Lelaki Penunggang Moge

Oleh: Umi Sakdiyah

Ada sebuah motor gede (moge) keluaran terbaru parkir di depan rumah kosong. Pemilik rumah jarang datang, sehingga alang-alang dan rumput liar tumbuh subur di halaman. Kebetulan letaknya paling pojok dekat belokan menuju rumahku.

Siapa sih pemilik moge itu? Pasti sosok gagah, rahang kukuh, dada bidang, perut six pax, rambut sedikit gondrong, wajah tampan. Persis yang ada di film-film. Minimal sebelas dua belas sama Al, anak Ahmad Dani.

Penasaran, aku mencuri-curi pandang ke arah motor. Aduuh... itu kenapa ada sekarung rumput di sebelahnya sih! Merusak pemandangan aja!

Aku pun mendekat. Pura-pura hendak ke warung. Tiba-tiba dari balik moge muncul pemilik moge itu. Jantungku hampir copot. Dia tiba-tiba menyapaku.

"Mau ke mana, Neng?"

"Ehm... ini, mau ke warung," sahutku gugup.

"Numpang nyari rumput, ya, Neng?" ujar laki-laki bercelana kampret hitam dengan sendal jepit dan kopiah putih itu sopan.

"I...iya, Wak Haji, silakan. Kerbaunya ada berapa sekarang?" kataku untuk menutupi rasa malu.

"Tinggal empat belas, Neng. Ini yang satu saya tukar sama kebo Jepang!" katanya lagi sambil tersenyum simpul.


Related Posts:

Lolongan Tengah Malam

Oleh: Umi Sakdiyah

Sejak pindah ke cluster ini, aku tidak pernah tidur nyenyak. Tiap jarum jam merangkak ke angka dua belas, aku selalu terbangun. Lolongan anjing itu selalu mengusik.

Aku meringkuk di balik selimut. Hawa panas kemarau tak mampu memaksaku beranjak. Lolongan dan dengkingan itu semakin ribut. Sepertinya mereka melihat sesuatu. Mungkin makhluk astral yang hanya bisa dipindai oleh ketajaman mata anjing.

Detak jantungku berlarian. Berpacu dengan keringat dingin yang semakin membanjir. Ya Allah, ampuni aku. Sebagai seorang muslim, rasanya tak pantas berbuat sepengecut ini. Aku benar-benar sudah tak tahan. Sebulan sudah aku didera ketakutan. Aku harus mengakhiri semua ini.

Bergegas aku mengambil air wudlu. Komat-kamit kubaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sebisanya.

Tertatih kuseret langkah menuju jendela. Satu sentakan saja, jantungku pasti lepas dari tangkainya.

Kusibak gorden. Anjing-anjing itu semakin melolong. Mendengking-dengking. Sela-menyela dengan degup jantungku.

Tiba-tiba mataku bersirobok dengan sosok tinggi besar di depan rumah pemilik anjing itu. Oalah... ternyata anjing-anjing itu ribut menyambut tuannya yang baru pulang kerja.

Related Posts:

DEBT COLLECTOR

Oleh : Umi Sakdiyah

Siang itu, ada laki-laki tinggi besar berkulit legam lari terbirit-birit dari rumah Surti. Ia langsung memacu motornya. Lari kalang kabut.

Aku yang tinggal di rumah kontrakan sebelah perempuan asli Solo itu bergegas ke rumahnya.

"Surtiii... ada apa?"

"Nggak ada apa-apa, Yu Minten!"

"Nggak ada apa-apa piye, to? Lha tadi ada orang tinggi gede item kabur dari rumahmu, kok. Itu debt collector ya?"

"Iya, yu!"

"Lho, kamu apain tho, sampai ketakutan begitu?" selidikku penasaran.

"Nggak diapa-apain, Yu. Cuman waktu dia dateng aku pas lagi tanggung masak. Jadi aku lupa naruh pisau daging yang masih berlumuran darah," jelas Surti kalem.

"Oooo... pantesan!"

Related Posts:

Berdoa

Berdoa


Ia merintih dengan peluh dan berurai air mata. Pakaianya bagus, bahkan menurut semua orang sangat bagus. Pun bangunannya--tempat ia berdoa saat ini.

"Tuhan, ampunilah aku atas semuanya."

Malam terus berlalu di antara putaran bintang. Ia menghentikan tangisnya, lalu ... terlintaslah daam benaknya skenario itu menhunjam, semuanya sangat jelas bahkan lebih jelas ketimbang HP-android sekalipun.

"Ingat kawan, ini adalah awal kita harus saling menjauh tapi akhir dari setiap kebengisanyang pernah kita punya."

Percakapan dan dan bayangan itu kian menghantuinya.

"Polisi ...!!!!!" keduanya belingsatan.

Duar ... duar

''Kau teruslah berlari, sekuat tenagamu. biarkan aku di sini melawan duniaku."
"Tidak, aku tak boleh meninggalkanmu."
"Ingatlah perjanjian kita.''

Ia pun akhirnya terdampar di ruangan ini.Sebuah ruang yang dipenuhi kerja keras dan harganya.


23/12/14










Related Posts:

Buku Novel Aisyah Putri

Ingat, waktu itu, saya masih Madrasah Aliyah. Sering bolos sekolah, dan kabur ke perpustakaan, saking gilanya saya membaca. Lain dari perpustakaan, rajin pula ke toko buku. Hari sudah sore, hujan-hujanan. Demi apa?

Buku Aisyah Putri.

Lupa lagi saya dapat info dari mana, entah dari siapa, sampai begitu nafsu ingin beli buku ini. Yang jelas, bela-belain jauh, bela-belain hujan-hujanan, habis ongkos, tekor jajan, cuma buat dapat ini buku. 

Oh ya, tiba-tiba saya ingat. Saya tertarik dengan buku itu, ya karena sering melihatnya jika ke toko buku. Lama berdiri, membaca depannya, belakangnya. Di sana tertera tulisan, jika buku ini, ceritanya mengalir. Nah, sebagai pencinta nulis, saya ingin tahu seperti apa cerita mengalir itu?

Demi buku ini, jatah jajan jadi korban. Padahal sedianya, itu buat bekal sebulan. Tak mengapa, asal dapat buku ini. Siapa tahu, setelah baca, gaya tulisnya bisa saya tiru. Terus terang sejak itu, gila menulis saya mulai datang. Bahkan sudah parah. Jika kangker, mungkin sudah stadium 2. Beli buku apapun sesungguhnya, biar saya sedot gaya tulisnya.

Dan memang memuaskan. Setelah dibaca, isinya asyik. Bukan dusta jika jilidnya mengatakan, cerita di dalamnya mengalir. Tidak rumit, mudah pikiran lemot saya mengikutinya. Sebab ini cerita remaja, dan saya sendiri waktu itu masih remaja, jiwa saya benar-benar terlibat. Rasa-rasanya, saya seperti langsung menyaksikan adegannya di depan saya. Bagaimana ramainya Aisyah Putri di rumah, canda tawa dia bersama kakak-kakaknya, bagaimana serunya dia di sekolah, bersama para temannya yang gokil. Bagai orang gila, saya terbawa ketawa sendiri.

Waktu sadar itu buku karya wanita, juga tentang anak perempuan, terus sadar saya ini anak laki-laki, cukup memalukan juga. Untungnya saya, sadah dari dulu menjadi orang tak tahu malu. Untungnya setelah buku ini dibeli, yang suka bukan cuma saya. Para teman pun antusias. Mereka pinjam. Dan satu kali baca, mereka tak bisa lepas, sebelum bisa tamatkan ceritanya. Dari tangan ke tangan, peminjam meminjamkan lagi, meminjamkan lagi, terus estafet, sampai ketika waktu itu pulang ke tangan saya, kondisinya sudah parah. Jilidnya lusuh, lembaran banyak yang lepas, padahal saya sendiri, belum puas membaca. Mengingat segala korban saya membelinya, rasanya ngenes banget.

Namun di atas segalanya, justru saya menemukan sesuatu. Banyaknya peminjam buku ini, antusiasnya orang membaca, ini tanda, jika buku yang saya beli ini bukan buku jomblo. Bukan buku malang, yang terlahir, untuk menyendiri kesepian di lemari. Namun buku gaul, yang disuka banyak orang. Banyak pencintanya.

Buku ini tersusun dalam bentuk serial. Sehingga, langsung buka ke bab berapa pun, cerita tetap bisa kita pahami. Waktu itu saya beli Aisyah Putri sekitar tahun 2001. Sekarang sudah 2014. Nah, berapa tahun itu terlewat?

13 Tahun. Entah sudah ke mana buku saya itu. Sesudah dia malang tercabik-cabik, akhirnya hilang tanpa riwayat.

Namun syukurlah. Penulis punya dokumen. Buku ini kembali revisi. Oktober 2014 kembali terbit, dengan jilid lebih cantik. Perwajahan memuaskan. Cocok dengan selera anak muda, terutama para gadis. 

Bagi para ibu yang punya gadis, buku ini kado cantik bagi putra-putri Anda.

Related Posts:

Ibnu Jamil Hamili Anak Orang Mulu

Ibnu Jamil sial mulu. Sudah dua film memakainya buat peran brengsek. Kemarin-kemarin, di Film "Ketika Tuhan Jatuh Cinta" dia jadi Irul, pria nakal yang menghamilin anak orang, Si Lydia, sampai bapaknya yang gendut itu kaget, kejang-kejang dan meninggal. Wuakakak, kasihan. Dosanya lipet-lipet. Udah buntingin anak orang, sudah itu, secara tak langsung mateni bapaknya.

Tapi itulah hebatnya Ibnu Jamil. Begitu menjiwai tokoh yang diperankannya. Seperti kini jadi sosok antagonisnyam, begitu menjiwai keantagonisannya. Waktu disodori skenario, tanpa pikir panjang lagi dia terima itu peran. Dengan sangat cinta, berusaha maksimal dengan perannya. Seperti diberitakan Kapanlagi.com, Ibnu Jamil tak ragu menerima peran ini. Meski ada kekhawatiran imejnya hancur dengan karakter itu, dia tak peduli.
Nah, masuk film "Assalamualaikum Beijing" begitu lagi. Dipake sutradara buat peran hamili anak orang mulu. Wealahhhh le...le....gantengmu ko dimanfaatin orang buat jadi wongeddan!

Namun beda.

Ada yang istimewa di film "Assalamu'alaikum Beijing". Benar, di sini pun dia hamili anak orang. Namun, di sini, dia hamili anak orang bukan sebagai pria nakal, namun sebagai--meminjam istilah Bill Clinton--orang yang "menyerah pada setan pribadi". Ini bagian dari kecerdasan Asma Nadia juga, sebagai penyusun awal cerita. Dalam novelnya, Dewa diproyeksikan sebagai orang yang, bukan disebabkan nakal dia ber-zinah, namun, karena terjerat jaring laba-laba. Secara akal, dia tak suka saat Anita minta dia mengantarnya pulang. Namun rasa kesal pada kekasihya, Ra, setelah mereka konflik di telfon, membuatnya luruh. Dewa mau, dan setiba di rumah Anita, hujan turun lebat, membuat Dewa kedinginan, kemudian dibuatkan kopi.

Kisah berikutnya...
Ah
Buka lagi saja novelnya. Kalau tak punya, beli dong!
Jangan pinjam mulu. 
Malu dong!
Juga filmnya tuh...
Jangan nunggu mulu download gratisanya! 

Yang jelas, di film ini Ibnu Jamil berakting maksimal. Mendalami benar karakter Dewa. Cintanya pada Asmara begitu besar. Dan itu dibuktikan, dengan pengakuan jujur tentang masa lalunya pada Asma. Bahwa dia, pernah menghamili wanita lain. Sungguh, kejujuran itu Dewa lakukan atas nama cinta. Dia tak ingin, suatu saat Asma kaget saat tahu siapa dia sebenarnya. Namun bagai enam puluh ton beras bagi sampan kecil, jujur pengakuan Dewa berat diterima Asmara. Habis riwayat, Asmara menutup pintu.

"Ra, aku berjanji akan setia sama kamu Ra!" harap Dewa.

"Dewa! Kamu berhenti ngelakuin apapun untuk bikin aku balik lagi sama kamu. Kamu fokus saja sama istri dan anak kamu," ucap Asma sambil beranjak.

"Asmara..." panggilan Dewa terjawab instrumen sedih.

