang, beliin mangga muda, dong," pinta Rani manja kepada suaminya.

"Sudah malam, Ran. Lagian makan kok yang mentah," jawab Ben.

Rani mendengus kesal. Entah sudah berapa kali permintaannya ini diabaikan.

"Kalau Rani lagi ngidam, nanti nyesal sendiri nggak beliin!" ancamnya sambil menutup pintu kamar.

Ben yang masih duduk santai sambil membaca buku, mendengar isakan dari dalam kamar. Istrinya menangis seperti biasa kalau tidak mendapat yang dia inginkan.

Paginya saat tengah menyiapkan sarapan, Rani dikejutkan dengan bungkusan di atas meja. Ternyata isinya mangga yang ia idam-idamkan. Tanpa bertanya lagi, langsung saja ia melahapnya dengan gembira.

Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Rani merasakan mual dan sakit luar biasa di perutnya. Ben yang panik segera membawa istrinya ke klinik terdekat.

"Maghnya kambuh, Pak" ujar dokter.

Ben melirik ke arah Rani yang tersenyum malu.

Related Posts:

Fiksimini: Hadiah yang Tak Terduga

Apa sih sebenarnya yang diinginkan Ridwan? Dia tidak biasanya ngajak cewek seperti aku untuk keluar. Apa ini ajakan kencan? Sepertinya, tapi ia tak mengatakan ini kencan koq. Dia hanya ingin mengundangku untuk ikut pada sebuah acara syukuran atas sebuah project yang ia selesaikan bersama beberapa petinggi dan pejabat.

Aku sudah berkenalan lama dengan Ridwan. Dia teman sekolahku ketika SMA dulu. Kami sahabat dekat. Hanya saja kami kemudian berpisah sangat lama. Sudah dua belas tahun lamanya. Aku kaget aja ketika kami bertemu lagi di sebuah acara outbond anak kami. Ternyata anakku dan dia sekolah di satu sekolah yang sama.

Kenangan lama itu pun muncul lagi. Bagaimana dia dulu kami berjalan bersama-sama ketika pulang sekolah. Juga ketika dia sangat perhatian kepadaku. Aku juga sebenarnya perhatian banget ama dia. Hanya saja setelah perpisahan sekolah itu, ia menghilang begitu saja. Aku tidak mengusirnya, apakah mungkin aku mengusirnya?

Sebenarnya aku sudah suka ama dia sejak dulu. Persahabatan kami malah menumbuhkan cinta. Tapi memang dasar aku yang jual mahal. Aku sebenarnya bisa saja bilang kepadanya aku suka dia, tapi sebagai seorang cewek harga diriku tidak serendah itu, kalau suka ya biar sang cowok yang bilang. Hal itu pun jadi penyesalanku seumur hidup.

Aku kemudian menikah dengan salah satu personel band. Tapi pernikahan kami tak lama walaupun kami sudah dikaruniai buah hati. Dan Ridwan? Dia juga sudah menikah, tapi pernikahannya kandas juga. Kami terakhir kali ngobrol banyak hal ketika menjemput buah hati kami. Kangen masa-masa itu.

Tapi kemarin itu ketika dia mengundangku untuk keluar. Rasanya ada yang aneh deh. Tak biasanya. Bahkan ketika kami masih putih abu-abu, ia tak pernah mengajakku keluar makan malam, apalagi di sebuah acara besar seperti itu.

Tepat pukul tujuh malam dia menjemputku dengan mobil Toyota Harriernya. Aku cukup kaget melihatnya memakai kemeja dan jas resmi. Ridwan yang dulu kukenal culun, sekarang sangat necis, parfumnya saja bisa tercium dari jarak sepuluh meter. Dia membukakan pintu mobilnya ketika mengetahui aku sudah bersiap di depan pagar rumah.

"Makasih, jangan gitu ah, aku bisa buka sendiri," kataku.

"Nggak gitu dong Nay, sebagai pria aku harus sopan sama wanita," katanya.

Aku tertawa kecil. Kami pun berangkat ke sebuah aula di Hotel Surya yang ada di kota ini.

Tentu saja aku kagok. Bagaimana tidak, itu semua istri para pejabat, istri para direktur. Dan aku kagum kepada Ridwan sekali lagi. Ia sangat dihormati. Menyalami para pejabat dan memperkenalkan diriku kepada istri para pejabat sebagai sahabatku. Duh, aku hanya bisa senyum, nggak enak banget. Padahal mereka semua para tamu adalah suami istri. Tapi sampai sekarang Ridwan masih menganggap aku sebagai sahabatnya. Agak sedih sih. Padahal aku ingin lebih dari itu.

Ayolah Ridwan, aku sudah sendiri. Nayla, sahabatmu ini sudah sendiri. Kamu juga sendiri. Kita janda dan duda, masa' kamu nggak ngerti sih?

Setelah acara yang meriah itu, kami pun pulang. Tak banyak yang kami bicarakan malam itu. Ridwan langsung mengantarkanku pulang. Tepat jam sepuluh kami sudah sampai di rumahku lagi. Singkat memang tapi aku tak tahu apa maksudnya mengajakku malam itu.

Aku turun dari mobil dan hampir membuka pintu pagar saat Ridwan mengatakan kata-kata itu.

"Aku cinta kamu Nay," katanya.

Sesaat aku rasakan waktu berhenti. Jantungku serasa copot. Aku apa tak salah dengar?

