FIKSIMINI: Candik Ala

Yuda dan teman-temannya sedang bermain di luar rumah. Senja mulai tiba. Tapi mereka masih bermain di sana, seolah-olah sang waktu itu tak ada gunanya menurut dia. Aku masih bermain bola dengan dirinya dan anak-anak lainnya sampai kemudian aku dipanggil oleh orang tuaku.

"Heri, pulang nak! Sudah mau maghrib!" seru ibuku dari kejauhan.

"Aku pulang dulu ya Yud!?" kataku.

"Ho-oh, aku juga," katanya.

Akhirnya seluruh anak-anak di lapangan itu bubar semua. Aku berjalan di samping ibuku. Rumahku tak jauh dari lapangan, sehingga ibuku bisa tahu kalau aku ada di lapangan. Rumah Yuda ada di sebelah rumahku jadi kami pulang bersama-sama.

"Memangnya kenapa sih bu, kalau anak-anak kecil nggak boleh keluar waktu maghrib?" tanyaku.

"Kamu tahu legenda Candik Ala?" tanya ibuku.

"Apa itu?" tanyaku.

"Candik Ala itu datang setiap senja ketika matahari tenggelam. Dan dia sangat suka dengan jiwa anak-anak. Biasanya mereka akan mengambil mata dan mulut mereka," ujar ibu menakutiku.

"Itu cuma mitos kan?" tanyaku.

"Mau coba ketemu ama dia?" tantang ibuku.

"Nggak ah," kataku sambil begidik.

Akhirnya kami pun pulang ke rumah. Aku dan Yuda berpisah. Setelah mandi dan mengaji kemudian aku belajar. Setelah adzan Isya' barulah kami boleh main keluar lagi. Siapa juga yang masih percaya kepada mitos seperti ini?

Aku pun jadi penasaran. Apa benar sih? Akhirnya esok harinya aku nekad bermain ke sebuah pekarangan yang agak jauh dari rumahku. Dan aku mengajak Yuda.

"Kamu yakin? Nggak takut?" tanya Yuda.

"Aku penasaran Yud, masa' kamu nggak penasaran?" tanyaku.

"Iya juga sih," katanya setuju.

Kami pun menunggu hingga senja tiba. Hingga saat maghrib tiba kami masih tak melihat yang namanya Candik Ala tersebut. Kami duduk-duduk saja hingga melihat matahari tenggelam dan warna merah menghiasi langit sebelah timur.

"Nah, nggak ada kan yang namanya Candik Ala," kataku. "Orang-orang tua itu memang ngasih cerita bohong biar anak-anak mereka ada di rumah."

Yuda diam saja.

"Yud, koq diem?" tanyaku.

Aku lalu berdiri dan menatap wajahnya yang sudah tidak mempunyai mata dan mulut. Saat itulah sebuah tangan kasar dan jarinya panjang mendekapku dari belakang, hingga kemudian semuanya gelap yang tersisa. Aku berdiri di lapangan itu, tak bisa melihat tak bisa bicara. Aku bahkan tak bisa merasakan apapun.

Related Posts:

1 Response to "FIKSIMINI: Candik Ala"

  1. Hahaha, rasin lo
    Nah, itu tuh yang namanya Candil Ala
    Wuakakak

    Ah bagi saya pun, mitos ini entah benar entah tidak
    Entah ada buktinya atau tidak,
    Saya hanya Rasulullah melarang anak-anak main ke luar di waktu Maghrib, karena saat itu, setan sedang berkeliaran, karenanya, Rasulullah bersabda, pada saat itu, rumah harus ditutup, demikian juga makanan.

    Mas, ceritanya enak dibaca
    Karya dari seorang novelis memang beda
    Bedalah pokoknya
    TOP

    ReplyDelete