Best Ibnu Jamil. Saya suka peranmu! Tanpa best peran antagonismu, apalah artinya sebuah film?

Related Posts:

Istri Itu Bukan Pelacur Bagi Suaminya

Dewi Gita dan Armand Maulana, meski keduanya artis. Rumah tangga mereka tak pernah diterjang gosip. Adem-adem saja. Nyaris tak pernah terdengar, bahkan tak pernah sama sekali.

Jadi wajar dan layak dengar, jika kemudian Dewi Gita berbagi tips, bagaimana caranya mempertahankan kedamaian rumah tangga, di tengah rumah tangga sebagian besar artis, sering diterjang bencana konflik dan cerai.

"Pertama, seorang istri itu, harus bisa memenuhi sosok yang diinginkan suaminya. Pertama, suami itu menginginkan karakter seperti ibunya. Yang kedua, kita harus jadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anak.  Harus bisa jadi pembantu di rumah. Bahkan istri juga harus rela jadi pelacur di kasur bagi suami."

Istilah pelacurnya itu menarik perhatian. Sampai-sampai Yahoo! memakainya menjadi judul "Dewi Gita: Istri Harus Jadi Pelacur."

Kalau boleh mengkritisi, saya kurang sreg dengan kata "Pelacur". Menurut saya, seorang istri tidak mungkin bisa menjadi pelacur bagi suaminya. Karena pelacur itu orang yang merelakan dirinya untuk hubungan yang tidak halal. Sedangkan istri, masa harus merelakan diri buat suaminya untuk hubungan yang tidak halal? Tidak mungkin bukan?

Untung saja penulis berita jeli. Bagian kata "Pelacur" dari ungkapan Dewi Gita itu dia beri tanda kutip. Sebagai tanda, bahwa kata itu punya makna khusus bukan makna sebenarnya.

Related Posts:

''Menemukan" Tuhan


Pada satu malam yang penuh bintang, di puncak gunung tertinggi di kota Garut. 
Aku telah menemukanNya, 
Dia ada dalam kesempurnaan simetrisnya sebuah kerucut raksasa yang kokoh,
Dalam hamparan lautan awan putih yang kusaksikan bukan dengan mendongakan kepala keatas, namun dengan menundukan kepala.
Hei, Lautan awan itu berada dibawah kaki ku

Aku juga menemukanNya
Dalam terbit dan terbenamnya matahari di ketinggian ini, Dia sungguh membuat sebuah mahakarya, 
Dalam semburat merah keemasaan awan senja, dalam dingin yang menusuk tulang, 
Dalam kabut yang membuatku merasa berada disebuah negeri diatas awan, 
Aku bahkan menemukanNya dalam diriku, 
Lelah yang menghampiri saat mentadaburi ciptaanNya membuatku merasa amat kecil
Alangkah sombong diri ini ketika tak 'menemukanNya'
Perjalanan kemarin adalah saksi
Bahwa Aku akan merugi
Bila terus-menerus bertingkah mengingkari

Dia memang ada dan abadi
tanpa awal dan tanpa akhir
Setelah ini untuk menemukanNya
Hanya dibutuhkan kepekaan dari hati yang ikhlas dan suci
Kita dapat menemukanNya
Merasakan kehadiranNya di sekitar kita, melalui  penciptaan berbagai rupa, rasa, warna, keadaan
Tanpa perlu melakukan perjalanan panjang menuju ke puncak-puncak tertinggi
Kedekatan denganNya tak hanya tercipta di puncak-puncak itu
Dia telah menyediakan waktu khusus disepertiga malam
Untuk mereka yang benar-benar ingin menemukanNya





Related Posts:

Fiksimini : PENGALAMAN BERHARGA

Pagi yang cerah. Aku membawa para santri ke daerah pegunungan. Selain belajar mencintai lingkungan, juga melatih fisik mereka. Terpancar kegembiraan di wajah mereka. Sambil berjalan menuju lokasi, terdengar celoteh riang, diselingi gelak tawa dan saling ejek. Suasana hangat tercipta di tempat yang dingin dan berkabut.
Kupandangi wajah mereka satu-persatu. Tak satu pun yang menampakkan wajah duka. Hatiku terenyuh, mengingat mereka termasuk anak-anak yang kurang beruntung, karena terlahir dari keluarga yang sangat sederhana.
Menjelang sore, kami pulang. Para santri pun kembali kepada rutinitasnya. Tanpa terasa, aku tertidur di bale-bale. Saat bangun, teringat makanan yang dititipkan untuk menjamu tamu yang akan datang selepas magrib. Kubuka lemari, kosong. Tubuhku langsung lemas.
Tiba-tiba, seorang anak menghampiri.
"Kakak...! Pak Haji mengucapkan terima kasih, karena Kakah telah mengajak kami jalan-jalan dan memberikan makanan yang enak!" ucapnya. Binar bola mata dan pelukan hangatnya, membuatku tertegun dan sekaligus menghapus rasa kecewa yang tengah kurasakan.

Related Posts:

Lupakan Segala Hal di Luar Sana

Mengosongkan diri pun, akan saya maknai, LUPAKAN SEGALA HAL DI LUAR INI.

Allah pun minta kita begitu. Waktu shalat, Dia suruh kita khusyuk. Konsentrasi sepenuhnya kepada shalat, dan lupakan saja hal lain. Dan sekarang, saya sedang kerja di sini. Lupakan saja hal lain. Satu-satunya yang harus saya pikirkan, ya kerja di sini.

*   *   *

Mengapa?

Saya harus kerja fokus, membantu perusahaan meningkatkan citranya.

Keberadaan saya di sini, bagaimanapun, harus bisa menaikkan omzet penjualan buku. Dari segi pemasaran, saya harus bisa membuat persuasi, yang bisa memikat orang buat datang membeli buku di sini. Dan saya, harus bersemangat melakukannya.

Nah, lalu bagaimana caranya supaya semangat?

Semua pekerjaan, selalu semangat saya jalani. Pada awalnya. Sekali lagi, PADA AWALNYA. Setelah beberapa hari, saat mulai saya rasakan kerja banyak masalah, tidak sesuai dengan hasrat,  hobi dan kesukaan saya, mulailah bosan. Saya rasakan kelesuan. Dan kembali kepada kebiasan lama, banyak menulis, membaca, dan melupakan  hal lainnya.


Jika sebuah pekerjaan sudah saya suka, maka kepadanya, saya bisa fokus, dan saya bisa kerja keras.


Dan sekarang, inilah pekerjaan yang saya suka. Sudah saya dapatkan apa yang saya rindukan. Sebuah kehidupan, di mana menuls dihargai. Sebuah kehidupan, di mana saya memegang buku dan membaca, dianggap sebuah pekerjaan. Tak lagi seperti di rumah, saat membaca dianggap sebuah kesiaan-siaan. Ini harus saya syukuri.

Banyak hal saya tinggalkan di kampung, mulai istri, anak, keluarga, kambing, kebun, ladang kangkung, domba. Lupakan saja segala hal di luar sana. Lupakan semuanya. Sekarang lebih baik fokus kepada sini, kepada pekerjaan yang saya sukai. Konsen sepenuhnya, setel musik keras-keras, tutup telinga dengan headphone, dan mulailah meluncur, menulis lancar....habis-habisan, sepenuhnya segalanya satu, di sini saja


Related Posts:

Kehidupan Terbaik

Bagaimana pemirsa fiksiminiku?
Sehat semuanya?
Jika sehat, Alhamdulillah.

Seperti biasa, dalam kesempatan ini saya akan curcol saja. Curhat sama Anda, tentang kehidupan saya sekarang. Berkaitan dengan tugas kita juga, menulis, dan semakin menghangatkan ini blog fiksiminiku.com.

Sekarang, saya kerja di sebuah perusahaan.
Takkan saya beri tahu dulu perusahaannya perusahaan apa.
Yang jelas pemilik perusahaan meminta saya banyak menulis, setiap hari minimal empat artikel.


Beginilah, kehidupan seperti inilah yang saya rindukan. Dekat dengan buku, sehari-hari menulis.
Inilah kehidupan, ketika saya banyak membaca buku akan dihargai.
Inilah kehidupan, ketika saya duduk menulis di depan komputer tak dianggap pengangguran.
Inilah kehidupan yang saya rindukan

Harus saya syukuri
Mumpung masih saya nikmati
Esok lusa belum tentu saya masih di sini,

Kerja di sini enak sekali. Kamar mandi dekat, jadi jika butuh bersuci, tinggal ke sana. Buat shalat pun enak, tinggal hamparkan sejadah, sejadah pun banyak.

Ingin baca buku?
Di sini justru kebunnya. Nyaris semua buku yang ada saya suka. Kecuali buku berbahasa Inggris punya pemilik tempat ini, saya tidak ngerti isinya. Padahal itu buku bagus, seperti buku Diary Anne Frank.

Saya kan suka buku sastra. Nah, di sini banyak. Karya Putu Wijaya, Budi Darma, Gabriel Gabriella Marquez. Juga buku-buku novel ringan, seperti karya Mira W, tere-liye, bahkan buku traveling, yang sangat saya suka, yang karya Trinity itu, ada di sini, kalau tidak saya, yang saya lihat saja sampai ada empat buku.

Oh ya lupa, dan yang terpenting di sini ada internet. Saya bisa main facebook, posting blog, dan menulis. Iya, saya bisa terus-menerus menulis di sini. Jadi, tulisan ini multifungsi. Buat tuntut sedikit demi sedikit mengumpulkan karya, buat posting blog supaya semakin ramai, juga buat mengerjakan tugas dari atasan. Atasan menginstruksikan, supaya saya membuat karya. Mengambil positioning, spesialisasi, membuat karya yang, unik, dan belum digarap oleh penulis lainnya. Meski belum tahu saya mesti menggarap apa, tapi saya sudah bahagia.

Kebahagiaan lainnya, saya dekat dengan orang-orang yang saya suka. Minimal, satu pikiran dengan saya. Satu kesukaan. Satu kegemaran. Satu hobi. Yaitu suka membaca dan menulis.

Namun begitu, saya harus siap dengan kenyataan. Jika pekerjaan, sudah pasti punya masalah. Masalah cape kerjanya, kles dengan karyawan lain, merasa diabaikan, tidak dipedulikan, gaji terlambat, kerugian perusahaan yang berefek pada psikologi bos, bahkan dikeluarkan gara-gara omzet turun. Saya harus siap dengan semua itu.

Saya juga harus rajin dalam bekerja. Siap kerja keras. Membiasakan rapi dan tertib dalam penempatan barang-barang. Jangan sampai seperti kebiasaan sebelumnya. Sembarangan menyimpan barang-barang. Akibatnya, saya sering lupa. Harus jelas, barang-barang saya di mana tempatnya. Pinjam barang orang, harus dikembalikan ke tempat asalnya, atau kembalikan kepada orangnya. Jika saya ceroboh, dan orang lain tahu, bisa jatuh martabat saya. Sebenarnya sekarang pun sudah jatuh. Namun, usahakan dong, jangan semakin jatuh.

Begitulah saya menginstruksikan pada diri sendiri.

Karena dengan tetap di sini, kerja di sini, bertahan di sini, saya bisa tetap mengurus blog ini: fiksiminiku.com, memposting dan mengomentari setiap postingan yang muncul.

Wassalam.....

Related Posts:

Dulu Cuma Kepalanya, Sekarang Muncul Dengan Badannya

Yang istimewa, dalam tayangan premier, 26 Desember 2014 ini hadir Ozy Syahputra. Pemirsa TV banyak yang kenal Ozy di film Si Manis Jembatan Ancol. "Waktu di film yang jalan sana-sini kepalanya, eh kemarin muncul dengan badannya." ucap Wiro, seorang penonton asal Makassar mengomentari kehadiran artis ini.

Usai tayangan film, Ozy memberikan apresiasinya:

"Jujur, awalnya saya pikir ini pasti cuma jalan-jalan di beijing, yang menceritakan bahwa di Beijing itu ummat Muslimnya juga banyak, tapi lama kelamaan, lama kelamaan, ini cerita lama-lama kok diperes-peres gitu lho, perasaan kita dimainin gitu lho, dan kita terhanyut dengan alur ceritanya sehingga, saya bolak-balik nyeka air mata saya. Gak tahu sekarang muka saya sembap apa enggak deh. Ceritanya, aduh keren banget deh pokoknya. Jadi, pelaaaaaan...pelaaan...pelaaan...tapi lama-lama kita diseret gitu lho..dan perasaan kita terus berkecamuk, trus akhirnya kayak ombak, lama-lama akhirnya tenaaang lagiiii, trus tenang lagi, dimainin lagi. Jadi, memainin perasaan orang nih cerita." ungkapnya diingi tawa.