"Nayla, aku mencintaimu. Maafkan aku, selama ini aku pergi darimu. Sedangkan aku seharusnya saat itu bisa menjemputmu menjadi bidadari surgaku. Aku sayangnya terlambat waktu itu. Setelah itu aku pun putus asa karena akulah yang selama ini sayang kepadamu, tapi engkau tidak memilihku. Aku menerima undanganmu waktu itu, aku sangat sakit sekali rasanya. Akhirnya aku pun ingin melupakanmu.

"Perjalanan hidupku telah jauh. Aku pun menikah dan membina rumah tangga tapi tak lama. Setelah itu aku tak tahu lagi harus bagaimana. Kemudian aku bertemu lagi denganmu. Semua kenangan tentang dirimu kembali lagi. Aku pun merasa ini adalah jalan kita. Tuhan mempertemukan kita lagi dalam keadaan yang tak pernah kita sangka sebelumnya. Aku dulu tidak bisa jujur kepadamu. Tapi sekarang maukah engkau kuberikan hadiah ini? Aku berikan cintaku kepadamu. Aku ingin menjadikanmu sebagai bidadari surgaku. Aku ingin melamarmu kepada kedua orang tuamu."

Yes! Ridwan itulah yang aku tunggu. Aku hampir saja pingsan mendengarkan kata-katanya. Aku berbalik, kulihat Ridwan dengan senyumannya.

"Kamu jahat! Kenapa kamu dulu pergi? Kenapa kau tak ngasih kabar? Kau anggap apa aku ini? Sahabat koq seperti itu?" tanyaku.

Ridwan diam. Ia tak berkata sepatah kata pun.

"Aku menginginkanmu pergi! Siapkan semuanya untuk melamarku!" kataku sambil tersenyum.

Aku melihat wajah ceria Ridwan dan ia hampir saja memelukku. Tapi aku cegah.

"Bukan mahram. Pulang sana!" kataku sambil menjulurkan lidah.

Ridwan tertawa, "Baiklah, aku akan datang besok. Kalau melamar jam segini rasanya nggak etis."

Itulah yang terjadi. Besoknya dia melamarku. Aku sangat bahagia sekali. Sahabatku yang dulu sangat dekat denganku sekarang lebih dekat lagi. Sebulan kemudian kami menikah dan kami pun ditemani oleh malaikat-malaikat kecil kami. Mas Ridwan telah memberikan hadiah yang paling indah untukku yaitu cintanya.

Related Posts:

Fiksimini : Masih Tetap Seperti Ini

Memang banyak sekali alasan mengapa seseorang sangat mencintai kotanya. Itu bisa kerena geomorfologinya, sejarahnya, atau orang-orang yang ada didalamnya.

Dan kamu tahu, kawan? bagiku semua itu adalah alasan aku masih bertahan disini. Meski akhirnya aku hanya tetap memanggilmu kawan.

Ah, kamu pasti ingat saat kita becakap-cakap tentang indahnya kota ini, kan?

Balkon itu menjadi saksi saat tak sengaja kuraih tanganmu. Saat itu mengalirlah sesuatu. Perlahan merambat melalui saraf-saraf dan akhirnya mengenai hatiku. Aku tak mengerti itu apa. Tapi katanya, kebanyakan orang-orang menyebutnya: Cinta.

Dan beberapa hari setelahnya aku masih ingat kata-kata yang keluar darimu.

"Maaf." Katamu.

Seketika menghujam ulu hatiku. Sakit sekali.

Tapi aku masih ingin disini. Merasakan sisa-sisa kenangan di sebuah tempat yang begitu indah ini. Kota dimana aku dan kamu bertemu. Kota dimana semua cita-citaku menyatu, termasuk kamu.

Related Posts:

Fiksiminiku: Impas

Tahun terus berlalu, 1998. Saya menemuinya lagi. Ia sudah jadi seorang Ibu.

"Kamu tega! Kenapa biarkan saya menikah dengan orang lain?" Ia menangis. Saya diam, menyesal.

"Wan, pergilah! Mereka mencarimu." Teriak salah satu teman saya.

Saya menatap perempuan itu, mencium keningnya kemudian berlalu pergi tanpa ucapkan maaf.

Sial! Pasukan itu berhasil menyergap saya. Membawa saya ke suatu tempat. Gelap dan kumuh. Tubuh saya diikat seperti hewan yang hendak disembelih. Berkali-kali juga pukulan mendarat di tubuh saya.

"Dasar bodoh. Beraninya menentang, tahu apa kamu tentang pemerintahan?"

"Saya hanya menuntut keadilan. Anda yang bodoh, mengaku aparat tapi keparat."

"Brengsek kamu!" Tendangan dan ludah pun melumuri wajah saya.

"Tembak kepalanya, biar tak bisa berpikir lagi!" ucap Jenderal mereka.

Lebih baik saya mati daripada hidup dalam pemerintahan tak beradap. Setidaknya saya lega.

Dooor, dooorr!

Dua kali tembakan. Tepat di kepala dan hati. Impas. Saya lelah berpikir, dan saya sudah menebus sakit hati perempuan itu.

Gelap!

