Fiksimini : Dulu Aku Seperti Ibu Saat ini

"Tidur nak .. masih ada hari esok yang harus kamu jalani"

Tangan perkasanya membelai dengan penuh kasih sayang tanpa ku lihat beban sekecil apapun. Walaupun sebenarnya matanya tak pernah bisa membohongi apa yang ia sembunyikan, tapi apa dayaku ? aku belum mengerti apa-apa , Aku tak tau apa yang harus aku lakukan.
Waktu itu aku masih sangat kecil. Aku tak terlalu memperdulikan setiap tetes keringatnya karena menggendongku kemana-mana. Letihnya menghadapi setiap egoisku. Yang ku tau semuanya tersedia, tercukupi apa yang aku rengekkan kepadanya.

Jam kerjanya tak beraturan. Aku tau itu. Aku lihat sepulangnya dari berkerja selalu saja bajunya kotor di penuhi lumpur. Terkadang telapak tangannya terasa kasar menyentuhku. Walau pagi hari ia bekerja ternyata malam harinya pun ia tak dapat beristirahat dengan nyaman karena harus menyusuiku setiap kali aku kehausan , jam berapapun itu dia selalu bangun ketika aku merengek kehausan.

"Nak, kalau kamu pulang kerja ibu belikan susu ya nak, susunya hampir habis" Kata-kata ibu membangunkanku dari lamunanku.

"Iya bu. Maaf sebenarnya linda sudah mau membelikan ibu susu tapi linda lupa kemarin bu."

"Iya nak , gak apa-apa kok". Ucapnya sambil tetap tersenyum indah kepadaku.

Itu serasa jadi pukulan yang hebat kepadaku mengingat pengorbanannya dulu seakan tak sepadan dengan sikapku kepadanya saat ini. Aku baru sadar sikapku sangat tak baik. Aku tau ia menjadi lambat, sering meminta-minta ini itu kepadaku dan kadang aku tak sabar menghadapi sikap kekanak-kanakannya. Lalu ku ingat lagi bagaimana dahulu ia dengan sangat sabar menghadapi kekanak-kanakanku, egoisku.

Sungguh aku malu padamu ibu
Maafkan anakmu ini

Related Posts:

4 Responses to "Fiksimini : Dulu Aku Seperti Ibu Saat ini"

  1. Terima kasih sudah menulis format judul dengan benar
    Ini sangat membantu
    Pada Search Engine Optimation alias SEO.
    Itu komen pertama saya.
    Sebenarnya ungkapan terima kasih itu ingin saya sampaikan juga kepada yang lainnya, namun semoga mereka membaca postingan ini, kemudian membaca komentarnya, sehingga mereka membaca ungkapan terima kasih saya, selaku admin.

    ReplyDelete
  2. Konteksnya sangat bagus
    Seorang anak yang, berjuang menyabarkan diri
    Atas sikap kekanak-kanakkan ibunya yang tua namun suka minta ini itu
    Dengan mengingat si Ibu dulu,
    Sangat sabar menghadapi segala rengekannya
    Dengan mengingat itu si anak, menjadi sadar, tak seharusnya sekarang merasa lelah melayani ibunya, karena itu sebagai balas budi meski pun balasan itu takkan mengembalikan kebaikan si ibu meski hanya sepersekian persennya.

    ReplyDelete
  3. Namun, sebagai tempat saling mengkritisi,
    Saya akan coba mengkritisi tulisan ini, dan akan menilainya dari sudut pandang fiksimini.
    Sebenarnya ada yang harus saya sampaikan kepada member berkaitan dengan fiksimini
    Pertama, kejelasan alur/jalan cerita. Dari mana ke mana, mulainya di mana, dan selesai di mana. Itu harus jelas. Bukan kenapa-kenapa. Ini demi memudahkan pemahaman pembaca.
    Kedua, kejelasan tokoh. Dan kisah di atas, tokohnya jelas, anak dan ibunya. Dan dari sisi ini sudah bagus.
    Ketiga, kejelasan tema. Ya bagus kisah ini pun sudah jelas temanya, berbakti kepada orang tua.

    Keempat, pemadatan kata dan kalimat. Nah inilah saya kira yang harus menjadi PR penulis. Saya sarankan kepada penulis supaya memadatkan jumlah katanya hingga berkisar antara lima puluh hingga seratus lima puluh kata.

    Karenanya, kata dan kalimat kurang penting buang saja. Ciri sebuah kata atau kalimat kurang penting adalah, jika dia dibuang takkan merusak jalan cerita.

    Saya akan coba melakukan pemadatan terhadap cerita di atas dalam komentar berikutnya.

    ReplyDelete
  4. Ini hasil revisi saya, mohon maaf jika kurang berkenan:

    DULU AKU SEPERTI IBU SAAT INI
    =========================

    "Tidurlah nak ... " tangan perkasanya membelaiku penuh kasih. Ini ibuku.
    Waktuku kecil, belum kumengerti berat bebannya. Letihnya dengan egois dan rengekanku. Juga cape menyediakan kebutuhan. Menyabung hidup di sawah, dan setiap pulang kerja, bajunya belepotan lumpur. Telapak tangan kasarnya terasa setiap kali menyentuhku. Sedangkan aku, cuma tahu segalanya ada dan tersedia. Tinggal menikmati.
    Dan kini, badan rentanya terbaring di sampingku.
    "Nak, kalau kamu pulang kerja ibu belikan susu ya Nak!" ucapnya membangunkanku dari lamunan.
    Terus terang, kebiasaannya minta ini itu, seringkali membuatku jengkel. Seperti saat ini. Manja sekali dia minta dibelikan susu. Norak rasanya, minuman semacam itu kan tepatnya buat anak-anak. Sebelumnya, rasa jengkel semacam ini sering tak bisa kutahan. Terungkap menjadi umpatan. Namun kini tidak. Kutahan. Segala kenangan masa kecil itu kuhadirkan. Lumayan. Jengkel sedikit reda. Dibanding susahnya menghadapiku dulu, susahku menghadapinya tak seberapa.

    "Iya bu. Maaf. Sebenarnya, tadi Linda sudah mau membelikan ibu susu. Tapi lupa."


    ReplyDelete