"Pesannya itu dapat sekali. Karena film ini ada unsur pendidikannya. Jadi, orang itu harus punya iman yang kuat. Karena, dengan punya iman yang kuat itu, hidup kita menjadi lebih tenang. Gitu pesannya, kalau menurut saya, " lanjut Ozy.

"Jujur aja saya bilang, ini film yang baik sekali dan bagus ditonton untuk semua kalangan. Jadi, pesan saya jangan sampai nggak nonton film ini, karena rugi sekali. Karena film ini sangat mendidik dan menghibur sekali."




Related Posts:

Kelinci Percobaan

Sudah lama aku bermimpi memiliki peternakan kelinci. Terbayang puluhan binatang berbulu lembut itu berloncatan di kebun belakang rumahku. Menggantikan keliaran alang-alang.

Akhirnya aku berhasil memiliki sepasang kelinci. Mereka kubiarkan hidup bebas. Berlarian di kebun belakang. Mereka juga kuperlakukan seperti keluarga. Selain makan rumput hijau, mereka juga makan apa yang aku makan. Nasi goreng atau nasi putih berteman telur ceplok mata sapi adalah menu sarapannya. Bahkan waktu bulan Ramadhan, mereka selalu datang ke dapur untuk makan sahur. Buka puasa pun mereka tak mau ketinggalan. Makan kolak semangkuk berdua. Ah... betapa mesranya.

Melihat kemesraan mereka, kupikir anak-anak kelinci pasti akan segera bermunculan. Menambah keharmonisan rumah tangga.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Kini genap setahun kehadiran mereka di rumahku. Tapi tanda-tanda kehamilan tak kunjung datang.

"Jangan-jangan mereka mandul?" batinku sendu.

Daripada sedih berkelanjutan, aku bawa mereka berdua ke dokter hewan.

"Bagaimana, Dok, apakah mereka mandul?" cecarku tak sabar.

"Menurut saya, sampai kapan pun mereka tidak akan pernah punya anak!" jawab dokter hewan itu sambil mengelus-elus bulu kelinciku.

Oh... betapa sedihnya... tak terasa ada bening menitik dari sudut mataku.

"Ya, bagaimana mau punya anak, mereka kan betina semua, hahahaha.." ujar laki-laki botak berbaju putih itu terbahak.

Related Posts:

Fiksimini: Sepersekian Menit

Rerintik tak kunjung reda. Semilir menggelitik di balik baju panjang yang melindungi badan. Pancaran dari mata terus mencari. Entah apa yang kini ada di pikiranmu.

Tubuhmu mulai tak dapat diam. Sudah tiga kali kau menggeser posisi duduk di gubuk sunyi ini. Aku tak tahan. Kulangkahkan kaki menyusuri lebatnya hujan, dan tanganku tertahan. Kau menarik cepat tubuhku hingga berhadapan langsung dengan tubuhmu. Mataku seakan tak dapat menghindar dari tatapan bola indah kecoklatan. Perlahan tanganmu meraba leherku di balik kerudung biru. Menelusuri terus ke bawah. Rasa geli menjalar. Aku tak berdaya.

"Sekali saja," desahmu membuatku luruh.

Tubuhku tak melawan. Bibirmu mendekat hingga hanya sepersenti dari bibirku. Akan kudapat kecupan pertama itu. Namun sebuah tetesan dari langit menerpa wajah, membuatku mengingat semuanya.

"Hentikan!" Tubuhmu kuhempaskan.

Tak dapat kupercaya, orang sebaik dirimu akan melakukan hal bodoh itu. Aku berlari, tak menghiraukanmu lagi. Keperawananku tak akan kulepas hanya karena nafsu sepersekian menit.

Related Posts:

Tips Agar Ceritamu Berbeda Dengan Penulis Lain.

Ada beberapa hal yang bisa membuat ceritamu menarik dan berbeda. Berikut adalah kalimat, tanda bahwa ceritamu menarik dan berbeda :

"Lanjut donk ceritanya."
"Aduh aku harus baca ulang nih, buat ngerti ceritanya."
"Lanjut donk, kok cuma sedikit."
"Wah, sedih banget ceritanya."
"Aku bisa ngerasain apa yang dirasain si Anu."

Nah, barangkali ada yang pernah mendapat kalimat seperti itu? berarti cerita anda telah menarik perhatian dan tuntutan dari pembaca. ada banyak sih, yang bisa membuat ceritamu berbeda. ini berdasarkan pengalamanku.

1. Buatlah judul yang membuat orang penasaran akan isinya. Contoh :
- Ayahku adalah Ibuku
- Kafan penyejuk kalbu
- Shalatku dalam kedipan
- Ustadzah Pelacur
- Perempuan Kafir menuntunku menuju surga

2. Buatlah karakter yang unik. Untuk pemeranan dalam ceritamu, karakter yang gak akan pernah terpikirkan oleh penulis kebanyakan. Contoh :
- Perempuan cacat yang selalu ingin shalat seperti yang lainnya
- Perempuan bisu yang ingin membaca Al-Qur'an dengan lantang
- Anak kecil yang selalu memberi makan kucung di jalanan
- Pelacur yang selalu bersedekah

 3. Jalan Cerita, Isi Cerita dan Tujuan Cerita. Buatlah jalan cerita sesuai tujuanmu, misalnya kamu mau si pembaca bertanya-tanya, si pembaca sedih, si pembaca tertawa dan lainnya, tentunya dengan gaya unik dan imjinasi liarmu.


Nah itu dia 3 Tips dari aku, semoga suka dan  menjadi referensi bagi kamu yang ingin cerita berbeda. yang berbeda itu selalu menarik perhatian.
tapi ingat, jangan sedih jika tulisanmu tidak ada yang membaca. siapa tahu, mereka baca tapi tidak meninggalkan jejak. Guruku pernah bilang "Kamu tidak perlu mencari atau berharap banyak yang membaca tulisanmu, jadikanlah tulisanmu sebagai pengubah orang menuju arah yang lebih baik walau hanya satu orang".

Terima kasih, Fiksiminiku ...


Related Posts:

Fiksiminiku : Kenapa Menangis, Nisa?

"Kenapa menangis, Nisa?" tanya Bunda.

Bunda tertegun melihat putri kecilnya menangis sedih di ruang TV. Nisa tidak menjawab. Tangis gadis kecil itu justru semakin keras dan menyayat hati.

"Nisa kenapa?" tanya Bunda lagi karena sejak tadi Nisa hanya menangis saja. Tidak menjawab pertanyaan Bundanya.

Nisa menatap Bundanya sedih. Mata beningnya basah. Bibir mungilnya bergetar.

"Nisa ... Nisa pengen nonton film kartun, Bunda. Tapi ... Tapi nggak ada. Acaranya sinetron semua. Hiks hiks hiks," jawab Nisa terbata.

Bunda menghela napas berat. Merengkuh tubuh putri kecilnya itu dalam pelukan. Mengelus punggung Nisa. Menenangkan.

"Sabar ya, sayang."

Kudus, 21 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku : Ketika Anak SD Jatuh Cinta

SD Nusa Bangsa terlihat sepi. Siswa dan siswi telah pulang ke rumah masing-masing lima belas menit yang lalu, ketika bel pulang telah berbunyi. Namun di salah satu kelas masih ada dua orang, seorang siswa dan seorang lagi siswi yang belum pulang. Mereka adalah Dudung dan Nunung. Mereka sedang berbincang serius, kelihatannya.

"Ini buat kamu." Dudung menyerahkan setangkai bunga mawar merah yang sejak tadi disembunyikannya di balik punggungnya kepada Nunung. Nunung tersenyum malu-malu. Jemarinya asyik memelintir ujung rambut kepang duanya.


"Terima kasih," jawab Nunung tersipu. Menerima bunga mawar merah itu. Nunung mencium kelopak bunga mawar merah pemberian Dudung itu. Hmmm, haruuum!

"Dudung romantis deh!" kata Nunung, malu-malu.

Dudung nyengir. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Iya dong. Kan Dudung setiap hari nonton sinetron, makanya Dudung romantis. Hehehe," jawab Dudung bangga.

"Kalau gitu besok Nunung nonton sinetron juga ah. Biar romantis kayak Dudung."


Keduanya pun akhirnya pulang ke rumah. Sambil berpegangan tangan.

Kudus, 20 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku : Galau Jatuh Cinta

Di kamarnya, Ridwan terlihat resah dan gelisah. Hatinya galau. Kemana pun matanya menatap, selalu wajah itu yang terlihat. Anna. Ya, gadis manis itu telah membuatnya terpesona.

"Ah! Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku seperti ini?!" tanyanya dalam hati.

Ridwan kemudian menghubungi Ano, sohibnya. Menceritakan kegelisahan hatinya itu.

"Ya udah. Langsung tembak aja," celetuk Ano.

Dibuatlah skenario penebakan untuk Anna.

Keesokan harinya sepulang sekolah ...

Ridwan berdiri dengan gelisah di halaman belakang sekolah. Menata hatinya yang bergemuruh. Ekor matanya menangkap sosok Ano yang berjalan ke arahnya. Seorang diri. Lho, Anna mana?

Rid, Anna cuma ngasih ini. Nih!" Ano menyodorkan selembar kertas pada Ridwan. Tergesa Ridwan membuka kertas putih itu.

Assalamu'alaikum, Ridwan.
Maaf karena aku tidak bisa memenuhi ajakanmu untuk ketemuan. Jika memang kamu ingin membicarakan hal penting dan serius denganku, lebih baik kamu datang saja ke rumah. Minta izin pada Ayahku.

Anna.

Deg!

Ridwan terduduk di tanah sambil menggenggam kepalanya.

Kudus, 19 Desember 2014

Related Posts:

Selamat Malam Para Senyuman


Pulang bekerja, saya lewat depan Menara Kudus. Indah, nampak kemerlip orange menghias kokoh bangunan bersejarahnya. Siluetnya membisu, seolah setia menjadi saksi kisah seorang Wali bernama Syeikh Ja'far Shodiq (Sunan Kudus) dalam menyebarkan agama Islam kala itu. Di kanan kirinya juga banyak terdapat bangunan rumah kuno yang terlihat begitu eksotis.

Malam ini cerah tanpa gerimis ataupun hujan lebat seperti kemarin. Entah mengapa rasanya saya ingin sekali tersenyum, setelah beberapa hari belakangan rasa murung kerap menjadi hantu yang menakutkan. Perlahan ingatan hari itu melintas dan menari-nari di otak saya.

"Saya ingin menulis, Cha." Ucapnya kala itu sembari menatap kedua bola mata saya begitu hangat.

Sempat juga berpikir, sejak kapan ia punya kebiasaan seperti itu. Menulis?

"Apa yang ingin kau tulis, Mas?"

Ia tersenyum, lalu diam dan tidak menjawab.  Saya menunggunya berbicara, sembari menikmati alam bermusik dengan rerintik air langitnya. Cukup lama bibirnya mengatup. Ia mendongak menatap langit, mengulurkan tangan dan bermain dinginnya hujan. Saya mengikuti tatapan matanya. Perlahan, diam itu mulai menyentuh hati saya. Lembut, dan semakin membuat saya tersenyum gila.

Suara klakson motor membuyarkan lamunan. Saya mempercepat langkah kaki. Dingin, tangan saya sedari tadi juga terus mengepal di dalam saku jaket yang saya kenakan. 

Ramai, itulah suasana malam di tepian bangunan-bangunan kuno ini. Para peziarah makam Sunan Kudus banyak sekali yang antusias berfoto di depan menara. Tak jarang menghalangi pengendara motor yang hendak melintas. Macet! Di sudut jalan, ada pemandangan yang khas. Entah mengapa saya merasa sebal. Itulah pengemis-pengemis, memaksa meminta recehan. Mereka seperti zombie yang mencari mangsa. Membuat para wisatawan takut, lalu mempercepat langkah kaki. Saya rasa para pengemis itu bukanlah orang yang benar-benar miskin. Tidak adakah cara lain untuk mendapatkan uang selain dengan hanya menengadahkan tangan dan memasang wajah memelas? Aneh!