#Maaf_kasar :)

Related Posts:

Fiksimini: Tertidur

Workshop kali ini dibuka oleh sekretaris dinas pendidikan. Semua peserta khikmat menyimak. Berbeda dengan dirimu. Kulihat Kau tertidur, mungkin karena kelelahan perjalanan menuju lokasi ini. Beberapa menit kemudian kau bangun dari tidur.
"Belum selesai juga pembukaannya? Aku ingin buang air kecil nih."
"Ya sudah ke toilet saja dulu."
"He eh. Sudah ga tahan ni."
Sejurus kemudian kau berdiri, melangkah menuju dua pintu keluar yang tertutup. Kau memilih yang sebelah kiri. Kau dorong dan dorong terus namun tak terbuka. Kau bingung. Tak berapa lama pintu sebelah terbuka oleh seorang perempuan cantik berhijab. Kau tersenyum malu karena ternyata salah pintu. Kami yang melihatmu menahan tawa, meringis, memegang perut, hingga keluar air mata.

Related Posts:

Mengapa Saya Lebih Bergairah Beraksi di Sini?

Pernahkah Anda beberapa kali memanggil saya
Lewat mention, untuk mengkritisi karya Anda. Namun saya, begitu sombongnya, tidak mau datang?
Seakan tidak peduli, seakan tak mau berbagi dengan Anda?
Kemudian Anda mendengus kesal:
"Emang gue pikirin"
"Huh sombong"
"Ya sudah, jika memang gak mau komen tulisan saya, saya juga ogah komen tulisan Kamu."
"Kapooooookkkkk"
Dan berbagai teriakan kesal lainnya.

Maaf sodara-sodara
Bukannya sengaja mengabaikan
Itu semua saya lakukan, memang iya disengaja, hehe
Tapi nurani saya berkata, yang saya lakukan ini tak seharusnya
Harusnya saya ini peduli kepada Anda
Membaca tulisan Anda, mengkritisinya, mengapresiasinya, untuk saling berbagi
Setitik demi setitik ilmu menulis
Namun susah, meski nurani mengatakan itu,
Malas terus menyerang, dan saya tak juga peduli kepada tulisan Anda
Jujur, sesungguhnya saya terus berusaha untuk peduli kepada tulisan Anda dengan
Membuat grup facebook dengan ketentuan jumlah kata sesedikit mungkin, dari mulai yang maksimal seratus lima puluh kata, hingga yang maksimal empat puluh kata. Namun tetap saja, grup-grup itu pun, seringnya saya abaikan.
Mengapa?
Terus terang, itu karena saya disibukkan dengan urusan lain
Yaitu mengurus blog,
Dan saya terus memikirkan bagaimanakah cara
Supaya blog tetap terurus, dan tulisan Anda pun bisa saya nikmati dan kritisi

Dan inilah akhirnya, saya temukan juga
Tempat di mana, saya bisa melakukan dua hal sekaligus, ya bisa mengurus blog
Sekaligus, bisa membaca, menghayati, mengapresiasi, mengkritisi dan menimba ilmu dari tulisan member.
Dan saya melakukan semua itu dengan energi besar penuh gairah, bagai bergairahnya orang lapar terhadap hidangan super lezat di meja makan. Saya mondar-mandir dari satu postingan kepada postingan lain, baca sana baca sini, komen sana komen sini dengan semangat luar biasa.


Di mana?
Di situs fiksiminiku.com

Mengapa saya begitu bergairah mengomentari tulisan Anda di situ ini?
Dan jauh lebih bergairah daripada di facebook?

Pertama, karena facebook.com itu rumahnya si Mark, sedangkan situs fiksiminiku.com adalah rumah kita semua. Kedua, karena bagi saya, hasil komentar di situs fiksiminiku.com lebih enak dipandang karena memang tampilan dan jenis tulisannya hasil pilihan saya.

Related Posts:

Fiksiminiku: Bara

Aku tahu tidak ada yang kebetulan. Semua sesuai skenario Tuhan. Ketika Kamu tiba-tiba hadir bagai air mengalir. Biasa saja, awalnya. Ternyata hadirmu membawa kisah lama di masa lalu. Wajahmu, senyummu, tingkahmu, mengingatkan pada dia yang pernah ada.

Bara, rasa itu kembali ada. Rasa yang tak pernah tersampaikan pada dia, tapi kusampaikan padamu.
Kau hangatkan hatiku yang beku. Aku tahu kamu bukan dia. Biarlah tersimpan selalu, kunikmati indah bayangmu. Bara, kusapa engkau dalam diam. Aku tahu hadirmu menjadi takdir yang terukir. Terukir dengan panasnya bara. Maka kubiarkan Bara datang ke hatiku. Membangun hunian di sana. Rumah berkelilingkan taman, dengan danau kecil dan bunga.

Akan tetapi ah Bara. Tapi mengapa Kau ini, bukannya membangun keindahan. Bukannya kau dirikan rumah, bukannya kau hamparkan taman berhiaskan danau kecil, malah kau bakar rumah bambu kecilku. Ouh terus itu rumput sederhana di sudut mengapa kau hanguskan. Kau rusak suasana hatiku. Kau membawa bencana. Kau hancurkan semuanya. Mengapa Bara?

Dan sungguh naif, kamu menjawab sambil berlalu, "Harusnya sejak awal kamu sadar, aku ini Bara"

Related Posts:

FIKSIMINIKU : ARTI BULAN BAGI FAJAR


sumber : tulisanria.worpress.com
Laki-laki berjenggot tipis itu bangun dari duduknya, melangkah ke kiri, berbalik lalu duduk lagi.

Ah, kenapa aku jadi begini, Bulan kan belum menjadi milikku, Duh Allah.

