RAHASIA


Hujan, selalu menyeret saya kembali menyapa masa lalu. Hari ini tepat dua hari saya kembali menikmati empuknya kasur di kamar yang begitu saya rindukan. Masih sama dan tak ada yang berubah. Perabotan, buku-buku yang masih pada tempatnya tanpa bergeser sedikit pun, sprei kesayangan yang masih melekat di kasur tanpa bau dan noda sedikit pun. Dua tahun saya menghabiskan waktu di London, meninggalkan cerita yang harusnya berbuah manis. Tapi sayang, saya membuangnya demi jati diri. 

Kak Nisa, Kak Ira, dan Kak Mira kemarin begitu senang melihat saya pulang, apalagi Ayah dan Ibu. Mereka bahkan sampai menangis sembari memeluk saya erat. Banyak oleh-oleh yang saya bawa, terutama untuk keponakan-keponakan kecil saya. Mereka bahkan sudah pada antri sembari menengadahkan tangan, berharap saya memberikan sebuah mainan. Menyenangkan sekali bisa lihat senyum mereka lagi. 

Saya melangkah, mendekat ke meja lalu meraih sebuah bingkai foto. Lamat-lamat saya pandangi foto seorang lelaki yang terpajang di bingkai itu. Namanya Andra, ia tampan, gagah, dan begitu digandrungi banyak wanita. Hanya saja ia tidak menyukai apa yang telah ia dapatkan. Lelaki itu, tiga tahun lalu seharusnya sudah bertunangan atau mungkin menikah. Gadisnya bahkan begitu mencintainya, tapi ia memutuskannya. Bodoh!

Semua karena sebuah rahasia. Rahasia yang tak seorang pun tahu, termasuk keluarganya. Ia simpan gejolak itu begitu lama, bertahun-tahun. Kebohongan dan kepura-puraan ia jalani, hingga terkadang ia merasa tersiksa dan ingin mengakhiri semuanya. 

Hidup adalah pilihan. Terkadang untuk menentukan apa yang kita pilih, tak jarang batu besar pun seenaknya saja menggelinding lalu menghadang jalan kita. Tapi ia hanya ingin hidup selayaknya, bersama dengan jiwanya. Bukan seperti tinggal dalam jasad yang seharusnya tidak ia tempati. Dan ia pun tahu, bahwa Tuhan telah mengatur semua itu. 

Hujan sudah tak terlalu deras, saya mendekat ke jendela. Menyapa rintik gemericik hujan yang begitu sejuk. Memejamkan mata sejenak dan menghirup aroma khas alam. Menenangkan. 

"Ibu ikhlas asal kau bahagia. Kau tahu, tak ada yang lebih diinginkan seorang Ibu selain melihat anaknya bahagia. Kau tetap anugerah terindah dari Tuhan, untuk Ibu." Perkataan itulah yang menguatkan tekadnya untuk hengkang dari sesuatu yang dirasa bukan dunianya. Hari itu batinnya serasa lepas dari semua beban. 

Yah, lelaki itu adalah saya, tapi kini semuanya telah berubah. Sekarang saya terlihat begitu cantik dengan rambut panjang yang tergerai indah. Gaun seksi, sepatu high heels, make up selalu jadi teman setia saya ketika berjalan di atas catwalk. Mungkin orang-orang menganggap saya gila. Tapi ini hidup saya. Kebahagiaan, kenyamanan dan jati diri itulah yang saya cari. Kini kesemuanya telah saya dapatkan. Transgender, jalan itulah yang saya pilih.

Saya lelah berpura-pura gagah, menyukai wanita yang bahkan sebenarnya saya lebih nyaman menjadikan wanita itu sebagai seorang sahabat saja, dan bukan sebagai seorang yang saya cintai. Yah, walaupun saya sebelumnya pernah menjalin hubungan dengan gadis yang bernama Fara. Ia adalah sahabat kecil saya. Ia juga sangat mencintai saya, tapi saya justru mencincang hatinya. Tapi bagaimana pun saya sangat berterima kasih padanya karena telah mengajarkan saya tentang ketulusan cinta. Saya harap suatu saat ia bisa menerima semuanya dan mau bertemu dengan saya lagi. 