Batu yang menyembul membuat kaki saya tersandung. Tak sengaja, saya pun menyenggol seseorang yang sedang melintas di samping saya. 

"Maaf." Lirih saya mengucapkannya sembari memasang wajah seramah mungkin. 

Maaf? Kata itu juga menjadi lanjutan pembicaraan kami. 

"Saya ingin menulis nama saya, Cha."

"Maksud Mas, menulis nama bagaimana?" Saya mengernyitkan dahi. 

"Ya menulisnya di tempat yang menurut saya indah." Ia tersenyum manis.

"Di mana?" 

"Di hatimu! Saya sayang kamu, bolehkah?"

Saya hanya melongo saat itu. Lalu salah tingkah dan tak dapat berkata apa-apa. 

Malam semakin kelam dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.05. Saya lelah, tapi senyum terus menghiasi wajah saya malam ini. Di ujung gang, ia sudah menunggu saya di atas motornya. Melambaikan tangan begitu semangat ke arah saya. 

"Sudah lama menunggu, Mas?"

"Tidak akan jadi masalah jika yang saya tunggu adalah kamu." 

Senyumnya semakin membuat saya girang. Saya pun segera membonceng. Motor Vespa antik warna cokelatnya pun melaju perlahan. Makin terlihat eksotis dengan hiasan cinta dari kami.

Selamat malam para senyuman . . .

******

Related Posts:

Fiksimini : Pembagian Rapor


“Ibu, Dede mana?” biasanya aku sebal mengobrol dengan adikku. Tapi kali ini entahlah, aku sedang bersemangat mencari tahu nilai rapornya.

“Kamu dapat nilai berapa?” tanyaku penasaran.

“Nilainya sekarang berubah, Kak. Cuma nyampe empat.” Katanya pendek. Itu sih gampang. Aku tahu kok, sistem penilaian dengan IPK, mirip orang kuliahan gitu.

“Terus kamu dapet berapa, De?”

“Paling rendah 2,35. pelajaran bahasa Indonesia.”

“Bagus itu, udah nyampe lah setengahnya,” aku memuji, tulus.

Siangnya, aku bertandang ke rumah paman.

“Rapor Maulana mana? Kakak pinjem dong.” Bocah enam tahun itu gesit. Langsung mengambilkan apa yang ku minta. Aku membaca satu per satu halaman. Mataku terbelalak pada pembagian nilai.

2,35 artinya Cukup. Hanya mentok sekitar 60-70an. Aku tutup muka, sadar atas pujianku atas telefon semalam.


Namun aku kembali teringat pesanku untuk Dede. “Kakak nggak mau adik kakak sampai jadi tukang contek. Kakak rela adik kakak nilainya nol hasil jujur dari pada dapat sembilan tapi hasil nyontek.” 

Related Posts:

Matahari terhalang kabut

Kabut pagi ini begitu tebal, bahkan lebih dari kemarin dan kemarinnya. Aku menyipitkan mataku yang silau terkena cahaya dari gorden jendela yang dilipat sedikit oleh temanku sebelum ia pergi. Aku menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Temanku sudah pergi mengambil air bersih untuk mandi.

“Aw…” Teriakku menahan sakit kepala yang tak juga hilang dari semalam. Suaraku sedikit tertahan saat menyadari masih ada seseorang yang berbaring di sisi kiriku, dia sedang sakit perut dari semalam. Belum lagi, seluruh badanku yang terasa remuk dan kaki tangan yang begitu dingin. Aku benar-benar malas bangkit dan menyambut mentari.

Bagaimana tidak sakit kalau seminggu ini benar-benar menguras tenaga. Ke sana sini, ini itu melakukan tugas. Ah, abaikan pikiran yang mendorong untuk menyesal, nikmati saja sakitnya dan syukuri kesenangan saat berhasil melaksanakan tugas dengan hasil yang memuaskan.
Aku menarik selimutku menutupi seluruh kepalaku meskipun ku tau saat ini sudah 5:15 dan aku kemarin telah merencanakan untuk pergi mencuci. Ponselku berdering, kuraba sekitarku mencari.

“Hallo,” Suaraku yang berat membuat orang yang di seberang sana langsung mengetahui.
“Wa’alaikumsalam… Ade sakit?”
“Enggak kok. . . Hanya lagi malas bergerak.”
“Tumben kan. Memangnya sudah selesai acara-acaranya?”
“Selesai yang sudah selesai kak. Masih banyak yang menanti. Tapi, hari ini bisa istirahat.”
“Mmm… Matahari hari ini gimana?”
“Lagi sedih, terhalang kabut.”
“Bentar lagi juga kabutnya ilang terus mataharinya senyum lagi. Iya kan de?”
“Hehe. Iya, iya kak. Tar lagi ya. Ade masih pusing.”
“Oke, Ade. Aku yakin ade kuat dan selalu semangat seperti biasanya kok.Hehe,”

Dia selalu begitu, khawatir tapi aku selalu suka pikiran positifnya. Dia seperti mentari yang sinarnya menyadarkanku untuk terus melangkah maju meski langkahku pelan tapi pastikan aku tersenyum menjalaninya.

Jayawijaya, 12/12/2014

Related Posts:

PASUNG TAK TERLIHAT

"Hei anak mami! udah lama ga kelihatan?" seru seorang teman lama, saat bertemu di jalan.

Ya, begitulah julukan kesayangan untukku. Si anak mami. Julukan yang menyakitkan, karena selalu mengingatkan kehidupan yang flat bagiku.

Cari kerja agak jauh, gak boleh, jalan-jalan sama teman juga gak boleh. Sama saja seperti dipasung tapi dengan pasung yang tak terlihat, pasung kasat mata.

Mungkin maksud mereka baik, karena aku wanita jadi harus dijaga untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi mengingat kondisi masa kecilku yang cukup prihatin. Tapi tetap saja itu bukan alasan logis bagiku.

Tapi ya sudahlah, lelah hati ini untuk terus memikirkan hal yang percuma. Mungkin memang lebih baik aku menjadi burung dalam sangkar. Mungkin memang itu yang terbaik menurut Allah untukku.

Bekasi, 22 Desember 2014

Related Posts:

Fiksimini : MONOLOG MIMPI


Malam, aku banting mimpi sampai berantakan. Kemudian kubiarkan berserak seperti bintang di langit sana. Apa yang kupikirkan? Aku tahu, setiap mimpi hanyalah bunga yang lekas layu. Berbeda dengan impian, bisa diraih jika kita mau berusaha. Namun semua butuh proses belajar. 

Dan belajar mencintai sesuatu itu memang sulit. Tapi apa yang didapat sebagai hasilnya adalah lebih indah dari sulitnya proses itu sendiri. 

Aku mengehela napas, mengusap jelaga yang membayang di sekitaran tempatku. Di mana? Asing! Aku terasing, atau mungkin lebih tepatnya mengasingkan diri. Tapi Soe Hok Gie bilang, lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Ah, lagi-lagi aku bergumam sendiri, sesekali melirik mimpi yang berserak tepat di bawah kakiku. 

Aku sedang rindu, makanya berbicara ngawur. Pada siapa? Pada mereka yang pernah melukis senyum pada sepetak duniaku. 

Angin berhembus, menerbangkan serpihan-serpihan mimpi itu. Menuntunnya pergi dan membiarkan aku sendiri untuk berpikir, lalu menikmati jalan baru untuk sebuah arah yang belum pernah kujamah.

Related Posts:

FIKSIMINIKU : ALASAN


Tuhan maaf kadang aku tak pandai untuk bersyukur. Aku terlalu terlena dengan apa yang di namakan gemerlap dunia. Aku menjadi tuli tiap kali suara panggilanMu memanggil-manggil semua hambaMu untuk melakukan kewajiban mereka. Aku menjadi buta tiap kali ku lihat saudara seimanku sedang kesusahan. Aku jadi bisu tiap kali di ajak teman membaca KitabMu. Lalu mana bukti cintaku padaMu ?

Kenapa semenjak di tempat ini, tempatku menimba ilmu, pemikiranku jadi beda. Yang Ku berikan padaNya hanyalah sisa-sisa waktu dan tenagaku dalam setiap 5 waktuMu. MasyaAllah, inikah bukti cintaku ? Ya Allah akupun tak ingin seperti ini, tetapi aku kesal aku benci mereka yang menghujatku mengikuti aliran sesat. Padahal mereka tak tau alasan utamaku memanjangkan kerudungku, ku belajar tinggalkan celana,ku hindari pakaian ketat. Mereka tidak menanyakan itu, mereka hanya menghujatku.

" Nda kamu ikut indah ya, apa aliranmu sama seperti indah sekarang ? kan dulu kamu dekat dengan indah."

Selalu seperti itu, selalu. Apa lagi yang harus aku lakukan ? Aku tidak seperti dia, sungguh aku hanya terpanggil untuk memperbaiki apa yang masih kurang dari diriku. Hanya itu. Sering kali hati ini iri melihat muslimah-muslimah yang panjang kerudungnya, bajunya tak ketat seolah itu menjaga diri mereka, melindungi diri mereka dan aku sangat iri akan itu. Aku sering berkaca , apakah cukup sampai seperti ini kerudung cukup sekedar menutupi dan memakai celana ketat. Sangat menyesakkan rasanya di hati ketika aku merasa aku terlambat menyadari ini semua. Namun orang itu menguatkanku, dia yang selalu jadi inspirasiku, jadi tempatku berkaca. Dia adalah kakakku.

Kakakku pernah berkata, "Nda aku menjaga diriku, menahan diriku, berusaha melakukan hal-hal baik agar bisa kamu jadikan contoh, aku gak habis fikir kalau kamu melakukan hal yang tidak baik kamu mencontoh siapa, apakah berarti aku gagal menjadi seorang kakak karena tak berhasil mendidik, menjaga adiknya?." Aku hanya bias terdiam waktu itu. Sakit sekali rasanya hatiku. Aku tak menyadari itu. Aku tak menyadari kakak melakukan hal sebesar itu karena sebelum ini aku tak sedekat sekarang dengannya. Dulu aku berbangga-bangga ketika aku menjadi orang yang pertama kali menggunakan hijab dalam keluargaku, ternyata sombongku menutupi hatiku. Aku tak mencari lagi, tak memperbaiki lagi kekurangan diriku, aku tak mengumpuli orang-orang sholehah, aku menutup mata dari kenyataan bahwa yang ku kenakan masih kurang. Hijabku tak menutupi dadaku, pakaian yang ku pakai masih ketat, akupun masih memakai celana jeans ketat, sungguh sangat tak pantas.

Aku masih dalam keadaan itu untuk beberapa waktu yang lama. Sampai suatu saat ketika aku dan kakak akan menghadiri acara bedah buku, waktu itu pertama kali aku berpenampilan sedemian tertutupnya dan kakakpun bilang, "Nda kamu cantik sekali. Pantas kamu seperti itu nda. Gak usah pedulikan apa kata orang kalau kamu memang nyaman dengan apa yang kamu pakai sekarang ya pakai aja. Orang yang menuju jalan kebaikan memang selalu banyak rintangannya nda, jadi kamu gak usah kaget seandainya nanti banyak yang mengkritik penampilan kamu sekarang. Ya nda, harus istiqomah , semangat". Ketika kakak berkata seperti itu, ku lihat dia tesenyum sangat indahnya, menggetarkan hatiku sekaligus membuat pilu hatiku.

Mungkin aku bisa saja mengatakan kepada mereka alasanku tetapi aku tidak tau mengapa tak kunjung aku lakukan. Rasanya percuma karena mereka tidak akan mengerti, mereka hanya akan menertawakan, mengatakan yang tidak-tidak di luar perkiraanku. Tapi lebih dari itu, alasanku yang paling kuat adalah aku ingin ini hanya di ketahui olehNya. Biarkan aku pendam, ku doakan saja yang terbaik untuk mereka. Oh ya Allah, seperti inikah yang Kau rasakan ketika hambaMu menertawakan sebuah kebaikan yang sesuai perintahMu, menganggapnya kuno, ketinggalan jaman dan sebagainya. MasyaAllah, yang baik justru di anggap kuno ,yang tidak baik di anggap menarik oleh mereka.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Related Posts:

Jika Sudah Ngantuk, Tidur Saja!