"Bagaimana keadaan Bulan, Mas?" tanya Mentari, adikku yang berambut legam sepinggang.

Seorang Dokter ke luar dari balik pintu di mana Bulan berada. Seperti kisah dalam sinetron. Dokter itu bertanya siapa anggota keluarganya, membawanya ke ruang praktek kemudian menjelaskan apa yang terjadi pada pasien.

Aku berusaha menyimpan ekspresi terkejut. Mentari langsung berlari melintasi koridor rumah sakit.

Bulan telah mendahului kami menemui-Nya.

HP-ku berdering.

"Mas Fajar, jas pengantinnya sudah jadi. Kapan mau diambil? Atau mau kami antar?"

Diam.

Fajar merasa dirinya memang belum layak bersanding dengan Bulan, sebagaimana pagi, hanya beberapa saat bulan dan fajar bersamaan memuji Illahi. Setelah itu, bias matahari memisahkan mereka untuk mengalah pada siang.

"Bagaimana, Mas?" tanya suara dari seberang telepon mengejutkan. Fajar mengangguk, entah apa yang menggelayut dalam benaknya.

@Jodoh ada di tangan-Nya

Related Posts:

Fiksimini: Sendiri dan Keadilan

Malam ini banyak kaum jelata melepas lelah di emperan pagar istana. Mencoba bermimpi. Tidur beralaskan kardus sembari berharap esok terbangun dengan keadaan yang lebih baik.

Saya terus berjalan, sesekali menatap bangunan lusuh. Melempar tanya tentang kegersangan. Kapan Negara ini berubah?

Hah, saya benci pemerintahan!

Dua minggu lagi tahun berganti, berlanjut tahun 1960. Tapi nasib tak juga berubah, makin suram seperti temaram lampu kota. Di sana, tidur seorang borjuis. Lelap dengan selimut tebal penghalau dingin.

Berbicara tentang dingin, sebenarnya tadi saya sudah membekukan hati seorang gadis. Saya tahu, dia pasti sedang menangis sekarang.

"Saya suka kamu, Wan. Tak peduli kamu seorang aktivis atau pemberontak pemerintahan." Katanya sembari tersenyum manis.

Tapi saya bunuh senyumnya. Saya tak ingin gadis itu dicaci karena saya.

Ah sudahlah, kenapa saya harus memikirkan cinta? Sendiri lebih baik. Besok tulisan saya di surat kabar pasti akan lebih menggegerkan. Keadilan harus ditegakkan! Persetan dengan mereka yang menganggap saya pemberontak.

Related Posts:

Fiksimini : Pertanyaan Besar

Pagi itu pasar dikejutkan dengan teriakan seseorang.
"Kau tahu hei ! kebahagiaan sejati itu ada disiniiiiiiiii......" Ia berteriak-teriak sambil menepuk-nepuk dadanya.
Pakaiannya kotor, rambutnya acak-acakan. Mungkin tidak mandi berbulan-bulan.
Beberapa orang yang sempat melihat kegaduhan itu berangsur-angsur menjauh. Beberapa menyilangkan jarinya di kening, jangan didengar, dia gila! Mungkin itu maksudnya.
Tapi ada saja yang asyik memerhatikan, termasuk Wawan yang saat itu sedang disuruh ibunya membeli keperluan dapur.
Setelah seseorang memberinya makanan, barulah dia bisa diam. Duduk di pojok dekat kios tak terpakai. Ia makan lahap sekali. Sesekali matanya mengintai, khawatir makanannya dicuri orang.
Wawan menghampirinya. "Bisakah kau menjelaskan apa yang tadi kau maksud 'Kebahagiaan Sejati' itu, Mas? Aku sudah sangat lama mencarinya."
Ia kaget dan tampak ketakutan diwajahnya. Ia pikir wawan akan mencuri makanannya.
Sambil tak henti-hentinya mengunyah ia mengusir Wawan.
"Hus..hus..husss pergi sana. Aku tak mengerti apa yang kamu katakan. Dasar gila!"
Wawan kecewa dan lalu pergi sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.


Related Posts:

Fiksimini: Bingung

Bersepeda aja kali ke sekolahnya, batinku sambil melihat dompet berisi selembar warna merah. Susu Burhan habis. Aku masih memberinya ASI jadi masih bisa diirit. Buat makan sudah diirit. Bayar jemputan sekolah Fahmi belum. Bayar spp Roihan belum. Faisal sudah tidak minum susu, meski bukan karena kemauannya. 
"Bu, susunya mana?"
"Susunya habis sayang, nih minum energen aja ya!"
"Ga mau, tadi pagi kan udah."
"Ya kalau gitu makan aja biar kenyang, ya?"
meski agak susah membujuknya akhirnya mau juga Faisal makan. 
Sedih sebenarnya mendengar rengekannya. Tapi pengeluaran harus diatur. 
Sertifikasi yang harusnya turun awal november ini meleset dari perkiraan. Sebenarnya bukan salah sertifikasinya sih. 
Aku sempat tertipu bisnis online sehingga harus mengembalikan uang customer padahal uang yang aku setor belum balik. Jadi harus muter otak hingga sisa gaji minim. Tapi aku yakin Allah akan memberi yang terindah nanti. So!
Kuat ga ya naik sepeda? Bisa gempor kakiku. Mau ga mau beli bensin juga akhirnya.