Saya juga sudah lelah, jika harus terus mencuri-curi waktu untuk memuaskan hasrat saya mengembara dan menjelajahi hal-hal yang berkaitan dengan wanita. Make up, pakaian wanita dan sebagainya. Bahkan sewaktu SMP saya pun pernah diam-diam memakai make up Ibu atau mencuri gaun cantik milik kakak-kakak saya. 

Saya sangat bersyukur memiliki keluarga yang begitu mengerti dan peduli dengan kebahagiaan saya. Memang awalnya mereka tak terima. Ibu bahkan begitu shock. Ayah malah hendak mengusir saya dari rumah. Tapi entah keajaiban apa yang telah terjadi hingga mereka bisa berubah lalu menerima keadaan saya. Sekarang saya hanya dapat berkata maaf karena telah membuat mereka yang saya sayangi kecewa. Dan perkenalkanlah,  inilah saya yang baru. Diandra, model cantik yang baru saja berkarir dengan bintang keberuntungannya. 

*****




  

Related Posts:

Carita Ba'ga

Pagi-pagi saya sudah tiba di kampus dengan harapan bisa tak telat lagi.
Tiba di kampus dengan bangga hati teman-temanku masih asyik berbincang di depan kelas ahh akhirnya bisa tak telat. Horee.

Ketua tingkat menghampiriku.
Menyapaku dengan lembut" good morning bez,"
"Morning kak, yee kak tidak telatma. Bisa datang lebih awal dari dosen. Ini rekor kan kak? "Begitu kataku dengan muka sangat gembira.
"Iya, ini rekormu. Tapi dosen mata kuliah pertama tak jadi masuk teman-teman sudah mau pulang mata kuliah kedua pindah jam nanti jam 2 masuk" jawabnya sambil terbahak-bahak menertawaiku.

Ahhh muka bamggaku kini berubah merah ingin marah,menangis,pengen berontak,ingin memaki tapi berhasil kutahan hasratku.

Aku duduk di depan kelas sejenak mengistratkan diri baru saja membalap si merah dari rumah ke kampus untuk tak telat ke kampus tapi.... Ahhhh

Seorang kawan menghampiriku,
"Bez ayo pulang, masuk kuliah nanti bentar jam 2 ini masih jam 8."
"Posoka, istrahatka dulu,mauka marah ini, kalau saya pulang tak akan kembali ke kampus lagi." Jawabku dengan sedikit rasa dendam

"Jangan marah, resiko mahasiswa. Pulang duluanka nah! Katanya

Semua temanku akhirnya meninggalkanku sendiri.

Setelah melepas lelah saya menuju Gasebo di halaman kampus.
Mengeluarkan laptop dari tas lalu menonton film aplagi kalau bukan film India, film-film kesukaanku.
Sambil menonton aku membayangkan menjadi Aaroshi tokoh utama perempuan dalam film india yang kutonton ini,
Bisa menyanyi dengan suara yang sangat indah nan romantis, di pertemukan dengan kekasihnya dengan cara dan tempat yang romantis pula. Menjadi sepasang kekasih bahagia lewat lagu.
Ahh aku membayangkan dipertemukan dengan kekasih impian lewat puisi. Hihihih.

Tiba-tiba 3 orang mahasiswa menghampiriku seorang lelaki dan 2 orang perempuan.
"Boleh numpang duduk di sini? Kata mahasiswa lelaki itu padaku
"Ohh iya silahkan"

3 orang mahasiswa itu berbincang dengan seru.
Sementara aku menikmati film indiaku sendiri seakan tak ada orang di sekitarku,hanya aku sendiri.

Tiba-tiba aku tertarik mendengar perbincangan 3 mahasiswa di sampingku mereka membahas tentang peran perempuan di zaman modern sekarang ini.
Aku mempause filmku, kemudian memotong pembicaraan mahasiswa itu.

