Fiksimini : The Meaning of Love

"Cinta, Mang. Bukan soal harta atau tahta," katanya. "Bukan soal bentuk tubuh atau wajah." Tatapnya menancap di wajahku. Dalam. Semakin dalam. Lalu berpaling, dan hinggap di bayangan bulan perahu. Bayangan yang terapung-apung di arus sungai. Berkilauan. "Cinta itu tentang rasa." Perlahan, tangan kirinya mengelus punggung. Lembut. Mengalirkan kehangatan. Mengusir hawa dingin angin malam. "Datangnya tak bisa dipaksa. Tak bisa ditolak." Ada yang menggenang di matanya. Ada bayang kesedihan. Ada rona kekecewaan. Kelabu. "Cinta, Mang. Sejatinya terasa walau tak teraba. Terikat meski tak terlihat." Sepenuh kasih, diciumnya ubun-ubunku. Berbagai rasa, semakin bergelora di dalam dada. Tapi aku hanya bisa diam. Hanya bisa menghikmati kehangatan cinta, ketika pelukannya semakin erat. Sungguh, tak tahan rasanya. Ingin melolong. Meluapkan degup jantungku. Meneriakkan lagu bahagia. "Cinta Mang, Mbi, lagu kalbu sepanjang waktu. Hanya untukmu."

===============

Komentar Admin.

Sip Ang Indra....
Maaf,
Saya baru bisa menikmati kata perkatanya.
Rasa fikmin Sunda bersama ketataromatisannya seakan menjiwa dalam fiksimini bahasa indonesia ini. Pendek bersastra.
Indah dirasa, gurih di hati.
Dan seandainya luang waktu, rasanya tak cukup membaca sekali
Perlu berulang, agar pemahaman atas fiksi ini, bagaikan cinta itu sendiri--sebabagimana tersebut dalam fiksimini ini: Dalam.

Iya, sangat dalam Ang. Dan inilah yang mungkin dikehendaki pada sesepuh fiksimini dari jajaran sastrawan Sunda: Yaitu, supaya fiksimini berakhir dengan memberikan bahan renungan kepada pembaca. Yaitu apa yang mereka sebut dengan istilah "Titenan", kalau tak salah.

Related Posts:

1 Response to "Fiksimini : The Meaning of Love"

  1. Terima kasih sudah berbagi keindahan dengan fiksimini ini Ang. Bahasa menunjukkan bangsa. Dan bahasa, bisa menjadi ukuran buat menganalisa kepribadian seseorang. Pada saat seseorang punya bahasa halus dan indah, maka pada dasarnya, itu bisa menjadi tanda, bahwa dia punya kepribadian halus dan indah. Dan itulah yang bisa saya raba dari Ang Indra.

    Saya larut dalam nikmatnya ungkapan: "Lalu berpaling, dan hinggap di bayangan bulan perahu. Bayangan yang terapung-apung di arus sungai. Berkilauan."

    Rasanya, seakan langsung dihempaskan dalam pelukan malam, saat perahu saya meluncur di sebuah sungai, menuju hilir, diantar riak air kecil, yang terkilauan tersapu sinar rembulan. Indah nian.....

    ReplyDelete