Related Posts:

Fiksimini: Inilah Takdirku

sumber foto : google

Aku sangat menikmati peran ini, berpindah dari satu tangan-laki laki ke genggaman laki-laki lain. Pada kesempatan berbeda aku membersamai ABG serta wanita muda yang dilanda gundah batin.

Hari ini, tiga sosok berbeda sudah menjamah tubuhku. Orang pertama membelaiku perlahan, mendekapku dengan kedua tangan kekarnya penuh kelembutan. Dia mendekatkan bibirnya dengan bibirku ... sangat pelan.

Sosok kedua memperlakukanku dengan gusar, aku tetap menerima peranku dengan sabar. Membiarkan jari-jari cungkringnya seolah ingin mengenyahkanku bersama gelegar halilintar.

Laki-laki terakhir memandangiku begitu lama, visualnya berpindah ke luar menemani remang-remang jalanan yang gerimis. Membuatku menunggu, dari sudut dua korneanya menitik bulir bening, 'apa dia menangis?' Dia meninggalkanku begitu saja. Meletakkan uang tiga kali lipat dari tarif sebenarnya.

"Mas-mas, tolong angkat mangkuk ronde ini ke belakang!" pinta majikanku. Warung ronde kewalahan melayani pembeli bila musim hujan belum berlalu.

Ah! Mungkin, aku akan merelakan diri menunggu meja dapur dengan cairan cokelat muda beraroma jahe yang mulai dingin.

@Twist dan belajar Fikmin dengan Rima

Related Posts:

Fiksimini : Dulu Aku Seperti Ibu Saat ini

"Tidur nak .. masih ada hari esok yang harus kamu jalani"

Tangan perkasanya membelai dengan penuh kasih sayang tanpa ku lihat beban sekecil apapun. Walaupun sebenarnya matanya tak pernah bisa membohongi apa yang ia sembunyikan, tapi apa dayaku ? aku belum mengerti apa-apa , Aku tak tau apa yang harus aku lakukan.
Waktu itu aku masih sangat kecil. Aku tak terlalu memperdulikan setiap tetes keringatnya karena menggendongku kemana-mana. Letihnya menghadapi setiap egoisku. Yang ku tau semuanya tersedia, tercukupi apa yang aku rengekkan kepadanya.

Jam kerjanya tak beraturan. Aku tau itu. Aku lihat sepulangnya dari berkerja selalu saja bajunya kotor di penuhi lumpur. Terkadang telapak tangannya terasa kasar menyentuhku. Walau pagi hari ia bekerja ternyata malam harinya pun ia tak dapat beristirahat dengan nyaman karena harus menyusuiku setiap kali aku kehausan , jam berapapun itu dia selalu bangun ketika aku merengek kehausan.

"Nak, kalau kamu pulang kerja ibu belikan susu ya nak, susunya hampir habis" Kata-kata ibu membangunkanku dari lamunanku.

"Iya bu. Maaf sebenarnya linda sudah mau membelikan ibu susu tapi linda lupa kemarin bu."

"Iya nak , gak apa-apa kok". Ucapnya sambil tetap tersenyum indah kepadaku.

Itu serasa jadi pukulan yang hebat kepadaku mengingat pengorbanannya dulu seakan tak sepadan dengan sikapku kepadanya saat ini. Aku baru sadar sikapku sangat tak baik. Aku tau ia menjadi lambat, sering meminta-minta ini itu kepadaku dan kadang aku tak sabar menghadapi sikap kekanak-kanakannya. Lalu ku ingat lagi bagaimana dahulu ia dengan sangat sabar menghadapi kekanak-kanakanku, egoisku.

Sungguh aku malu padamu ibu
Maafkan anakmu ini

Related Posts:

Agar Fiksimini Lebih Bergizi

Agar fiksimini lebih bergizi
Sangat penting, bagi Anda, untuk tak henti
Terus-menerus tholabul ilmi

Selama ini, dengan cara apa Anda menambah ilmu?

Yang mengagumkan adalah teman saya.
Triknya mencari ilmu cukup unik
Awalnya, saya heran, dia sering buka facebook tapi jarang posting. Padahal biasanya, sebagian besar orang bukan facebook, buat curhat.
Jarang juga dia memberi komentar. Jadi, apa saja yang dilakukannya?

Saat si teman datang ke tempat saya, dan menginap,
Pagi harinya dia jelaskan, jika facebook dia buka, lebih banyak membaca daripada menulis.
Dia, lebih banyak membaca postingan orang.
Baginya,
Facebook bagai buku terbuka.
Menurutnya, postingan orang itu ilmu yang sangat berharga.
Status-status itu, adalah hasil telaah mereka terhadap kehidupan mereka, obrolan mereka, lalu darinya, mereka dapatkan mutiara, lalu mempostingnya.
Atau mungkin mereka baca buku, dan,
Dari sekian banyak kalimat dalam buku itu, mereka tenemukan point yang sangat menyentuh,
Maka mereka tulis ke facebook.
Maka, menurut teman saya, apa yang dia baca, adalah bagian terpenting dan paling bermakna.

"Luar biasa! Sudut pandang luar biasa!" komentar saya.

Nah, itu cuma trik tambah ilmu. Bagaimana dengan Anda?
Selama ini,
Anda menambah pengetahuan dengan cara apa?

