Sepasang mata berkilau kekuningan, pupilnya menyipit tertimpa cahaya bulan, mengintai di antara ranting kaboa. Gerakannya lincah, sebisu angin. Melangkah anggun dengan ekor terangkat, menyusuri daerah kekuasaannya. Satu loncatan ringan, dia melewati sungai. Bayangan putih megah yang sulit terlupakan mata, menghilang di balik pohon jati tua.
Aku mempercepat langkah, mengejar bayangannya. Puluhan kali menelusuri hutan yang hampir setahun kujaga, baru pertama melihat sosok yang diagungkan pribumi. Sesosok mitos yang begitu mengakar, membelit masyarakat sekitar.
Jejak cakar di tanah menghilang di pintu gua, berganti jejak kaki manusia. Legenda yang selalu kuragukan menampakkan wujudnya, memaksaku mempertanyakan nalar dan kewarasan.
"Kade, lamun ningali maung anu buntutna kaluhur mun keur leumpang, lain maung biasa eta teh, tapi maung kajajaden*!" Wanti-wanti seorang pribumi tua yang hanya kudengarkan sekilas, terngiang.
Entah harus takut atau terpesona, sosok yang kuikuti bukan sekedar maung "kajajaden", tapi Raja Legenda, penguasa Leuweung Sancang.
-End-
Note :
- Terjemahan : "Hati-hati kalau melihat harimau yang ekornya terangkat saat berjalan, itu bukan harimau biasa, tapi harimau jadi-jadian!"
Yang saya suka dari cerita ini adalah, bahasanya, huuh indah banget,
ReplyDeleteNamun satu hal saya catat
Rasa kedaerahannya
Fiksimini ini mengandung mitos
Yang mungkin bisa menjadi bahan kajian panjang
Apa benar, harimau berjalan dengan ekor teracung itu kajajaden?
Jadi mengapa buntutnya sampai teracung
Dari mana asalnya
Siapa yang pernah buktikan jika itu kajajaden?
Fiksimini yang bisa jadi bahan perbincangan, menurut saya, itu fiksimini yang bagus
Makasih, Kang... iya betul... saya juga hanya tau dari dongeng kakek sewaktu saya kecil... katanya begitu cara membedakannya dari harimau biasa... 'katanya'
DeleteSama-sama
DeleteMemangnya Teteh tinggal di daerah mana
Sampai mendengar kisah semacam itu, karena biasanya, orang tahu sebuah mitos karena pernah tinggal dekat dengan sumber mitos itu.
Saya lahir di Bandung, Kang... tapi kakek asli Garut
Delete"Oooohhh Asgarrrr" meniru ucapan Koh Acong di film "Ketika Tuhan Jatuh Cinta"
Deletehehehe, baru denger saya istilahnya, kang...
DeleteWuih ceritanya keren. Nyastra banget bahasanya. Aku suka cerita ini.
ReplyDeleteAku orang sunda campuran, gak ngerti banyak bhs sunda. Pas baca tulisan bhs sundanya, makin salut sama penulis.
#Rara :)
Kalau boleh tahu
DeleteMemang Rara campuran Sunda dengan mana?
Betawi?
Heeee, makasih, Mba Rara :D
DeleteDiksinya angguun ..
ReplyDeleteMakasih, Mba :D
Delete