Fiksimini : MONOLOG MIMPI


Malam, aku banting mimpi sampai berantakan. Kemudian kubiarkan berserak seperti bintang di langit sana. Apa yang kupikirkan? Aku tahu, setiap mimpi hanyalah bunga yang lekas layu. Berbeda dengan impian, bisa diraih jika kita mau berusaha. Namun semua butuh proses belajar. 

Dan belajar mencintai sesuatu itu memang sulit. Tapi apa yang didapat sebagai hasilnya adalah lebih indah dari sulitnya proses itu sendiri. 

Aku mengehela napas, mengusap jelaga yang membayang di sekitaran tempatku. Di mana? Asing! Aku terasing, atau mungkin lebih tepatnya mengasingkan diri. Tapi Soe Hok Gie bilang, lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Ah, lagi-lagi aku bergumam sendiri, sesekali melirik mimpi yang berserak tepat di bawah kakiku. 

Aku sedang rindu, makanya berbicara ngawur. Pada siapa? Pada mereka yang pernah melukis senyum pada sepetak duniaku. 

Angin berhembus, menerbangkan serpihan-serpihan mimpi itu. Menuntunnya pergi dan membiarkan aku sendiri untuk berpikir, lalu menikmati jalan baru untuk sebuah arah yang belum pernah kujamah.

Related Posts:

3 Responses to "Fiksimini : MONOLOG MIMPI"

  1. Romantis, liris, puitis, ah......itulah kesan yang saya cicipi setiap kali membaca tulisanmu. Tatkala sampai di tengahnya, kurasakan suasana baru dengan munculnya nama Shoe Hok Gie, tokoh demonstran jaman presiden Soekarno....pergerakan mahasiswa, wah ini fiksimini pergerakan lagi, wah jangan jangan masih nyambung dengan yang dulu....

    Setiap kali usai membaca tulisanmu, rasanya bagai cuma menikmati es krim setetes, mau lagi, mau lebih banyak lagi lagi lagi lagi dan lagi............Risa, teruslah menulis

    ReplyDelete
  2. .. ini nggak nyambung kok mas dana.. soe hok gie, heheheh saya tulis dan ingat kata-katanya karena dia inspiratorku... :D

    ReplyDelete
  3. Ccieee, Icha. Roman-romannya sedang dilanda rindu nih. Hehehe ...

    ReplyDelete