Saya sendiri cari ilmu dengan baca buku, atau, mendengarkan ceramah dari para ulama.
Waktu menulis ini,
Saya masih terus mengulang ceramah Kiai Kharismatik dari Manonjaya Tasikmalaya.
Nama beliau cukup familiar di kalangan muslim sejawa barat:
KH. Choer Affandy.
Ceramah-ceramahnya menyentuh jiwa.
Dan ceramahnya yang sekarang terus saya ulang,
Adalah tentang penyakit hati bernama Ujub, menganggap segala kelebihan hasil usaha sendiri,
Bukan pemberian Allah. .

Karena bentuknya MP3, maka dengan mudah saya mencopasnya ke hape, kemudian, dengan seutas earphone, saya dengarkan MP3 itu di mana saja. Saat berkendaraan, menjelang tidur, atau saat kerja. Berulang-ulang, tanpa bosan, karena memang salah satu cara mematenkan ilmu ke dalam pikiran adalah dengan cara diulang. Dan hasilnya lumayan. Tanpa sengaja, saya jadi hafal beberapa materi tentang kesucian hati yang disampaikan Pak Kiai.

Apa pentingnya membahas "tambah ilmu" dalam situs ini?
Tentu saja penting, karena
Menambah ilmu, itu kebutuhan Anda, kebutuhan saya,
Dan kebutuhan siapa saja yang mengaku cinta nulis. 

Seorang penulis, harus terus menemukan ide baru, ilmu baru, wawasan baru. 
Buat apa? 
Kembali ke judul kita, biar fiksimini Anda lebih bergizi.

Related Posts:

Fiksimini : The Meaning of Love

"Cinta, Mang. Bukan soal harta atau tahta," katanya. "Bukan soal bentuk tubuh atau wajah." Tatapnya menancap di wajahku. Dalam. Semakin dalam. Lalu berpaling, dan hinggap di bayangan bulan perahu. Bayangan yang terapung-apung di arus sungai. Berkilauan. "Cinta itu tentang rasa." Perlahan, tangan kirinya mengelus punggung. Lembut. Mengalirkan kehangatan. Mengusir hawa dingin angin malam. "Datangnya tak bisa dipaksa. Tak bisa ditolak." Ada yang menggenang di matanya. Ada bayang kesedihan. Ada rona kekecewaan. Kelabu. "Cinta, Mang. Sejatinya terasa walau tak teraba. Terikat meski tak terlihat." Sepenuh kasih, diciumnya ubun-ubunku. Berbagai rasa, semakin bergelora di dalam dada. Tapi aku hanya bisa diam. Hanya bisa menghikmati kehangatan cinta, ketika pelukannya semakin erat. Sungguh, tak tahan rasanya. Ingin melolong. Meluapkan degup jantungku. Meneriakkan lagu bahagia. "Cinta Mang, Mbi, lagu kalbu sepanjang waktu. Hanya untukmu."

===============

Komentar Admin.

Sip Ang Indra....
Maaf,
Saya baru bisa menikmati kata perkatanya.
Rasa fikmin Sunda bersama ketataromatisannya seakan menjiwa dalam fiksimini bahasa indonesia ini. Pendek bersastra.
Indah dirasa, gurih di hati.
Dan seandainya luang waktu, rasanya tak cukup membaca sekali
Perlu berulang, agar pemahaman atas fiksi ini, bagaikan cinta itu sendiri--sebabagimana tersebut dalam fiksimini ini: Dalam.

Iya, sangat dalam Ang. Dan inilah yang mungkin dikehendaki pada sesepuh fiksimini dari jajaran sastrawan Sunda: Yaitu, supaya fiksimini berakhir dengan memberikan bahan renungan kepada pembaca. Yaitu apa yang mereka sebut dengan istilah "Titenan", kalau tak salah.

Related Posts:

Fiksimini : Kau adalah cinta

I just feel the radio can stop the rain
Di dalam mataku kumelihat rindu
I just feel the radio can stop the rain
Kulihat dirimu, kulihat dirimu

Telingaku masih mendengarkan sebuah lagu yang menjadi kenangan. Ketika sederet asa menjamah sisa kerinduan. Tepat di hadapan embun yang bergeming. Mengitari kesejukan yang seakan penting. Sama seperti napasku yang terus mengeja sebuah nama. Urutan abjad yang menyatu menjadi panggilan cinta.

Kau tahu, waktu terus merajut kisah. Kesendirianku pun makin menbuncah. Aku iri dengan pipit yang bertengger di ranting cemara. Asyik mematut kaki bersama betinanya sembari mengecup asmara.

Indah!

Sedangkan aku resah, pasrah!

Harus berapa lama aku menantimu? Jikalau hatiku bosan karena rindu, jangan pernah kau salahkan aku. Tapi aku rasa, ketika manusia merajut benang cinta seperti laba-laba yang sibuk di sudut tembok itu. Ia tak akan pernah lelah walau harus mengurut pilu.

Dan kau adalah cinta, maka aku akan setia.

Related Posts:

Fiksimini : Ironi

Ini hasilnya?

Aku berjalan lunglai keluar dari ruang ujian. Mengusap wajah kusutku dan mempercepat langkah kakiku untuk segera menghindar dari suasana membosankan. Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 16.00, tapi langit nampak seperti sudah maghrib.

Aroma aspal jalanan usai hujan membuat otak panas yang melepuh jadi mengempis. Hari ini aku belajar tentang kekecewaan. Memang benar, jika ada dua pilihan di antaranya, aku lebih baik dikecewakan daripada mengecewakan. Dengan dikecewakan kita bisa belajar untuk tidak mengecewakan. Tapi hari ini aku . . . . . 

