Fiksimini: Mutiara

Sumber : plus.google.com


Sejak memutuskan untuk menikah, Ara ikut suaminya. Ini berarti meninggalkan tempat di mana dia dan Muti mengukir persahabatan. Layaknya sahabat, Ara tetap berusaha menjalin komunikasi melalui SMS atau inbox di Facebook. Sayangnya tak satupun sapanya ditanggapi Muti.

Mut, aku hamil. Setiap pagi mual-mual dan kalau berdiri langsung muntah, demikian curhat Ara di suatu kesempatan. Sepi. Muti tidak membalas.

Untuk waktu yang lama komunikasi hanya satu arah, bertepuk dengan angin. Hingga ketika ada pemberitahuan dalam inbox Facebook, Muti tampak sangat bahagia.

Aku diterima PNS, mohon do'a, ya?

Aku mau PLPG, mohon do'a, ya?

Aku mau nikah, mohon do'a, ya?

Ara memiliki kesimpulan bahwa komunikasi mungkin bisa beriringan ketika hanya khabar bahagia yang dikirimkan. Sayang, tiap pesan yang dikirimnya tak pernah mendapat balasan!

Kini, Ara telah telah menjadi penulis ternama yang sangat dielu-elukan pembacanya.

Bertemu denganmu sepertinya sangat istimewa, mau dong kita ketemuan, ucap pesan dari Muti.

Bagiku, semua orang istimewa, Mut.

@Kontemplasi diri

======================

Komentar Admin:

Kisah ini sangat indah, kisah dua orang sahabat yang namanya disatukan dalam satu nama batu mulia: Mutiara. Namun tak seindah penyatuan nama mereka, kisah mereka berikutnya cukup memilukan, Ketika Muti dan Ara berjauhan, dan Ara sangat kangen, ternyata SMS yang dirimkan tak pernah Muti balas. Tampaknya, bagi Muti, membalas SMS dari Ara itu kurang kerjaan, karena baginya.

Barulah SMS dari Muti datang, saat Muti merasa ada yang harus dipamerkan. SMS nya datang memberitahukan kebahagiaannya, moment-moment pentingnya. Dan terakhir, SMS darinya berdatangan saat Ara sudah menjadi penulis terkenal. Muti mengirim SMS berharap bisa ketemu dengan Ara, dan sebagai pembaca, saya menganggap kelakuannya norak. Baru mau mengirim SMS hanya saat berharap doang.

Dan kalimat terakhir sangat cantik menjadi bahan renungan. "Bagiku semua orang istimewa, Mut!"

Bukkkkkk!!!!!!

Tepat sasaran. Kalau saja Si Mutia mikir, itu pukulan keras untuknya.

Nah, yang begini inilah fiksimini. Bagian akhiernya tak basi. Tak mengurui, namun.....makjleb. Cesssss, menembus sampai ke hati nurani......

Related Posts:

8 Responses to "Fiksimini: Mutiara"

  1. Mbak Kaya Mubara
    Produktif Mbak, dan semakin ke sini, ceritanya semakin mendalam
    Ingin mengkritisinya, namun saya tidak menemukan celah. Kalimatnya enak dibaca, isinya juga bermakna, dan bagian akhirnya, mengajak merenung kepada pembaca,
    Dan uniknya, ajakan renungan ini bukan dengan cara menggurui, namun dengan satu sindiran telak tepat sasaran.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, Kang Dana. Saya benar-benar berjuang untuk menulis dan tidak menggurui. Alhamdulillah bila sudah mulai kesampaian. Semoga istiqamah, tetap terus belajar. | Ulasannya juga persis begitu maksud saya. Bagi Ara, sahabat atau orang-orang di sekitanya sangat istimewa, sebab hidup di dunia memang tak mungkin sendiri, tanpa mereka Ara hanyalah sebatas nama. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah, karena Ara hanyalah buah ara, buah yang segar dan berharganya hanya sementara, dan sangat berbeda saat nama itu disatukan dengan Muti, menjadi mutiara, maka mutiara bukanlah barang yang mahalnya sebentar saja. Nah, saya kira, kesadaran Ara sudah sampai ke sana.

      Namun mengingat karakter Muti, yang mengirimkan pesan hanya saat dia merasa penting saja, ini cukup menohok juga kepada kelakuan saya. Terus terang Mbak, ini nasihat sangat berharga. Seharusnya, memberikan perhatian kepada orang lain itu kapan saja, di mana saja, dan mencurahkan cinta tanpa pandang ini siapa itu siapa. Universal. Namun saya, kadang perhatian kepada orang lain itu saat penting saja. Hanya kepada beberapa orang yang saya anggap dekat dan layak. Seperti kepada tulisan-tulisan Mbak, karena merasa sudah kenal lama, maka saya merasa perlu membaca dan mengapreasiasi, sedangkan kepada orang baru, yang kenalnya juga baru, perhatian saya tak sebesar itu.

      Delete
  3. Mohon maaf, Kang. Mau tanya. Ini dalam file saya kok ada nama Mbak Neni Yuhaenah, apakah saya keliru lihat atau bagaimana? Terima kasih. Itu judul Fikmi yang 'Anak Haram' sepertinya bukan tulisan saya. Semoga bukan masalah yang berarti :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh ya Mbak,
      Itu kesalahan saya memberikan label
      Terlalu cepat bergerak ini mata sampai tak memperhatikan siapa yang posting sebenarnya.

      Delete
    2. Alhamdulillah. Saya pikir bahwa saya yang masih bingung. Salam santun :)

      Delete
    3. Mbak
      Sekalian ngobrol di sini
      Ada yang ingin saya sampaikan
      Mohon maaf, jika komentar saya masih terkesan banyak asal-asalan
      Jauh dari profesional
      Untuk itu, Mbak sebagai rekan, saya harap terus mengasah keterampilan Mbak untuk dibagikan, baik lewat komentar atau menulis artikel langsung di sini

      Delete
  4. Iya, Kang. Insya Allah saya usahakan ...

    ReplyDelete