Jangan paksakan diri. Jika sudah ngantuk tidur saja. Ini point lain dari cara hidup ringan. Ya telah saya sebutkan di tulisan lainnya, bahwa saya mendapatkan inspirasi untuk membuat tulisan--dan kalau banyak mudah-mudahan menjadi buku--tentang cara hidup ringan. Dan tidak memaksakan diri, ini resep lain, supaya hidup terasa ringan.

Terkadang saya ingin menulis sebanyak-banyaknya. Malam gadang, dan menghabiskan waktu sampai pagi untuk menulis. Perasaan itu datang jam dua belas malam. Melihat jam sudah pukul dua puluh tiga lebih. Lama-lama, jadi pukul nol nol. Saat itulah, datang pikiran untuk menulis lagi judul tulisan baru, dan menggarapnya hingga pagi, namun badan, sudah terasa lemah, ngantuk dan minta dibaringkan. Nah, jika sudah begini, maka saya menasihati diri supaya tidur saja, tidak perlu memaksakan diri.

Lagi pula, memaksakan diri menulis dalam keadaan badan lelah pun tak ada gunanya. Sering saya paksakan diri menulis, terus menulis, dan menuliskan apa saja asal banyak, dan sudah bisa Anda tebak bagaimana hasilnya. Saat saya mengeditnya ulang, tulisan itu banyak sekali yang salah, dan banyak sekali bagiannya, yang terpaksa saya hapus, hingga yang tersisa dari tulisan itu cuma sedikit. Jadinya terbuang percuma. Waktu, pikiran, tenaga yang sudah saya curahkan jadi tersia-sia. Maka lucu jadinya, niat saya ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dengan tidak tidur karena tidur saya anggap buang-buang waktu, namun yang ada, malah sebaliknya, waktu dan tenaga itu bukan termanfaatkan, malah terbuang percuma.

Lebih lucunya lagi saya suka marah. Jika ngantuk datang, saya suka marah-marah. Mengeluhkan diri saya mengapa begini lemah. Mengapa tak bisa bertahan terus kerja saat ngantuk datang, Atau, mengapa ngantuk ini susah sekali saya hilangkan. Pernah waktu itu malam wisudaan, dan saya harus menyelesaikan menulis absensi mahasiswa yang demikian banyak, lengkap dengan judul skripsi mereka, karena lembaran itu akan dipakai pada keesokan harinya. Itu tengah malam, dan tentu saja saya lelah. Mata berkali-kali terkatup, dan kepala berkali-kali mengangguk. Tahukah Anda, waktu itu, tidak tahu malu, saya malah marah-marah, teriak-teriak, memukul meja, menendang kursi, padahal di gedung itu banyak orang. Sebenarnya, itu saya lakukan demi supaya, siapa tahu ngantuk ini hilang. Namun rupanya tidak.

Badan memerlukan istirahat. Sebagaimana pernah Nabi sabdakan kepada kepada Abdullah bin Amr bin Ash sewaktu sahabat yang satu ini, kelihatan oleh Nabi terlalu banjyak beribadah, selalu berpuasa, menghabiskan malam buat shalat, dan meninggalkan istrinya.

"Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak, bagi istri dan keluargamu ada hak, dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada haknya."

Saya seorang muslim dan, jika Anda sama dengan saya, maka Islam bukanlah agama yang meminta kepada umatnya supaya berbuat berlebihan. Islam adalah agamanya yang mengajarkan supaya bersikap pertengahan. Kerja keras sangat dihargai, namun, jika sampai merusaka kesehatan badan, itu sangat tidak dianjurkan. Kerja adalah ibadah, dan menjaga kesehatan badan adalah ibadah juga. Badan ini titipan dari Allah, dan menjaga titipan tentu ajan mengundang kasih sayang dari-Nya. Ketika kita jaga badan dan kesehatan kita, maka pemilik badan ini mudah-mudahan menjaga kita.

Hidup ringan adalah tidak memaksakan diri. Tidak memaksakan diri melakukan perbuatan yang diri sudah lemah, tidak bisa melakukannya. Seperti Anda yang mungkin cinta menulis atau membaca, atau menghafal untuk ulangan hari esok, namun Anda rasakan badan sudah lemah, sudahlah tidur saja. Maka nasihat "Masih ada hari esok" dalam hal ini sangat sesuai buat Anda. 

"Masih ada hari esok". Seketika saya teringat pengalaman saya beberapa hari lalu. Panen di sawah. Semua padi saya sabit bersama istri, dan menumpuk tangkai-tangkainya di sepanjang pematang. Sebagian lain di tengah sawah, sebab rencananya, sehabis menyabit itu, kami akan mengangkut dna mengumpulkannya di tempat teduh, untuk kemudian kami tanggalkan bulir-bulirnya dua hari kemudian. Maka pemandangan yang terjadi kemudian adalah, tangkai-tangkai padi yang sudah kami sabit itu berhamparan di seluas sawah, dan baru ada waktu bagi kami mengambilnya, setelah  waktu Ashar tiba. Tentu saja Ashar itu waktunya istirahat kerja. Semula, saya dan istri sepakat, untuk kerja hingga jam lima sore, namun lama-lama, badan lelah juga, dan teringat anak kami di rumah, yang ditinggalkan bersama bibinya. Kasihan dia bersama orang, pengasuhannya pasti alakadarnya, takkan sebaik seperti jika bersama ibunya. Maka, meski ingin pengangkutan padi selesai hari itu, meski khawatir bulirnya akan berjatuhkan di pematang karena dimalamkan, kami memutuskan berhenti saja. "Masih ada hari esok" begitu yang saya bisikkan ketika hasrat ingin meneruskan kerja berbisik-bisik di dalam kepala.

Related Posts:

Fiksiminiku : Bunglon

"Assalamu'alaikum. Nisa pulang."

Gadis kecil itu melangkah masuk ke dalam rumah. Menyalami Bundanya yang tengah asyik mengobrol di ruang tamu.

"Wa'alaikum salam. Ayo, salaman dulu sama Tante Leli."

Takut-takut Nisa menjulurkan tangannya. Tante Leli tersenyum.

"Baru pulang dari ngaji ya?" tanya Tante Leli ramah. Nisa Mengangguk.

Tante Leli seperti Bunda Nisa. Mengenakan baju panjang dan kerudung. Cantik. Tapi bagi Nisa, Bundanya lebih cantik.

Satu hari kemudian ...

"Assalamu'alaikum."

Nisa masuk ke dalam rumah dan menyalami Bundanya seperti biasa. Juga seorang perempuan yang duduk di samping Bundanya. Perempuan itu tersenyum pada Nisa.

"Hallo, Nisa."

Nisa bingung. Kok Tante itu kenal dan tahu nama Nisa.

"Tante siapa?" tanya Nisa, penasaran.

"Ini Tante Leli. Bukannya kemarin Nisa sudah kenalan?" jawab Bunda.

"Tante Leli? Kok beda?" tanya Nisa lagi.

"Beda bagaimana, Sayang?"

"Kemarin Tante Leli pake kerudung, sekarang nggak. Kayak bunglon. Em, coba Nisa tebak. Pasti besok Tante Leli pake kerudung, terus besoknya nggak pake kerudung. Iya kan, Tante?"

Muka Tante Leli merah dadu. Malu.



Kudus, 20 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku : Itu Ibu

Kerlip bintang membuatnya termangu, terpesona. Bulan tersenyum indah, membuat suasana malam seharusnya menyenangkan.

"Itu Ibu kan, Kak?"

Kakak yang usianya terpaut tak lama itu termenung sejanak, lalu ... "yang mana?" tanyanya dengan mata berkaca.

Ia tersenyum. senyuman yang membuat goresan di hati kakaknya terasa nyeri. "Itu, Kak. Di barat, yang paling terang itu lho ...," tunjuknya.

Sang kakak memandang pilu. Ia termanung kembali.

"Bener kan, Kak?  Itu Ibu kan? Dulu ... Ibu pernah cerita ...," Ia bercerita, matanya mulai berkaca. "Katanya, walau Ayah tak ada, walau Ayah tak bersama kita, kita bisa tetap memandangnya," lanjutnya pelan, hampir terbata.

Sang kakak tersenyum, pilu. "Ya ... itu Ibu. Benar, itu Ibu." Matanya telah berair. "Dan itu  ... Ayah," lanjutnya terbata, seraya menunjuk bintang yang paling terang di langit malam.

by : Nahayuka (Demak, 20 Desember 2014)

Related Posts:

Fiksimini : Berat Timbangan

“Anak-anak, kalian tahu tidak siapa saja orang-orang yang akan masuk Surga?” Tanya pak ustad dengan semangat membara.

“Tahu, pak ustad..” gema anak-anak dengan semangat empat lima. Usut punya usut, sang ustad, habis memberi iming-iming Surga. Menceritakan keindahan di dalamnya. Beberapa anak malah membuka bukunya. Berebut menjawab pertanyaan sang Ustad.

“Yang rajin shalat, Ustad..” Rani, bocah paling cungkring di antara mereka mengacungkan telunjuknya.

“Pinter, apa lagi, anak-anak?” Ustad senang karena merasa murid-muridnya sudah paham materi hari ini.

“Sedekah, membantu Ibu masak, de-el-el, ustad..” Kimmi tak mau kalah. Mereka musuh bebuyutan. Selain saling iri, badan mereka juga jauh beda. Kimmi gempal sedangkan Rani cungkring.

“Kimmi cerdas,, ayo siapa lagi?” kejar pak Ustad.

“Yang berat timbangan.. ustad..” kali ini anak yang lain menimpali dengan serentak.

“Aku duluan dong yang masuk Surga, kan Ustad?” Kimmi merasa senang. Kali ini dia mutlak menang dari Rani.. matanya berkaca terharu..

Dan ustad pun hanya menelan ludah, “Eh..” 

Related Posts:

Fiksiminiku : Uang Lima Ratus yang Terakhir

Pukul sebelas siang, Mamat dan Panjul bertemu di lampu merah. Keduanya melangkah mantap menuju lampu merah yang ramai. Mobil dan motor saling berdesakan. Mengepulkan asap hitamnya di udara. Mamat dan Panjul sesekali terbatuk.

Kaki telanjang mereka menghampiri setiap mobil yang berhenti. Memulai pertunjukan. Mamat mendendangkan lagu dangdut sedang Panjul memainkan alat musiknya; papan kayu dengan hiasan tutup botol yang mengeluarkan suara gemericik.

Pengemudi mobil menyodorkan kepingan uang lima ratusan padanya. Mamat membungkuk, mengucapkan terima kasih kemudian pergi. Begitu terus.

Panjul mulai gelisah karena melihat lampu yang akan segera hijau. Tapi Mamat masih asyik bernyanyi.

Uang lima ratusan terakhirnya muncul dari balik kaca mobil. Sayang. Mamat terlambat menangkapnya. Uang itu menggelinding diantara puluhan kendaraan yang melaju. Mamat berusaha mengambilnya.

"Nggak usah diambil, Mat!" teriak Panjul dari tepi jalan. Mamat bergeming. Dia harus mendapatkannya. baginya, uang lima ratus itu sangatlah berharga.

Hap!

Mamat berhasil. Namun naas. Sebuah mobil box menabraknya. Mamat terlempar jauh sambil menggenggam uang lima ratus itu.



Kudus, 19 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku : Nasi yang Tertukar

"Mak, Mamat pengen makan ayam." Mamat merengek. Emak hanya menghela napas berat.

"Mak? Mamat bosen lauk tempe terus," keluh Mamat lagi.

"Emak belum punya uang, Mat. Nanti, kalau Emak punya uang ya."

Dengan wajah kesal, Mamat berjalan ke warung makan pinggir jalan. Memesan dua bungkus nasi putih plus dua potong tempe goreng.

Pemilik warung meminta Mamat menunggu. Beliau sedang sibuk membungkus pesanan. Sepuluh bungkus nasi putih plus ayam goreng. Mamat melihatnya tanpa berkedip. Hampir saja air liurnya menetes.

"Ini pesananmu." Suara pemilik warung menyadarkan Mamat. Setelah memberikan uang, Mamat pulang.

Malas Mamat membuka menu makan siangnya. Seketika Mamat terkejut. Di depannya itu nasi plus ayam goreng yang tadi dilihatnya. Mamat bersiap melahap ayam gorengnya sampai ...

"Lho, itu makanan siapa, Mat? Cepat kembalikan." Emak heran melihat makanan Mamat yang tidak seperti biasanya.

Mamat membungkus kembali nasi itu dengan wajah cemberut. Kembali ke warung untuk menyerahkan bungkusan nasi itu.