"Maaf kak, saya boleh gabung dipembicaraan kakak, sepertinya menarik !
"Ohh silahkan dengan senang hati" kata mahasiswa lelaki itu.
"Kamu semester berapa? Tanya perempuan berjilbab merah
"Semester 6 kak"
"Kami juga semester 6. Jurusan apa? Tanya mereka serentak padaku.
"Pendidikan bahasa inggrisl
"Kami bahasa indonesia"
"Ohh ayo mulai diskusi" ajakku
"Kami berdiskusi tentang opini tentang permpuan di koran Harian di hari Kartini kemarin"jelas perempuan berjilbab hijau.
"Wah menarik, judul opininya apa?
"Perempuan : karier atau rumah tangga?"

Hahh aku terkejut, itu tulisanku. Kataku dalam hati.
"Ohh gitu.lalu yang ingin didiskusikan tentang opini itu apa? Kataku
"Saya menanyakan kepada 2 orang perempuan ini bagaimana pandangan mereka tentang perempuan di era sekarang. Sebagaimana yang di tulis perempuan dalam opininya yang sempat kubaca kemarin." Jelas. Lelaki itu
"Ohh begitu, boleh saya mengemukakan pendapat serta apa yang harus dilakukan perempuan sekarang"
"Wahh dengan senang hati," katanya

Aku menjelaskan bahwa perempuan harus kedua-duanya karier dan rumah tangga.
Kujelaskan secara detail pandanganku.

"Andai saja, aku bisa bertemu perempuan yang menulis opini itu, akan kuajak ia berdiskusi, saya suka pandangannya tentang perempuan.
Semoga kelak ia bisa menjadi perempuan yang banyak melakukan perubahan negeri ini sama seperti pandanganmu" kata lelaki itu.

Aku membalas dengan senyuman.
"Basmawati Haris nama perempuan yang menulis itu, semoga nanti kita bisa bertemu. Aku dan kamu bertiga bertemu membicarakan tentang perempuan sepertinya menarik."Katanya padaku

"Aamin Semoga" jawabku lalu meminta diri untuk meninggalkan tempat menuju kantin kampus perutku sepertinya dari tadi mengamuk meminta haknya diberi makan.

Setelah memasang helm ku. Aku bertanya nama 3 orang itu.
"Oia,siapa namata? Dari tadi ngobrol belum kutau namata.

Ketiga mahasiswa itu menyebut namanya satu persatu. Lalu bertanya siapa namaku.

"Saya Basmawati Haris perempuan yang tadi kalian bicarakan." Jawabku dengan senyuman lalu berlalu menuju kantin.

Bulukumba, 24 April 2015

Related Posts:

Menulislah

Awal-muasal ku menulis


Aku bergelut dalam tulis-menulis sejak SMU. Yang ditulis saat itu adalah puisi dan sampai sekarang pun, puisi masih jadi pengobat di kala jenuh dan batin menghimpit. Jika ditanya kenapa aku menulis? Jawabannya adalah bisa berbagi dan menginspirasi melalui karya yang aku buat. Meskipun pada dasarnya aku tidak tahu tujuan menulis itu apa dan ke mana? Tapi seiring waktu berjalan, pengalaman dan pergaulan yang kian bertambah maka tujuan pasti tetap ada. Lantas bagaimana aku bisa tahu bahwa ini adalah karya tulis? Ah, sederhana. Karena aku cukup menuliskan keresahan-demi keresahan yang melanda di jiwa.

Sebelum menjelajah lebih jauh, maka bolehlah aku memperkenalkan diri. Aku terlahir di Jambi pada 20 Oktober 1984 dengan nama lengkap Sugianto. Dalam keseharian dipanggil “Gi” maka nama pena yang sering bertebaran di beberapa Antologi adalah “Gie”. Nama ini aku bubuhkan dalam jejaring sosial, terutama FB. Dari media inilah cikal bakal kelahiran tulisan-tulisanku, tapi nanti akan kuceritakan. Perihal nama pena selalu berganti-ganti sesuai mood. Kadang aku suka tapi suatu kali aku tersiksa karenanya. Lha, kenapa? Kalian mungkin sudah mengenal nama besar itu “Soe Hok Gie” yang kemudian dikenal dengan “Gie”. Nah, di sinilah aku memulai dengan nama pena ini.

