Riang kumelangkah. Menuju kantor TK. Benak ini melihat, ada bahagia menunggu di sana.
Ini impianku: Menjadi guru TK. Meski suami melarang.
Ini impianku: Menjadi guru TK. Meski suami melarang.
"Anak kita bagaimana?"
"Sama neneknya."
"Kasihan, sudah cape ngurus kita. Sekarang ngurus cucunya."
"Ini impianku Kang."
***
Pulang ke rumah, masuk kamar, tas kuhempaskan.
Lesu.
Membantingkan diri ke kasur.
Suami heran, "Sudah pulang? Tidak langsung mengajar?"
Tak kujelaskan. Gengsi. Sialnya ia selalu paham. Pandai nian membaca wajah. Tampak senyumnya simpul.
Kusesali pembangkangan itu.
Sangat.
Ini pelajaran berharga.
Sangat mengena. Mengukut egois itu bahaya.
Benar dia mengangkatku. Namun setelah tinggi, dan asaku melambung, ia menghempaskanku hingga terkapar.
Sangat.
Ini pelajaran berharga.
Sangat mengena. Mengukut egois itu bahaya.
Benar dia mengangkatku. Namun setelah tinggi, dan asaku melambung, ia menghempaskanku hingga terkapar.
Sakit.
Teh Rara, semoga istikomah ke depannya, terus-menerus melakukan pengiriman tulisan.
ReplyDeleteNuhun, Kang. Sedikit beda, lebih keren.
ReplyDeleteada yang lebih baik dari apa yang kita pikirkan, hadza min 'indillah
ReplyDeleteraramenulis
DeleteBetul Ra, saya teringat kepada kisah Nabi Musa, tatkala dia berguru kepada Nabi Khidzir. Dia melihat kekejaman seorang Khidzir sampai merusak perahu, sampai membunuh anak kecil, namun tatkala dia menemui rumah roboh di sebuah kampung, padahal kampung itu orang-orangnya pelit, Nabi Khidzir malah inisiatif membangunnya kembali. Nabi Musa heran, dan bertanya, apa sesungguhnya rahasia di baliknya?
Dan ternyata, tidaklah semua itu Nabi Khidzir lakukan melainkan atas wahyu dari Allah karena ada rahasia kebaikan di baliknya.
Nah demikianlah di balik berbagai kejadian yang menimpa kita dari berbagai kesungkanan dan kesakitan, bisa jadi di dalamnya ada kebaikan besar tersimpan.
Maaf, jika omongan saya kurang jelas.
Betul, Kang. Harus pandai-pandai mengambil ibroh dari setiap kejadian, agar bisa bersyukur.
ReplyDelete