"Bu, nasinya tertukar."



Kudus, 19 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku : Kotak Harta Karun

Siang yang terik. Mamat dan Emaknya terus berjalan melewati toko-toko yang berjajar rapi di tepi jalan.

Mamat dan Emaknya melangkah ke sebuah toko baju. Mereka bukan ingin membeli baju karena memang mereka tidak punya uang untuk itu. Mereka hanya ingin mencari rezeki di sana. Membongkar isi tong sampah, di pojokan pintu masuk.

Mamat dengan cekatan menyibak isi tong sampah. Beberapa pengunjung melihatnya dengan pandangan jijik.

Membongkar tong sampah dengan tangan kosong?

Mungkin itu yang ada di benak para pengunjung saat melihat Mamat yang terlihat asyik mengobrak-abrik tong sampah. Di mata Mamat, tong sampah itu adalah kotak harta karun.

"Masukan ke sini, Mat," perintah Emak Mamat. Menyerahkan karung padanya.

"Iya, Mak."

Mamat memasukkan barang-barang temuannya itu. Setelah selesai, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Ada banyak kotak harta karun yang harus dibongkar Mamat hari ini.

"Asyik! Berarti hari ini kita bisa makan dengan lauk kan, Mak?!" seru Mamat gembira.

Emak Mamat mengangguk.



Kudus, 19 Desember 2014

Related Posts:

Fiksiminiku: 19 Desember

Tiada angin, pagi ini, kebun di samping rumah tenang. Dedaunannya tidak bergoyang. Entahlah semua sedang apa. Apa mungkin, sedang bengong mengingat peristiwa hari ini, 19 Desember, di masa lalu, tahun 1948, dalam sejarah negeri ini: Indonesia. Amir Syarifudin Harahap, dihukum mati.

Dihukum mati. Sekali lagi, dihukum mati.

Oleh tentara.

Pak Amir ditembak tempurung kepalanya.

Atas kesalahan apa?

Di depan meja, saya tertegun. Mulai membaca ini dari grup curcol.com. Datang dari admin, yang biasanya nyeleneh, Richie Permana Ardiansyah, namun kali ini serius. Dan saya, tersulut semangat, buat kembali membaca sejarah.

Oh, Pak Amir rupanya terlibat pemberontakan PKI Madiun.


Pembahasan:

Pembaca sekalian...
Hehe, padahal belum tentu tulisan ini ada yang mau baca. Ini berandai-andai saja. Andai tulisan ini ada yang baca. Sebenarnya, inginnya setiap tulisan, ingin saya bahasa panjang lebar isinya. Fiksimini yang Anda kirimkan, inginnya saya bahas panjang, hingga mencapai ribuan kata, kalau biasa. Ini menyangkut ketentuan blogger yang membuat aturan, tulisan setiap postingan itu, seharusnya lebih dari tujuh ratus kata. Katanya, entahlah, saya tidak tahu aturan sebenarnya.

Ok, mari kita bicarakan. Fiksimini di atas, saya membiacakan Amir Syarifudin. Siapakah sebenarnya dia? Mengapa dihukum mati? Katanya terlibat pemberontakan PKI Madiun,bagaimana ceritanya?

Lahir di Medan, Sumatera Utara. Dari keluarga Batak, 27 April 1907. 

Setelah besar, sang kakak, yang saya lupa lagi namanya--mengajak dia ke Leiden, untuk belajar di sana. Di Leiden, Amir tinggal di sebuah rumah, yang pemiliknya, Dirk Smink, seorang guru Agama Kristen beraliran Calvinis. Orang inilah, yang mendorong Amir Syarifudin masuk Perhimpunan Siswa Gymnasium Haarlem. Dia banyak melibatkan dirinya dalam diskusi orang Kristen tentang keimanan, dan hal ini membuatnya tertarik untuk meninggalkan agama orang tuanya, Islam. Hanya setahu dia bertahan di Leinden. Pulang ke Indonesia, Amir menyatakan dirinya siap dibaptis sebagai Kristen taat. 

Di Indonesia, kegemarannnya diskusi tentang Kristen dilanjutkan. Bahkan tak tanggung-tanggung, dia mendirikan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Tahun 1927 dia masuk sekolah hukum, dan saat itu, kecintaannya berorganisasi sangat tinggi, meskipun saat itu, negeri sedang genting. Berbagai perkumpulan pelajar ada di bawah pengawasan Pemerintah Belanda. 

Keahliannya berpidato, dan kefasihannya bicara membuat dia mudah dikenal. Di sinilah, persahabatannya dengan Sutan Syahrir dan kaum sosialis terbangun. Tahun 1928, menjadi puncak karir Amir Syarifuddin dengan ikutnya dia pada kongres pemuda II, yang terkenal dengan Sumpah Pemuda. 

Tahun 1930, pandangan Syahrir semakin kekiri-kirian. Semangatnya menentang kaum kolonialis bersumber dari semangatnya menegakkan paham sosialis. Dia juga memasuki Partai Indonesia (PARTINDO) yang didirikan Soekarno yang bercirikan nasionalis radikal. Dalam partai itu, dia memegang jabatan di bidang pendidikan, namun minatnya semakin berkurang. Di PARTINDO Amir tak bisa lama.Amir keluar dan bergabung dengan organisasi yang membuatnya lebih bergairah, yaitu PKI, pimpinan Muso Alimin. Di sinilah, Amir kembali dibaptis, untuk menjadi kader PKI bawah tanah yang militan.

Itulah sebabnya, saat terjadi pemberontakan PKI Madiun, Amir dinyatakan terlibat. 

Tanggal 29 November 1948, Amir Syarifuddin ditangkap. Saat itu rambutnya gondrong dan jenggotnya sangat panjang. Kecamatanya masih bagus. Dia dan kelima kawannya kemduian diserahkan kepada Jenderal Gatot Subroto, kemudian dibawa ke Kudus, kemudian ke Solo. Gatot Subroto sempat menyuguhi mereka kopi, kemudian membawanya ke dalam penjara. Nasution pun sempat menemui mereka, dan saat itu Amir duduk di lantai dan hanya mengenakan celana dalam.

Tanggal 5 Desember, Amir dibawa ke Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Saat itu, ribuan masyarakat menunggu, sangat penasaran kepadanya, dan wartawan, dibolehkan mewawancara. Namun Amir memilih diam, dan sibuk membaca buku kaerya Shakespeare. Akhirnya kembali dibawa ke penjara Fort Vredeburg. Dalam penjara itu pun, Amir masih menyibukkan dirinya dengan membaca. 

Dan inilah, hari terakhirnya, 19 Desember 1948, Amir dan kawan-kawannya dibawa ke Desa Ngalihan, Solo, dan dieksekusi mati di sana. Sebelum ditembak, mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya. Usai menyanyi, Amir berseru, "BERSATULAH KAUM BURUH SEDUNIA, AKU MATI UNTUKMU..".

Related Posts:

Mengapa Saya Rela Berpanas-Panasan di Sawah?

Mengapa saya rela berpanas-panasan di sawah?

Satu alasannya, karena terkadang, saya mendapatkan tugas cereamah. Mengisi pengajian ibu-ibu, atau pengajian pemuda. Dan audiens saya, kebanyakan orang desa. Tentu saja kepada orang desa, harus berbicara dengan bahasa orang desa. Dengan konteks kedesaan. Dan desa, identik dengan pertanian. Di depan mereka, saya harus banyak berbicara tentang pertanian, kerja keras, dan giat.

Dakwah kepada masyarakat, harus dengan bahasa mereka. Maka cerita-ceritanya, ibarat-ibaratnya, sangat baik jika diambil dari apa yang biasa mereka temukan dari keseharian mereka. Berbicara kepada petani, tentu harus banyak memakai bahasa pertanian. Quantum Learning mengajarkan, satu kunci kreatif adalah, melihat apa yang orang lain lihat namun memikirkan apa yang orang lain tidak pikirkan. Nah, jika saya melihat sawah, lumpur, pematang, padi, rumput, burung, sebagaimana para petani melihat semua itu, namun memikirkan, sesuatu yang tidak dipikirkan oleh mereka, kemudian menyajikannya ke dalam ceramah, tentu saja ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. 

Oh, jadi tujuannya karena ceramah ingin disukai hadirin?

Bisa dibilang begitu. Namun, tak berhenti sebatas ingin disuka. Melainkan, ingin disuka supaya isi ceramah saya sampai kepada mereka. Menyusahkan orang lain itu akhlaq tercela, bahkan kalau tak salah, ini bagian dari larangan agama. Jika saya ceramah susukanya, tanpa berpikir pendengar suka atau tidak, hingga akibatnya, mereka jadi tersiksa, terkantuk-kantuk, duduk pegal, pening dan bosan, saya pikir, menyusahkan orang lain itu namanya dosa. Sebaliknya, jika saya siapkan ceramah saya, dengan bahasa sebaik-baiknya, bahasaya yang mudah dimengerti oleh mereka, diselipi seni, cerita dan berbagai kiasan bahasa, kemudian saat saya sampaikan membuat senang siapa yang mendengarnya, dan karenanya mau menerima nasihat saya, kiranya semua usaha itu bagian dari kebaikan juga.

Kembali ke benang merah, penting buat saya kerja sebagaimana mereka. Saya harus tahu bagaimana capenya kerja. Saya harus tahu, bagaimana rasanya kotor lumpur, bagaimana rasanya gatal-gatal. 

Bagaimana saya mau mengajarkan kerja keras, jika saya sendiri bukan pekerja keras
Bagaimana saya mengajarkan semangat bertani, jika saya sendiri bukan petani.
Bagaimana saya mengajarkan semangat kerja, jika saya sendiri malas kerja

Saya ingin para pemuda mengerti, kerja itu indah, sawah itu indah, berkotor-kotor itu indah. Saya pun ingin mereka mengerti, kerja bisa membuat mereka lebih sehat. Dan saya pun ingin mereka mengerti, bahwa, berpanas-panasan di sawah, biar sampai wajah menghitam, ini lebih baik bagi seorang pria, lebih keren dan gagah. Sebagai buktinya, ini saya badan sampai menghitam pun tidak mengapa.

Related Posts:

Sibuk di Sawah

Beberapa hari tidak online, banyak orang bertanya. Ke mana saja saya?
Sibuk di sawah, itu jawaban singkatnya.
Mulanya, saat saya duduk di kantor, biasa sedang online, handphone berbunyi. Istri dari kampung:

"Aa, tadi siang saya ke sawah, mengusir burung. Banyak sekali, cape rasanya. Sedangkan di rumah, anak tidak terurus, saya titipkan kepada bibinya. Kata para tetangga, anak kita nangis terus. Kasihan. Kalau bisa, Aa pulang saja!"

"Pulang bagaimana, saya kan di sini kerja. Lagi pula, saya punya domba yang harus saya urus." 

Pemirsa, ya beginilah saya. Sehari-hari di kantor, menyelesaikan tugas administrasi. Keuangan dan administrasi sekolah, dan di samping itu, buat hiburan, saya pun memelihara domba. Namun sekarang, istri minta saya pulang ke rumah, menunggui sawah.

"Pulang saja pagi, menunggui sawah, dan sorenya, berangkat lagi ke sana. Rumput biar nyabit dari sini saja."

Sejenak saya terdiam. Itu sangat melelahkan. Namun bagaimana, kasihan sawah. Beberapa hari kemarin saya lihat, memang kasihan sawah. Padi-padi yang mulai berisi itu nyaris tinggal sapunya. Dimakan burung. Entah kenapa, sudah dua musim ini populasi burung pipit meningkat. Dan orang-orang, sibuk menunggui padi di sawah, mereka sibuk mengusir burung. Jika sawah saya sendiri tidak ditungui, itu menyedihkan sekali. Sementara nanti orang lain Panen, dapat hasil banyak, sawah saya sendiri gagal, habis dicuri burung. Maka, inilah jawaban saya akhirnya:

"Ya ok!" dengan lesu.

Lesu karena, saya akan bergulat dengan kelelahan yang bukan lumayan. Pagi, harus melawan dingin. Dari kantor ke rumah, pulang, dan itu bukan jarak dekat. Jauh, melewati beberapa kecamatan, jalan membelah hutan, beberapa jembatan, sungai, lalu naik mendaki pegunungan. Dan sore, harus berangkat lagi, dan sore, biasanya sedang lebat-lebatnya turun hujan.