Seiring waktu berlalu, nama ini aku ubah menjadi “Gig” dan sesuai dengan nama asliku dan gak ada penjiplakan nama besar di sini. Ya sekilas. Tapi rupanya adapula yang teringat pada “Ryan Gigs”, yups itu adalah pemain bola asal Inggris yang popular tahun 2000-an. Tapi toh itu tak terlalu menyiksa ketika aku memakai nama “Gie”. Memilih nama pena memang gampang-gampang susah. Ada yang sesuai dengan nama asli, ada pula yang berdasar pada daerah asal, ada juga yang terinspirasi pada tokoh besar. Ya, itu suka-suka selama membawa kebaikan dan manfaat yang banyak. Tentang nama ini aku rasanya sudah berganti-ganti sampai aku menemukan yang pas dan enak diucapkan bukan hanya di dunia nyata, tapi dalam dunia maya.

Dulu, ketika SMU yang kuingat adalah “Al-Muhtada” yang artinya orang-orang yang diberi petunjuk. Kata-kata ini aku temui setelah membaca “Sang Nabi-nya Kahlil Gibran”, aku rekakan menjadi “Sugianto Al-Muhtada”. Ini aku dapat ketika pertama kali “gila” baca merasukiku. Buku yang pertama kali kubaca adalah Komik Shinchan, pada tahun 2000-an, komik ini meledak dipasaran, dan aku pun menjadi korban dari prilaku si tokoh yang usil dan aneh alias tak biasa. Lantas, apa yang istimewa? Nah, dari sini aku mulai mengetahui bahwa membaca itu asik dan menyenangkan. Karena semakin aku membaca, kian kecil diri ini dan sangat haus ilmu. Selalu dan selalu ada pengetahuan dan pergulatan batin ketika membaca sebuah buku yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Maka, aku pun berburu apa saja yang bisa dibaca dan dijadikan sebagai bahan menu pokok. Mulai dai koran, majalah, tabloid dan buku. Aku lebih sering menyisihkan uang jajanku guna membeli buku-buku yang selalu menjadi semacam teman yang tak pernah bosan diajak cerita apapun. Maka setelah beraneka komik kulahap, rasanya ada gejolak batin yang merasa tak puas. Beruntungnya aku waktu itu punya teman yang sama hobinya. Dia menyarankan aku membeli buku Kahlil Gibran. Dan ketika “Sayap-Sayap Patah” itu menjadi novel favorit sepanjang masa, maka aku pun tergerak sendiri menulis puisi.

Rasanya begitu deras mengalir kata demi kata dalam Diary-ku. Sampai-sampai ketika kutunjukkan pada teman sekelas, mereka tersentuh dan tanggapannya pun luar biasa. “Kirim ke Koran saja,” kata temanku waktu itu. Maka dengan pede aku pun bersama dua orang teman meluncur ke salah satu harian lokal yaitu Jambi Independent. Seminggu berlalu tiba-tiba guruku berdecak kagum ketika namaku ada di koran, lalu di bawahnya tertulis nama sekolah: SMUS AL-Progo 1. Wah … senangnya tiada terbilang. Sekolahku ini bisa dikatakan uji coba, banyak yang mencibir keberadaannya. Statusnya aja masih “Terdaftar”. Tapi dengan tembusnya puisiku di berbagai koran lokal, otomatis ada peningkatan dari nilai bahasa Indonesia. Sejak itulah aku mengenal bahwa sastra itu memang indah.

Aku juga mulai rajin menulis apa saja termasuk artikel, karikatur, curhatan, cerpen, opini di berbagai media masa di nasional. Yang paling aku harapkan adalah majalah sastra high class Horison. Berkali-kali aku mengirimkan namun sayang tak satu pun yang muncul, meskipun berharap naskahku kembali. Tapi sayang tak pernah jua berada dalam genggamanku. Tak apalah toh itu tak menyurutkan semangatku. Puisiku mungkin masih bergenre remaja maka munculah di Tabloid Fantasi. Meski bingkisannya berupa kaos tapi ini yang membuat semangatku kian membara.

Dan jadilah aku yang lebih doyan memilih belanja buku ketimbang baju, hehe.