Handphoneku berderit. Ada pesan.

"Itulah kenapa ikhlas benilai berlian, Nduk."

Aku membalasnya.

"Ah, iya benar sekali. Tapi bagaimana dengan doa mereka untukku? Aku mengecewakan bukan?" 

Handphoneku berderit lagi.

"Berat sekali kata-katamu, Nduk. Itu bukan mengecewakan doa. Hanya saja ketika Nduk sudah berusaha dan berdoa, Tuhan berkehendak lain. Takdir! Jadi Nduk bukan mengecewakan."

Aku menghela napas panjang. Iyakah? tapi kenapa rasa bersalah memenuhi pikiranku?

Ironi!


Related Posts:

Fiksimini: Diam

Aku benar-benar membencinya.

Duhai, benarlah kata orang, bila mana engkau mencintai, maka engkau pun harus siap disakiti.

Sudah lama kisah ini hanya menjadi milikku. Ya! Hanya milikku.
Kisah yang tak pernah indah, karena dia yang kucinta tengah bersama wanitanya. Bercanda, bermanja. Sungguh aku membencinya.

Setelah sekian lama bersabar untuk sebuah penantian, mengharap pada janji kehidupan.
Sayang, semua tak sesuai yang kupikirkan.

Dia tak kan pernah mengerti!

Di mana letak keadilan bagi orang yang menjaga perasaannya seperti aku?

Pun pada waktu, yang katanya akan menjadi lebih indah bila mencinta dalam diam.

Aku membencinya. Bahkan setelah kian lama perasaan itu bersemayam dalam hati. Mengukir indah dalam dada.

Puh! Janji kehidupan itu kosong. Dan aku telah sia-sia menyelam di dalamnya. 

Related Posts:

Perindah Fiksi Kita Dengan Rima

Salah satu cara memperindah tulisan adalah, dengan membuat rima pada setiap akhir kalimat. 

Efek bunyi sama ini mengundang daya tarik tersendiri kepada pembaca. Setiap kali selesai membaca sebuah kalimat, penasaran, ingin membaca lagi kalimat berikutnya. Ketika kalimat pertama berujung bunyi "ting", maka pembaca penasaran, bunyi "ting" kata apa yang akan dia temukan pada kalimat berikutnya.

Sebenarnya ini kearifan lama yang jarang digali generasi penulis baru. Para penulis jaman dulu mengandalkan rima buat memperindah tulisannya. Bunyi akhir sama, mereka gunakan buat memperindah kalimat-kalimat mereka. Sebenarnya mereka meneladani kitab suci. Al-Qur'anla teladan terbaik tentang ini. Beberapa suroh Al-Qur'an memperlihatkan keindahannya dengan kesamaan bunyi di setiap akhir ayat.

Misalnya surat-surat Juz Amma.

Ini bisa kita manfaatkan dalam penulisa fiksimini kita. Dengan merawat setiap kalimat supaya berbunyi sama, maka keindahan fiksimini kita akan bertambah. Memang membangun fiksi semacam ini membutuhkan kerja keras. Namun buah dari kerja keras itu takkan sia-sia. Lelah saat Anda menuliskannya, namun nikmat saat orang lain membacanya, dan tentu saja, wajah Anda akan cerah karena berbagai apresiasi bagus dari pembaca.

Cobalah. Mudah kok.

Related Posts:

Fiksimini: Antabur Penghalus Wajah

Bunyi ringtone Whistle mirip siulan burung itu, mengganggu kosentrasi belajarku malam ini. Dengan malas, kuraih hp di atas meja rias. Rupanya WhatsApp dari obrolan grup dan juga Cepi, sepupuku yang di Bandung. Ada apa nih, anak si Om pengoleksi burung, WA-an? pikirku.

Kubuka kode pengaktif hp, sudah ada 30 pesan baru di WA yang masih bertanda merah, artinya belum dibaca. Kulewati pesan grup, sedang 3 pesan WA dari Cepi langsung kubalas.

Teteeeeeeh,
help meeeeee!!!
Muka Cepi ancuuuuur :(

Ancur kenapa, Cep?

Tidak menunggu lama, Cepi langsung membalas:

Muka Cepi jadi item dan kasar bekas jerawat.
Cepi malu,
Obatnya apa?
Cepi pengen punya muka sehalus Teteh.

Ya sudah, pake Antabur saja.

Antabur?
Bagus nggaaaaak, Teh?

Bagus! Itu obat muka mujarab.

Beli dimana, Teh?

Gak usah beli, bisa dicari di rumahmu.
Ayahmu sudah punya stok banyak 'kan?

Maksud Teteh?
Memangnya Antabur apa atuh, Teh?

Ancuran taik burung
Wkwkwkwk

Teh Mutiiiiii jeleeeeek :(

Related Posts:

Fiksimini: Mutiara

Sumber : plus.google.com


Sejak memutuskan untuk menikah, Ara ikut suaminya. Ini berarti meninggalkan tempat di mana dia dan Muti mengukir persahabatan. Layaknya sahabat, Ara tetap berusaha menjalin komunikasi melalui SMS atau inbox di Facebook. Sayangnya tak satupun sapanya ditanggapi Muti.