Paginya, saya pulang. Dini hari. Subuh di jalan. Maksud saya, subuh di mesjid yang saya singgahi di perjalanan. Sampai ke kampung hari mulai remang, dan di rumah, istri langsung menyiapkan makanan. Si Nanai anak saya, yang umurnya masih 3 tahun kurang, ribut lari sana-sini, gembira melihat saya datang. Dia menyambut di pintu, saya ke dalam ikut ke dalam, saya ke kamar ikut ke kamar. Dan ketika saya hendak ke sawah, dia mau ikut juga. Tentu saja tak bisa. Masih terlalu kecil. Si Nanai pun menangis, menjerit-jerit. Tidak tahu kenapa, dia lekat sekali dengan saya. Setiap kali pulang, ke mana saja saya pergi, ke kamar mandi, ke pasar, ke mana saja, seperti kini ke sawah, dia mau ikut juga.

Sawah saya bertangga-tangga. Maka mengusir burung, harus turun naik. Dari petakan atas ke petakan bawah. Dari petakan bawah ke petakan atas. Lari ke petakan atas, burung pindah ke petakan bawah. Lari ke petakan bawah, burung pindah ke petakan atas. Kadang iri sama burung-burung itu. Mereka mempunyai sayap, sedangkan saya tidak.

(Bersambung)

Related Posts:

Fiksiminiku: Kabar Gembira

Senyum tersungging di bibirnya yang merekah menambah kesan ayu wajahnya. Kabar itu seolah menjadi magnet yang mampu menarik dan membuat garis lengkung pada bibir perempuan berambut ikal itu.
"Julia, minggu ini aku akan dibebaskan? Benarkah? Pengacara kita sudah memberi tahu?" selidik Dewi.
Julia mengangguk melihat ekspresi kakaknya.
"Makanya, Kak Dewi jangan buat ulah ya selama satu minggu ini di dalam penjara."
"Ya, aku sudah tidak betah di sini. Sempit, gerah, banyak nyamuk, dan banyak lagi hal menyedihkan."
Kedatangan Julia mampu mengobati kepedihan serta kesengsaraannya selama enam bulan diinterogasi polisi.
Mengapa tidak dari kemarin-kemarin ya Julia membawa pengacara, aku kan bisa bebas lebih awal, batinnya sambil tersenyum.
"Aku pamit pulang ya Kak, ingat, jangan buat ulah!"
"Ya, ya, pasti!

Related Posts:

Fiksiminiku: Mengapa Menangis

Tubuh itu terpental kemudian membentur aspal. Darah keluar mengucur dengan derasnya. Semakin menggelepar.Motor yang menabrak langsung tancap gas. Sejenak motorku berhenti takut jikalau tubuhnya kembali bergerak. Orang-orang hanya melihat tak ada seorangpun mau menolong dan mengangkatnya. Secuek itukah manusia sekarang? Aku masih berhenti dan terdiam tak berani maju dan mengambil tindakan apapun seperti yang orang-orang lakukan karena kulihat mobil dari arah berlawanan melaju dengan kencang dan menabraknya kembali. Aku menjerit dan menangis.
"Kenapa menangis, Nak?" Seseorang menepuk pundakku.
"Itu ayammu yang ditabrak?"
"Bukan,Pak, tapi lihat bajuku! Hari ini, hari pertama aku kerja, haruskah dengan baju seperti ini?"
Orang tersebut tersenyum melihat bajuku penuh muncratan darah segar.
"Ya, bicara jujur aja nanti. Pasti bosnya mau mengerti."
Aku mengangguk dan berhenti menangis.

Related Posts:

Inspirasi Hidup Ringan

Sekarang, saya berbincang tentang hidup ringan.

Hidup ringan adalah hidup tanpa beban. Jika ingin hidup ringan, saya harus membuang berbagai beban.

Semua orang ingin ringan.

Gadget yang bagus adalah gadget yang ringan. Lenkap tapi ringan. Semula orang memilih tablet, namun kemudian ada adroid, maka mereka memilih android. Seorang teman saya ingin menjual tablet miliknya dan ingin menggantinya dengan android. Alasanya, android lebih ringan. 

Saya baru saja membaca buku yang membongkar rahasia kesuksesan perusahaan Google, situs paling banyak dikunjungi di dunia, dan menjari rangking satu versi alexa, ini karena google berusaha memberikan keringanan kepada pengguna dan tidak membuat mereka berat. Google menyederhanakan tampilannya. Hanya sebuah kolom tempat orang melakukan pencarian, tidak memberikan penampilan terlalu mewah. Google hanya memberikan tampilan seperlunya. Mengapa? supaya pengunjung menjadi ringan.

Seketika terigat kepada si Kakek dalam film Up. Namanya kakek Frederick. Waktu rumah terbangnya sampai ke daerah air terjun surga, Si Kakek butuh rumahnya terbang lagi untuk menolong Si Russel. Namun sudah tak bisa, karena beban rumah sudah lebih berat dari balon yang tadi menerbangkannya. Tadinya daya angkat balon itu masih kuat, namun sekarang, daya angkat gas helium di dalamnya semakin berkurang, dan banyak dari balon itu yang sudah pecah. Namun seketika, Si Kakek mendapatkan ide cemerlang. Dan idenya itu segera dia jalankan. Dia mendapatkan ide untuk membuang segala barang-barang di rumahnya. Dari mulai foto-foto mendiang istri tersayangnya, kursi tempat dia duduk bersama, lemari, meja rias, dan segala hal, termasuk buku petualangan yang sangat dia keramatkan bersama istrinya, dia buang. Semua isi rumah dia buang, dan tiba-tiba, rumahnya menjadi ringan, dan karenanya, rumah itu kembali bisa terbang. Si Kakek membuang segala masa lalunya, dan fokus kepada kekinian. Istrinya adalah masa lalu, dan karena itu, barang-barangnya adalah masa lalu. Sekarang adalah masa tua, maka kehidupanya adalah tongkat. Maka dia hanya membutuhkan tongkat. Teman hidupnya adalah si Russel, pramuka kecil yang sangat butuh mendapatkan tanda di selendang pramukanya dengan cara menolong. Maka tugas si kakek sekarang, adalah menolong si Russel untuk menolong.  Menurut saya, film ini inspirasi tentang bagaimana hidup ringan. Sudah beberapa kali saya menontonnya, dan tidak pernah bosan. Saya putar film ini di depan anak saya, sambil menceritakannya, dan saya putar juga di depan para siswa, dan mereka suka. Dan sekarang, saya pun kembali menceritakannya di depan Anda. Itu karena saya ingin, anak saya, siswa saya, dan bahkan Anda, mendapatkan inspirasi bagus dari film ini, antara lain, inspirasi tentang bagaimana supaya bisa hidup ringan.

Apa saja yang bisa menjadi beban?

Dunia adalah beban.
Keinginan dipuji adalah beban.
Kesombongan adalah beban
Berbagai buruk sangka adalah beban
Kenangan buruk seseorang
Keinginan dihargai
Segala keinginan
Dendam
Cinta dunia
Keraguan
Terlalu banyak rencana
Terlalu banyak keinginan
Terlalu banyak pikiran adalah beban. Beban ini membuat saya tidak fokus kepada apa yang sedang saya kerjakan sekarang. Beban ini menghambat saya dari hidup mengalir lancar.

Dengan membuang semua itu maka hidup akan ringan.

Perjalanan ini sangatlah jauh, kita butuh ringan dalam melangkah, dan karena itu harus mengurangi beban.

Ada lagi yang bisa membuat hidup ringan
Yaitu rasa berserah kepada Allah
Rasa tawakkal kepada Allah

Ini baru draft kasar saja dan belum saya terangkan secara mendalam. Sekedar berbagi inspirasi dengan Anda siapa tahu Anda punya ide tambahan untuk perbincangan yang ingin saya ketengahkan.

Related Posts:

Kenapa?

Tak perlu kau bersembunyi. Aku bisa melihatmu dengan jelas. Tiang bangunan itu tidak bisa menyembunyikan bayangan tubuhmu dari penglihatanku. Dan satu lagi. Aku juga tahu kalau kau membenciku. Mungkin amat sangat sekali membenciku.

Jika kau izinkan, aku ingin bertanya satu hal. Pertanyaan sederhana saja.

Kenapa kau membenciku? Apakah aku pernah berbuat salah padamu? Atau tanpa sadar kalimatku menyakitimu?

Tapi kan kita belum pernah berbincang. Menyapamu saja aku tidak pernah, lalu bagaimana bisa kau benci padaku?
Bukan aku tidak mau berbincang denganmu. Tapi kau menghindar di detik pertama saat mata kita bertaut.

Aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa kau membenciku?

Sebenarnya, aku tipikal orang yang cuek dan masa bodoh dengan orang lain. Aku lebih senang menghabiskan waktu sendiri. Mengembara dalam duniaku sendiri. Aku tidak pernah peduli dengan orang-orang di sekitarku. Bagiku, mereka hanyalah patung berjalan.

Tapi saat bertemu denganmu semua terasa lain. Aku tidak bisa lagi acuh apalagi berpura-pura tidak melihatmu. Ada sesuatu yang membuatku ingin mendekatimu. Meninggalkan duniaku yang nyaman. Tapi tidak kusangka, kau justru menghindariku bahkan sangat membenciku. Aku jadi sangat penasaran.

Jika kau izinkan, aku ingin bertanya. Kenapa kau membenciku? Jawablah.

Aku kesal dan sebal jika melihat raut wajahmu seperti itu. Diam, melihatku sekilas dan mendesah pelan. Kenapa? Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?

Tolonglah, jangan buat aku merasa sangat bersalah seperti ini. Bagaimana aku tahu salahku jika kau diam dan menghindariku.

Kau tahu, kau sempurna mengalihkan duniaku. Membuatku pusing sepuluh keliling karena tingkah anehmu itu.

Aku sadar, aku hanyalah manusia biasa. Aku bukan malaikat yang suci, yang tidak punya dosa. Aku juga bukan iblis yang menakutkan.
Aku kombinasi keduanya. Sifat malaikat dan iblis menyatu dalam tubuhku. Dan ... Hm, bahkan saat ini mungkin aku sedang melakukan dosa lagi.

Tolong, jangan acuhkan aku. Jangan abaikan aku. Aku hanya  butuh penjelasan. Setelah itu terserah kau. Kau ingin menjauh. Kau tidak mau melihatku lagi. Terserah. Aku tidak akan menganggumu lagi.

Hufffh, aku merasa lega sekarang karena akhirnya kau mau berbicara padaku. Aku tahu kau masih takut. Aku dapat merasakannya. Tapi tidak apa. Ini sudah lebih dari cukup.

Aku hanya bisa tertawa saat kau menjelaskan semuanya. Alasan kenapa kau menjauhi dan membenciku. Perutku sampai sakit karena tawa yang tak sanggup kutahan.

"Jadi, kau takut dengan rambut gondrongku?" tanyaku, menahan tawa.

Kau hanya mengangguk dengan tertunduk.

Ya, mungkin memang sudah waktunya kupangkas habis rambut yang menutupi hampir sebagian wajahku. Rambut yang selama bertahun-tahun kubiarkan memanjang.

Selama ini aku selalu cuek, toh tidak ada seorang pun yang berkomentar tentang penampilanku. Tapi kau. Ya kau. Dengan kepolosanmu kau mengatakan, kau takut padaku karena benda di atas kepalaku ini. Rambutku!

"Baiklah, besok akan potong rambut."

Kau mendongak. Menatapku dengan penuh sesal.

Aku balas menatapmu. Bukankah itu yang kau inginkan? Tanyaku lewat tatapan mata.

"Eh ... Tidak perlu. Aku hanya butuh penyesuaian," jawabmu. Kembali menunduk.

Aku mengangkat sebelah alis. Orang aneh.

Kau takut melihat rambutku, aku bersedia memotong rambut, eh kau bilang tidak perlu. Katamu, kau hanya butuh penyesuaian saja. Maksudnya apa?

"Kau kehilangan sesuatu?" Kulihat kakimu saling bergesek dengan lantai.

Kau mendongak lagi. Menggeleng.

"Lalu kenapa menunduk seperti itu?"

"Tidak apa-apa."

Kau benar-benar orang teraneh yang pernah aku temui. Tapi jauh dilubuk hati, ada yang menarikku padamu. Meski kau aneh tapi aku suka. Mungkin karena aku juga aneh. Ya, dua orang aneh bersama. Entah bagaimana penilaian orang tentang kita.