Tapi ketika mulai memasuki dunia kerja, ternyata kesibukan demi kesibukan sering menelantarkan tulisan demi tulisanku. Ada yang jadi separuh, ada yang jadi tapi belum mateng, ada pula yang terbuang entah ke mana. Sebenarnya semangat menulis tetap ada dan makin meletup-letup. Hanya saja, menyesalnya ketika waktu SMU tak mengikuti program khursus komputer. Maka gapteklah di era yang serba canggih dan aku benar-benar tertinggal. Sampai umurku 25 tahun, mimpi menjadi penulis tetap hidup dalam jiwa.

Aku terus membayangkan suatu saat bercerita banyak hal kepada orang-orang. Mengadakan seminar kepenulisan, agenda-agenda yang padat, keliling Indonesia bahkan keliling dunia hanya dengan menulis. Itu menakjubkan dan luar biasa. Di kepala ini terus bersarang mimpi-mimpi itu dan sangat nyata. Sampai suatu ketika aku berucap: Aku Penulis. Maka meski rasanya telat, pada tahun 2008 aku memutuskan kursus komputer. Beruntungnya ada kelas malam dan akulah siswa ter tua dan agak lama nangkepnya. Maklumlah teman-teman sekelas ABG semua. Tapi mungkin karena wajahku baby face, maka aku merasa tak terlalu tua berada di lingkungan mereka.

Mimpi-mipi itu pun kian hidup: Aku penulis. Baru pada awal tahun 2014 aku memiliki laptop yang sudah sangat diimpikan. Maka dengan terbata-bata aku mengetik huruf per huruf. Pelajaran yang enam tahun yang lalu itu pun pudar. Saat ini aku bekerja sebagai sopir mobil boks. Logikanya mana ada sopir yang bekerja di depan komputer, kecuali sopir mobil PS—plystation, hehe. Tapi, aku mengubah mindseatnya. Dan jadilah Gig sopir yang aneh, karena tiap ke kantor selalu membawa laptop.

Media sosial seperti FB jika penggunaanya secara benar maka akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat pula. Aku memang orang yang aktif di media ini. Terlebih ketika mengenal Grup kepenulisan. Rasanya waktu terasa kurang jika hanya 24 jam. Banyak yang aku dapat, selain berinteraksi di sini ilmu yang tiada habis dari penulis yang sudah malang-melintang pun berbagai hal.

Dan … lagi, lagi puisi yang tak sengaja kuposting di Grup Komunitas Bisa Menulis yang didirikan Pak Isa Alamsyah. Beliau ini suaminya Asma Nadia sekaligus penulis professional yang uda best seller. Beruntungnya aku diasuh hingga kini berupa motivasi tiada henti. “Gie, teruslah berkarya.” Beliau selalu demikian memberiku suntikan semangat. Dari beliau inilah aku menyerap banyak ilmu mulai dari tata bahasa, ide, penerbitan hingga prosa yang menawan. Dari maya ke nyata. Istilah ini dulu rasanya mustahil, tapi sekarang? Kenapa tidak. Aku ingin mengenal dan belajar banyak dari penulis senior yang lebih dulu menjajaki dunia literasi. Maka aku pun berkenalan dengan Pak Dimas Arikarya Mihardja yang lebih dikenal dengan DAM. Beliau ini penyair kenamaan Jambi yang tulisan demi tulisannya sudah dikenal sampai ke negeri tetangga. “Menulislah.” Semangatnya yang selalu berkobar padaku.

Aku selalu percaya bahwa Tuhan menciptakan sesuatu di dunia ini memang tak ada yang sia-sia. Selama manusianya berusaha semaksimal mungkin, maka ia pun memberikan pada kemampuan demi kemampuan atas usaha ketekunan itu. Dari yang tampaknya sepele berupa beberapa bait kata yang disebut puisi, aku mempunyai beberapa Antologi bersama. Sekarang aku disibukkan dengan menulis puisi dan cerpen di koran. Dan sedang menggarap novel kolaborasi yang diadakan sebuah publisher.

Salam Hangat,

Jambi, 06/01/14

Related Posts: