Sudah kuduga. Bila sebelum tidur membayangkan rupa kakanda Andrea
Hirata, pasti aku selalu bermimpi dia. Seperti semalam, ia hadir dengan
suaranya yang lembut sambil tertawa. Menemuiku di sebuah tempat yang
sangat asing, entah apa namanya? aku hanya ingat tengah berada
dI perdanauan sebesar dua puluh petakan sawah. Sekeliling tampak hamparan
hijau nan luas. Agaknya seperti perkebunan teh.
Di sana, di danau
itu. Aku sedang menyiapkan bab terakhir dalam karya tulis pertama yang
berbentuk sebuah novel, tentu mengikuti jejak laki-laki berambut ikal
dengan novel insfiratifnya.
Ibu aku rindu
Ibu aku sungguh rindu
Ibu aku ingin bercerita banyak tentang hidup ini
Ibu aku sayang padamu
Itu kalimat terakhir dalam karyaku. Setelah berakhirnya sajak
itu.Tiba-tiba kakanda Andrea hadir menepuk pundakku. Alangkah senang tak
terbilang. Di sana aku seperti anak usia tujuh tahun yang mendapatkan
baju lebaran dari sang Ibunda. Berjingkat-jingkat dan langsung kupeluk
sastrawan itu. Tanpa terasa airmata tak bisa terbendung. Bertemu
dengannya membuat dada sesak. Bagaimana pun, aku sangat menganguminya.
"Tak usah kau bersedih. Kau hebat. Semangatlah berkaya. perlihatkan
pada dunia, bahwa kau bisa," katanya lembut sembari membalas pelukanku
"Tapi, aku malu Kakanda. Malu pada karyaku. Aku tak yakin karyaku akan diterima."
"Jangan risau. Kau sudah hebat. Buktinya kau mampu menyelesaikan karya
yang hampir 180 halaman A4 ini. Jangan pikirkan terima atau tidak. Yang
jelas kau sangat hebat mampu menyelesaikan karya itu," jawabnya
menenangkan hati. Sambil melirik naskahku yang tergeletak pasrah
di tepian danau.
Setelah perbincangan tadi. Ia melihat judul
naskahku lebih dulu. Lalu, ia menunduk dalam-dalam. Menghela nafas dan
mengarah pandang padaku. Entah apa yang tersirat dari tatapan sahdu itu.
Tanpa aba-aba, ia kembali tersenyum. senyumnya bukan main, macam
senyuman pegawai supermarket pada pelanggannya.
"Kau hebat," katanya tiba-tiba. Sekarang bergantian, ia memelukku erat-erat. Sampai-sampai membuatku susah bernafas.
Pukul 05.00 subuh aku terjaga. Oh, ternyata ini hanya mimpi. Namun,
bahagianya hati ini sungguh tak bisa terlukis. Detik itu juga, aku
segera ambil air Wudu untuk segera menunaikan shalat subuh. Tak lupa
berdoa: semoga karyaku ini bisa diterima oleh redaksi penerbit. Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wah mantap sekali. Gaya bahasanya ada yg mirip bang Andrea. hehehe.
ReplyDeleteKita sama-sama pengagumnya mungkin ya. cuma sedikit masukan, insfiratif di atas mungkin seharusnya inspiratif :)
Wah..wah.. Terimakasih bang.
ReplyDeleteSalam persahabatan. :)