Fiksimini: Sendiri dan Keadilan

Malam ini banyak kaum jelata melepas lelah di emperan pagar istana. Mencoba bermimpi. Tidur beralaskan kardus sembari berharap esok terbangun dengan keadaan yang lebih baik.

Saya terus berjalan, sesekali menatap bangunan lusuh. Melempar tanya tentang kegersangan. Kapan Negara ini berubah?

Hah, saya benci pemerintahan!

Dua minggu lagi tahun berganti, berlanjut tahun 1960. Tapi nasib tak juga berubah, makin suram seperti temaram lampu kota. Di sana, tidur seorang borjuis. Lelap dengan selimut tebal penghalau dingin.

Berbicara tentang dingin, sebenarnya tadi saya sudah membekukan hati seorang gadis. Saya tahu, dia pasti sedang menangis sekarang.

"Saya suka kamu, Wan. Tak peduli kamu seorang aktivis atau pemberontak pemerintahan." Katanya sembari tersenyum manis.

Tapi saya bunuh senyumnya. Saya tak ingin gadis itu dicaci karena saya.

Ah sudahlah, kenapa saya harus memikirkan cinta? Sendiri lebih baik. Besok tulisan saya di surat kabar pasti akan lebih menggegerkan. Keadilan harus ditegakkan! Persetan dengan mereka yang menganggap saya pemberontak.

Related Posts:

10 Responses to "Fiksimini: Sendiri dan Keadilan"

  1. Kata-katanya asyik sekali.
    Ayo, semangat pemberontak ! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Kang,
      Ini fiksi hebat sekali
      Saya punya banyak omongan buat fiksi ini dari berbagai dimensi.

      Delete
    2. .. mas Toni terima kasih, sudah membaca dan berkomentar :)

      Delete
  2. Omongan pertama, OPENING HEBAT
    Iya openingnya hebat. Gak nyangka aja mau bicara soal cinta.
    Huahaha, kreatif sekali nih anak. Mengawali fiksinya dengan opening fenomena social kemudian dengan ajaibnya kata "BEKU" penulis menyambungkannya dengan sebuah kisah cinta, dan kisah cinta yang masih berhubungan dengan fenomena social. Dan cara pengungkapannya itu lho.....wuahhhhhh......tuturannya lancar, tanpa beban, dan karenanya enak dibaca. Sepertinya, ini cara menulis seenaknya, namun dari cara menulis seenaknya, memang seringkali lahir tulisan yang enak, gurih, dan manis.

    Omongan kedua, PSIKOLOGI WANITA, seperti dalam kisah ini, seorang gadis yang jatuh cinta kepada aktifis, meski bagaimana kata orang tentang dia, meski pemerintah menyebutnya pemberontak, si gadis tetap cinta, dan malahan dia sendiri yang berani menyatakan cinta. Dan ini dambaan banyak pria, kebanggaan banyak pria, ketika yang menyatakan cinta bukan lagi pria, namun sebaliknya, si wanita. Nah, yang jadi pertanyaannya mengapa si pria ini sampai menjadi sangat menggoda bagi si wanita, padahal dia pemberontak?

    Dan jawabananya adalah, justru sikap pemberontak itulah daya tariknya. Semangat dan keberaniannya menegakkan kebenaran itu menjadi daya tarik tersendiri bagi seorang pria. Wanita senang kepada pria-pria perkasa. Perkasa bukan sebatas pengertian perkasa badan, akan tetapi yang terpenting perkasa mental.

    Omongan ketiga, INTEGRITAS, ya penyatuan semua bagian cerita menjadi satu paket, meski diambil dari masalah berserak, inilah hebatnya fiksimini ini. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pengetahuan menulis kepada kita semua.

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Ah Mbak ini lebih banyak pengalaman
      Ayo berbagilah Mbak Kayla....

      Delete
    2. Idem dengan Mba khamubica :)

      Delete
  4. .. terima kasih semua, xixixi mas dana berarti di tulisan itu apakah saya berhasil menjadi cowok? lagi belajar menulis dengan karakter berbeda. walaupun aku cewek harus bisa memahami karakter cowok... hmm...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha iya Risa
      Kamu bisaan, kalau saja tak disebutkan penulisnya kamu
      Pembaca nyaristak tahu yang menulisnya wanita
      Kamu sukses tenggelam ke dalam karakter tokoh yang kamu mainkan
      Sip Risa
      Selamat berpetualang di dunia Fiksi!

      Delete
  5. .. terima kasih mas dana, saya suka belajar di sini. orangnya ramah ramah, menghargai karya orang dan mau mmberi saran atau kritik. jadi semangat :D

    ReplyDelete