Ups!

Kita? Kata itu terdengar indah sekali. Kau dan aku menyatu menjadi kita.

Bibirku tertarik ke belakang menciptakan sebuah senyum. Namun itu tidak lama. Aku gengsi dan takut kau melihatnya. Karena aku jelek ketika tersenyum. Tidak percaya? Terserah.

"Kau sering datang ke tempat ini?"

Berdua, kita berkeliling museum sekali lagi. Meja bundar besar yang memajang deretan bungkus rokok dari masa ke masa menyambut kedatangan kita. Kau mendekati meja bundar itu.

"Ya, ketika libur datang."

Aku mengangguk. Membenarkan jawabanmu. Setiap datang kemari pun aku selalu bertemu dengan bayanganmu yang berjalan seorang diri di dalam museum yang ramai. Aku ingat betul pertemuan pertama kita dulu.

Waktu itu, aku sedang mengambil foto tiga patung pekerja yang sedang menggiling rokok dan kau-mungkin tidak melihat keberadaanku-menabrakku yang fokus menjebret aksi tiga patung pekerja itu.

Aku sempat ingin marah sebenarnya. Kau mengganggu konsentrasiku. Tapi saat melihat mimik mukamu, aku justru terheran. Kau seolah melihat sesosok makhluk astral yang sangat menakutkan. Belum sempat kubertanya, kau berlari menjauhiku. Meninggalkan tanda tanya dalam hatiku.

"Rumahmu di mana?"

Tanpa dosa kutanyakan itu padamu. Dan sudah kuduga kau menatapku. Mungkin heran, karena kita baru saja kenal dan aku menanyakan rumahmu.

"Eh, kupikir rumahmu tidak terlalu jauh dari sini. Mengingat kau sangat rajin datang kemari. Iya kan?" sahutku lagi. Memutus curigamu.

Kita melangkah lagi. Sekarang memandangi tumpukan tembakau yang ditata apik di dalam etalase kaca.

"Rumahku berjarak dua rumah dari sini."

Aku hanya ber-o- ria. Tiba-tiba terbersit keinginan untuk berkunjung ke rumahmu.

Setelah satu jam lamanya berkeliling museum, sampailah di akhir kebersamaan kita. Kau tersenyum sekilas. Sedangkan aku, membatu di tempatku. Mengutuki waktu yang cepat sekali berlalu. Aku ingin lebih lama bersamamu.

Dengan sekali anggukan, kau pamit. Karena hari mulai senja. Atau mungkin kau khawatir orang tuamu mencari atau ... Kau ada janji dengan seseorang. Ah, entahlah. Aku hanya ingin kau tinggal. Menemaniku lebih lama lagi.

"Tunggu!"

Panggilanku menghentikan langkahmu.

"Eh, apakah kita akan bertemu lagi?"

Kau menjawab dengan tersenyum dan kuartikan senyum itu sebagai kata, "iya"

Bayangan tubuhmu perlahan mengecil dan menghilang. Meninggalkan aku yang masih membatu di pintu masuk museum yang mulai sepi. Aku merasakan ada yang hilang dalam hatiku. Aku merasa tidak lagi utuh.

Rindu. Sepertinya aku merindukanmu.

Aku tahu, kau akan menertawakan jika aku katakan itu padamu. Baru juga kenal kok sudah rindu. Tapi aku serius. Aku rindu padamu. Tingkahmu yang bersembunyi di balik tiang. Senyum kakumu. Ah, tidak sabar rasanya menanti hari esok. Tak sabar bertemu denganmu lagi.

Sampai bertemu lagi di pertemuan kita selanjutnya. Aku berjanji kau tak akan lagi takut melihatku. Aku akan berubah. Demi kau.


Kudus, 30 Oktober 2014

Related Posts:

Fiksiminiku: Dengan Sepotong Pensil

Air mata ini, hanya bisa tergenang di pelupuk mata, di malam yang tersiram hujan, untuk para pembantu rumah tangga di Medan, yang disiksa dengan keji, bahkan ada yang hingga meninggal dunia, dan atas semua itu, saya, Udin Parsudin, ingin sampaikan kepadamu, istriku, Oh Imi Supermi, supaya tetap di rumah, bersamaku, biar bagaimana keadaan kita, biar makan hanya dari bercocok tanam, biar padi satu musim cuma dapat lima puluh kilogram, biar lauknya hanya ikan dari selokan dan sayurnya cuma seledri, bawang daun, kangkung atau sesekali sup kentang, kita di rumah saja, tidak usah pergi ke kota ya Imi ya, kita rajut cinta bersama, membesarkan anak bersama, hingga kita tua dan tidak usah terpesona pergi ke kota hanya demi iming-iming dua-tiga juta, karena kita dengar dari TV tetangga, betapa mengerikannya kisah-kisah yang terjadi kepada para pembantu rumah tangga. Duh Imi, dengarlah...

Imi, di kertas bekas bungkus asinan ini, saya berpesan dengan tulisan yang, Kamu lihat sendiri, jelek sekali ditulis  dengan sepotong pensil patah bekas anak kita Si Sukro yang baru kelas 2 SD.

Related Posts:

Fiksimini : SESAL

Keakraban yang terjalin di dunia maya, telah menumbuhkan perasaan lain di hati masing-masing. Saling membutuhkan, saling merindukan. Tak ubahnya dua sejoli yang tak terpisahkan.
Di sela-sela obrolan, sesekali dia menyampaikan rasa kertertarikannya. Menurutnya, sikapku di dunia maya hangat, perhatian, juga penyayang. Sebuah ucapan yang hanya kuanggap sebagai angin lalu.
Dia laki-laki dewasa, berkepribadian menarik, humoris, tapi tegas dalam menentukan sikap. Dia sering memintaku untuk bertemu, namun selalu kutolak dengan alasan yang dibuat-buat.
Tak dipungkiri, kidung asmara mulai mengalun. Lembut menyentuh dan menggetarkan sukma. Kusimpan dan kusembunyikan di relung terdalam. Perkenalan di dunia maya, menyisakan perasaan was-was dan keraguan di hati.
"Kupikir kamu serius menanggapi keinginanku. Aku sangat berharap, kamu jadi pendamping hidupku kelak!"
Kekecewaan dan kemarahan atas ketidakpastianku dalam menentukan sikap, dia ekspresikan dengan meninggalkanku tanpa sepatah kata pun.

Related Posts:

Sepucuk Surat untuk Cintaku

 Dalam menjalani sebuah hubungan, rasa saling percaya itu sangatlah penting. Dengan rasa saling percaya itulah suatu hubungan akan awet, tidak kadaluarsa. Seperti halnya aku yang selalu percaya sepenuhnya padamu, Lelakiku. Tidak secuil pun aku meragukan cintamu kepadaku dan aku yakin kau pun sama percayanya padaku. Benar, kan?

Selamat pagi, Cinta. Apa kabarmu hari ini? Apakah semalam kau tidur nyenyak? Apakah kau memimpikan aku?

Lagi-lagi, aku berdialog dengan bayanganmu. Seolah aku sedang bersamamu. Menghabiskan sarapan di meja makan seperti pagi yang dulu telah kita lewati bersama.
Hari ini adalah hari ke lima puluh sejak kau pergi ke tanah rantau. Meninggalkan aku, cintamu di tanah kelahiranmu ini.
Kau tahu Cinta, setiap malamku terasa sangat menyesakkan. Sulit rasanya diriku untuk memejamkan mata walau hanya sekejap. Aku mengkhawatirkanmu, Cinta.
Apakah kau tidur nyenyak? Apakah kau kedinginan? Apakah kau baik-baik saja?
Aku hanya bisa menatap kosong langit malam yang bertabur bintang.
Kau ingat, dulu kita sering duduk berdua di teras rumah sederhana kita. Memandangi langit berbintang bersama. Bercerita tentang keluarga kecil kita. Entah kenapa aku merindukan saat-saat itu. Bersamamu, menyandarkan kepalaku pada bahu kekarmu. Yang kemudian kau memelukku, membuatku merasa sangat nyaman.
Aku selalu berdoa agar kau baik-baik saja di sana. Aku akan meminta pada  Tuhan untuk menjagamu dua puluh empat jam nonstop, Cinta. Meminta agar Dia menjaga setiap langkahmu yang menjejak di tanah orang. Aku akan menunggumu kembali, Cinta. Percayalah. Aku akan bertahan demi cintaku padamu. Demi mimpi indah kita.
Aku sempat meragukan kemampuanku sendiri. Aku sempat merasa pesimis dengan keadaan kita.
Apakah aku mampu bertahan? Dengan tenang kau menjawab, "Ini adalah ujian untuk kita, Sayang. Bertahanlah. Aku akan segera kembali padamu. Aku janji."
Kalimatmu bagaikan oase di tengah gurun pasir, begitu menyejukkanku. Ya, mungkin kau benar, Cinta. Mungkin ini adalah ujian untuk kita. Ujian untuk menguatkan anugerah rasa yang diizinkan Tuhan hadir di hati kita.
Baiklah, Cinta, aku akan bertahan dan aku minta bantulah aku agar aku bisa melewati ini semua. Tetaplah menasehatiku dengan kata-kata bijakmu. Tetaplah rajin menghubungiku agar rasa cemburu dan curiga tidak mengompori untuk memusuhimu. Aku yakin, bersamamu semua akan terasa lebih mudah.
Seperti kata pepatah, semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang berhembus. Aku mendapatkan kabar burung tentangmu, Cinta. Kabar yang sejujurnya tidak ingin aku dengar, tidak ingin aku tahu. Tapi ternyata rasa penasaranku jauh lebih besar dibandingkan rasa takutku.
Apakah kabar itu?
Katanya kau telah memiliki cinta yang lain di sana. Air mataku seketika tumpah mendengarnya. Tetesan air mata yang jatuh membawa serta rasa sakit yang hinggap di hati. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku seolah membenarkan kabar itu. Toh, tidak ada yang tahu pasti apa yang kau lakukan di sana. Apa yang kau kerjakan di sana.

Benarkah cintaku telah berpindah ke lain hati?

Perih rasanya aku membayangkan kemungkinan itu. Dan untuk pertama kalinya aku merasa cemburu. Rasa cemburu yang sempurna membakar seluruh raga dan hatiku. Dan itu semakin terasa perih saat aku tidak bisa menghubungimu untuk menanyakan kebenaran kabar itu. Dua hingga lima kali aku terus menghubungimu. Tapi yang menjawab bukan kau melainkan operator telpon bersuara khas itu. Kau ke mana, Cinta? Kenapa kau tidak menjawab telponku? Tidakkah kau tahu, aku dihinggapi rasa cemburu level lima belas.
Pagi, siang dan malam aku resah menanti penjelasanmu. Tapi penjelasan itu tak kunjung kau berikan dan aku memutuskan untuk berhenti berpikir buruk tentangmu dan juga tentang kabar burung itu. Aku pasrah karena aku merasa lelah curiga padamu. Aku mencoba mengikhlaskan semuanya pada Tuhan. Biarlah Dia yang menunjukkan jalan padaku, Cinta.
Saat menulis surat ini pun, air mataku berlinang karena rasa rinduku padamu. Juga karena kabar terkutuk itu yang semakin hari semakin mempersempit gerak langkahku.
Aku tetap berharap kau akan menjelaskan dan mengatakan bahwa kabar itu tidak benar. Bahwa kau tetap Lelaki yang dulu, yang selalu mencintaiku.

Dari aku yang merindumu,


Kudus, 09 Agustus 2014

Related Posts:

Fiksimini: Madu Penyubur

"Bagaimana kalau hasilnya besok saya dinyatakan mandul Mas???apakah kamu akan meninggalkanku dan mencari wanita lain yang bisa memberikanmu keturunan???"

"Tidurlah,besok kita akan membahasnya setelah hasilnya keluar"

Seminggu kemudian...

"Maaf bc...buat pasutri yang belum memiliki keturunan ...tersedia Madu Penyubur buat istri Rp130.000 dan Madu Penyubur buat suami Rp80.000,beli sepaket Rp200.000...Sudah banyak yang berhasil hamil...Buruan stok terbatas sisa 20 paket...yang minat ping me or call me 081241****** Nina..."

"Maafkan aku Nina"...

"Bisa bersamamu itu sudah lebih dari cukup Mas,walau tanpa kehadiran buah hati kita untuk selamanya"

Related Posts: