Fiksimini: Hadiah yang Tak Terduga

Apa sih sebenarnya yang diinginkan Ridwan? Dia tidak biasanya ngajak cewek seperti aku untuk keluar. Apa ini ajakan kencan? Sepertinya, tapi ia tak mengatakan ini kencan koq. Dia hanya ingin mengundangku untuk ikut pada sebuah acara syukuran atas sebuah project yang ia selesaikan bersama beberapa petinggi dan pejabat.

Aku sudah berkenalan lama dengan Ridwan. Dia teman sekolahku ketika SMA dulu. Kami sahabat dekat. Hanya saja kami kemudian berpisah sangat lama. Sudah dua belas tahun lamanya. Aku kaget aja ketika kami bertemu lagi di sebuah acara outbond anak kami. Ternyata anakku dan dia sekolah di satu sekolah yang sama.

Kenangan lama itu pun muncul lagi. Bagaimana dia dulu kami berjalan bersama-sama ketika pulang sekolah. Juga ketika dia sangat perhatian kepadaku. Aku juga sebenarnya perhatian banget ama dia. Hanya saja setelah perpisahan sekolah itu, ia menghilang begitu saja. Aku tidak mengusirnya, apakah mungkin aku mengusirnya?

Sebenarnya aku sudah suka ama dia sejak dulu. Persahabatan kami malah menumbuhkan cinta. Tapi memang dasar aku yang jual mahal. Aku sebenarnya bisa saja bilang kepadanya aku suka dia, tapi sebagai seorang cewek harga diriku tidak serendah itu, kalau suka ya biar sang cowok yang bilang. Hal itu pun jadi penyesalanku seumur hidup.

Aku kemudian menikah dengan salah satu personel band. Tapi pernikahan kami tak lama walaupun kami sudah dikaruniai buah hati. Dan Ridwan? Dia juga sudah menikah, tapi pernikahannya kandas juga. Kami terakhir kali ngobrol banyak hal ketika menjemput buah hati kami. Kangen masa-masa itu.

Tapi kemarin itu ketika dia mengundangku untuk keluar. Rasanya ada yang aneh deh. Tak biasanya. Bahkan ketika kami masih putih abu-abu, ia tak pernah mengajakku keluar makan malam, apalagi di sebuah acara besar seperti itu.

Tepat pukul tujuh malam dia menjemputku dengan mobil Toyota Harriernya. Aku cukup kaget melihatnya memakai kemeja dan jas resmi. Ridwan yang dulu kukenal culun, sekarang sangat necis, parfumnya saja bisa tercium dari jarak sepuluh meter. Dia membukakan pintu mobilnya ketika mengetahui aku sudah bersiap di depan pagar rumah.

"Makasih, jangan gitu ah, aku bisa buka sendiri," kataku.

"Nggak gitu dong Nay, sebagai pria aku harus sopan sama wanita," katanya.

Aku tertawa kecil. Kami pun berangkat ke sebuah aula di Hotel Surya yang ada di kota ini.

Tentu saja aku kagok. Bagaimana tidak, itu semua istri para pejabat, istri para direktur. Dan aku kagum kepada Ridwan sekali lagi. Ia sangat dihormati. Menyalami para pejabat dan memperkenalkan diriku kepada istri para pejabat sebagai sahabatku. Duh, aku hanya bisa senyum, nggak enak banget. Padahal mereka semua para tamu adalah suami istri. Tapi sampai sekarang Ridwan masih menganggap aku sebagai sahabatnya. Agak sedih sih. Padahal aku ingin lebih dari itu.

Ayolah Ridwan, aku sudah sendiri. Nayla, sahabatmu ini sudah sendiri. Kamu juga sendiri. Kita janda dan duda, masa' kamu nggak ngerti sih?

Setelah acara yang meriah itu, kami pun pulang. Tak banyak yang kami bicarakan malam itu. Ridwan langsung mengantarkanku pulang. Tepat jam sepuluh kami sudah sampai di rumahku lagi. Singkat memang tapi aku tak tahu apa maksudnya mengajakku malam itu.

Aku turun dari mobil dan hampir membuka pintu pagar saat Ridwan mengatakan kata-kata itu.

"Aku cinta kamu Nay," katanya.

Sesaat aku rasakan waktu berhenti. Jantungku serasa copot. Aku apa tak salah dengar?

"Nayla, aku mencintaimu. Maafkan aku, selama ini aku pergi darimu. Sedangkan aku seharusnya saat itu bisa menjemputmu menjadi bidadari surgaku. Aku sayangnya terlambat waktu itu. Setelah itu aku pun putus asa karena akulah yang selama ini sayang kepadamu, tapi engkau tidak memilihku. Aku menerima undanganmu waktu itu, aku sangat sakit sekali rasanya. Akhirnya aku pun ingin melupakanmu.

"Perjalanan hidupku telah jauh. Aku pun menikah dan membina rumah tangga tapi tak lama. Setelah itu aku tak tahu lagi harus bagaimana. Kemudian aku bertemu lagi denganmu. Semua kenangan tentang dirimu kembali lagi. Aku pun merasa ini adalah jalan kita. Tuhan mempertemukan kita lagi dalam keadaan yang tak pernah kita sangka sebelumnya. Aku dulu tidak bisa jujur kepadamu. Tapi sekarang maukah engkau kuberikan hadiah ini? Aku berikan cintaku kepadamu. Aku ingin menjadikanmu sebagai bidadari surgaku. Aku ingin melamarmu kepada kedua orang tuamu."

Yes! Ridwan itulah yang aku tunggu. Aku hampir saja pingsan mendengarkan kata-katanya. Aku berbalik, kulihat Ridwan dengan senyumannya.

"Kamu jahat! Kenapa kamu dulu pergi? Kenapa kau tak ngasih kabar? Kau anggap apa aku ini? Sahabat koq seperti itu?" tanyaku.

Ridwan diam. Ia tak berkata sepatah kata pun.

"Aku menginginkanmu pergi! Siapkan semuanya untuk melamarku!" kataku sambil tersenyum.

Aku melihat wajah ceria Ridwan dan ia hampir saja memelukku. Tapi aku cegah.

"Bukan mahram. Pulang sana!" kataku sambil menjulurkan lidah.

Ridwan tertawa, "Baiklah, aku akan datang besok. Kalau melamar jam segini rasanya nggak etis."

Itulah yang terjadi. Besoknya dia melamarku. Aku sangat bahagia sekali. Sahabatku yang dulu sangat dekat denganku sekarang lebih dekat lagi. Sebulan kemudian kami menikah dan kami pun ditemani oleh malaikat-malaikat kecil kami. Mas Ridwan telah memberikan hadiah yang paling indah untukku yaitu cintanya.

Related Posts:

0 Response to "Fiksimini: Hadiah yang Tak Terduga"

Post a Comment