Hujan di luar masih saja mencumbui ilalang. Rinainya mengecup kuntum bunga putihnya. Terangguk-angguk berderai tawa.
Ah... kenapa aku selalu iri dengan hamparan ilalang di belakang rumah. Berpesta pora sambut dekapan hujan.
Bagiku hujan selalu penuh makna. Titik-titiknya laksana lontaran tombak. Torehkan namamu. Yang selalu kueja setiap musim berganti kuyup.
Lihatlah diriku. Terduduk sepi. Nanar netraku terpaku. Membuncah rindu.
Kelu sudah bibirku. Mengeja namamu.
Oh... cucianku
Kapan engkau kering?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Akakakakak
ReplyDeleteSaya kira membicarakan siapa
Kekasih yang lama tak datang begitu
Sudah indah mendayu-dayu, romantis dan sangat merdu
Rupanya cuma meratapi kolor yang tak kunjung kering Toh.....
Jila dulu ada novel "Dian Yang Tak Kunjung Padam"
Nah, sekarang Bu Umi bisa buat cerita "Kolor Yang Tak Kunjung Kering"
Sastrawan emang gitu Kang Dana, ngomongin cucian aja lebay banget (emang siapa yg sastrawan?) wkwkwkwk
ReplyDeletehahaha boleh tuh kolor juga bisa jadi topik keren.
fikmin terbaru saya judulnya ADA CINTA DIBALIK CELANA