Mut, aku hamil. Setiap pagi mual-mual dan kalau berdiri langsung muntah, demikian curhat Ara di suatu kesempatan. Sepi. Muti tidak membalas.

Untuk waktu yang lama komunikasi hanya satu arah, bertepuk dengan angin. Hingga ketika ada pemberitahuan dalam inbox Facebook, Muti tampak sangat bahagia.

Aku diterima PNS, mohon do'a, ya?

Aku mau PLPG, mohon do'a, ya?

Aku mau nikah, mohon do'a, ya?

Ara memiliki kesimpulan bahwa komunikasi mungkin bisa beriringan ketika hanya khabar bahagia yang dikirimkan. Sayang, tiap pesan yang dikirimnya tak pernah mendapat balasan!

Kini, Ara telah telah menjadi penulis ternama yang sangat dielu-elukan pembacanya.

Bertemu denganmu sepertinya sangat istimewa, mau dong kita ketemuan, ucap pesan dari Muti.

Bagiku, semua orang istimewa, Mut.

@Kontemplasi diri

======================

Komentar Admin:

Kisah ini sangat indah, kisah dua orang sahabat yang namanya disatukan dalam satu nama batu mulia: Mutiara. Namun tak seindah penyatuan nama mereka, kisah mereka berikutnya cukup memilukan, Ketika Muti dan Ara berjauhan, dan Ara sangat kangen, ternyata SMS yang dirimkan tak pernah Muti balas. Tampaknya, bagi Muti, membalas SMS dari Ara itu kurang kerjaan, karena baginya.

Barulah SMS dari Muti datang, saat Muti merasa ada yang harus dipamerkan. SMS nya datang memberitahukan kebahagiaannya, moment-moment pentingnya. Dan terakhir, SMS darinya berdatangan saat Ara sudah menjadi penulis terkenal. Muti mengirim SMS berharap bisa ketemu dengan Ara, dan sebagai pembaca, saya menganggap kelakuannya norak. Baru mau mengirim SMS hanya saat berharap doang.

Dan kalimat terakhir sangat cantik menjadi bahan renungan. "Bagiku semua orang istimewa, Mut!"

Bukkkkkk!!!!!!

Tepat sasaran. Kalau saja Si Mutia mikir, itu pukulan keras untuknya.

Nah, yang begini inilah fiksimini. Bagian akhiernya tak basi. Tak mengurui, namun.....makjleb. Cesssss, menembus sampai ke hati nurani......

Related Posts:

Fiksimini : Kegalauanku Malam Ini

Malam ini akhirnya kabar itu datang padaku. Dadaku sangat sesak rasanya. Aku sangat butuh seorang sahabat yang bisa mengerti keadaanku saat ini. Sedikit egois memang tapi aku sungguh butuh tempat untuk meluapkan apa yang kupendam dan aku membutuhkan sebuah respon balik yang dapat menenangkanku.

"Assalamua'laikum , Vi , apa kamu sibuk ?" tanyaku lewat telfon

Suara yang terdengar dibalik telfon itu tak terlalu jelas, malah tak terdengar apapun selain suara motor dan mobil. Sepertinya Alvi sedang berada diluar.

"Ya sudah vi, nanti aku hubungi lagi ya." Ucapku tak menunggu lama lagi. Aku sudah lelah, kian mendesah dengan pesan dari Alvi bahwa dia memang sedang berada diluar.

Aku makin bingung, kian tak terbendung sesak di dadaku. Aku bingung harus bercerita kepada siapa. Apa mereka ? Haruskah mereka ? Apa tidak ada yang lain ? Mereka memang sahabatku tapi aku tau mereka tak sejalan denganku. Banyak yang bilang bertemanlah dengan siapa saja, tapi bersahabatlah dengan orang-orang pilihan. Mereka memang orang-orang pilihan. Hanya mereka yang mau berteman denganku. Walau aku tau kesempurnaan hanya milikNya.

Nyatanya aku belum bisa dan aku hanya diam.

"Vi, kamu apa masih sibuk ?"

Related Posts:

Fiksimini : Anak Haram

"Dasar anak haram!" begitu sering cacian itu kudengar. Hingga tak asing di telingaku. Mukaku memerah. Tangan terkepal. Kutahan amarahku. Teringat nasihat yang sering Ibu ucapkan.

"Mengapa mereka memanggilku seperti itu?" kataku penasaran. Mulut Ibu terkatup. Kilau bening keluar dari sudut matanya. "Aku ingin tahu, siapa dan di mana Ayahku?" Nanar, Ibu menatapku. Wajahnya memucat. Kali ini hatiku tak tergoyahkan.

"Bu! Kalau Ibu tetap tak mau memberitahu siapa Ayah, akan kucari sendiri. Walau harus ke ujung dunia." Teriakku dengan geram. Ibu tersentak. Tangisnya mendadak reda. Bibirnya bergetar hebat. Tatapannya dingin, menusuk. Diamnya Ibu membuat kemarahanku memuncak. Tanpa sepatah kata pun, aku beranjak ke kamar. Kumasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas.

"Nak, mau ke mana?" Ibu telah berdiri di sampingku.

"Mencari Ayah!" Ibu menghalangi langkahku dengan dekapan eratnya. Aku meronta sekuatnya sampai Ibu terjatuh. Emosiku belum juga reda. Hingga Ibu mengatakan, kalau Ayah jadi korban salah tangkap. Dihakimi masa. Nyawanya tak tertolong.


Related Posts: